LIR ILIR AYO NGLILIR
Perjalanan kemarin banyak mengisahkan cerita manis. Entah kapan hujan turun membasahi bumi, yang pasti pelangi akan muncul ditengah terik matahari setelah hujan. Dan pelangi hati akan muncul setelah kesedihan melanda kita. Hanya kita mampu berdiri dan bangkit lagi atau tidak.
Lucu sebenarnya mengingat sms salah seorang temen. Yang kurang lebih begini kalimatnya.
“Ngopo ganti kartu Cak?, lari dari kenyataan opo mencari kenyataan baru?, awakmu ki galau ne kok mesti bareng-bareng karo aku”.
Walaupun aku masih dilanda masalah namun membaca sms dari temen ku langsung ngakak dalam hati. Hahaha. Sungguh kok bisa-bisanya buat kalimat seperti itu. Mungkin kalimat itu tak akan aku lupakan. Dan sahabat yang selalu menghadapi masa-masa sulit bersamaan tak akan aku lupakan. Sahabat yang selalu mengingatkan masalah yang kita hadapi adalah berat, dan kita memiliki kesamaan dalam setiap masalah…hahaha. Kembali ke topik awal bahwa, aku ingin menceritakan bagaimana rasanya terjatuh dan sulit untuk
Negeri Di Atas Awan 34
bangkit. Kita semakin pesimis, dan rasa keyakinan semakin tipis. Seolah kita tak percaya dengan Tuhan mengenai takdir kita hari ini. Aku pun begitu, menyalahkan diri sendiri, orang-orang terdekat, dan bahkan gak percaya kok begitu teganya Tuhan men takdirkan ku seperti ini. Yah, memang nasib, mau bagaimana lagi ya dijalani aja.
Setelah hampir sepuluh hari meninggalkan Yogya akhrinya aku memutuskan untuk kembali dan mencoba menikmati puing-puing yang berserakan. Mengenai kejadian beberapa minggu aku coba untuk menghapusnya. Jalan-jalan adalah salah satu cara yang ampuh untuk menghilangkan penat yang ada.
“Mas, beneran lupakan semua itu, jangan mas malah mengucilkan diri dari pergaulan. Sudah lah mas, lupakan”
Seorang sahabat memberikan saran setelah aku bercerita panjang lebar. Ada 3 tahap yang harus di jalani yaitu pertama melupakan masa lalu, kedua kembali ke Skripsi, ketiga sukses dan buat orang yang mengecewakan kita akan menyesal. Cukup menarik sekali sarannya. Dan aku fikir-fikir untuk segera merealisasikannya.
“Lir ilir-Lir ilir, tandure wes sumilir, ayo nglilir”
cerita yang bagus, seperti yang saya alami sekarang ini. terimakasih atas nilai moralnya :)
BalasHapussama-sama mbak....
Hapus