WpMag

Rabu, 26 November 2014

CREW ZAED LAGI NARSIS

CREW ZAED LAGI NARSIS

1. Monggo mas kaos e dipilih
















2. Mas sesok sing libur aku po kowe?
















3. Mumpung libur makaryo tak mantau burung ae
















4. Wes ganteng po urung?




















5. Woyo......
















6. Gek kui ginio




















7. Lek suwung yo dolanan HP kabeh


NAK

 NAK 

“Nak, dulu ketika kamu masih kecil gunung Kelud meletus”
“Terus Bu, bagaimaana letusannya?”
“Dulu Nak, ketika usia mu belum genap satu tahun. Kota ini hujan abu. Tak ada matahari pada hari itu”
 “Nak, dulu kota ini kota mati”
“Kenapa Bu?”
“Berpuluh tahun dilanda banjir. Berpuluh tahun gagal panen”
Kemudian beliau melanjutkan lagi
“Nak, dulu kota ini disebut kota ‘Ngrowo’”
“Kenapa Bu, kok disebut Ngrowo?”
“Iya Nak, Berpuluh tahun dilanda banjir. Berpuluh tahun mengungsi, berpuluh tahun hidup tanpa ada hasil panen padi. Kota ini seperti rawa, sedikit penduduk yang bertahan di kota ini”
“Terus makan apa Bu?”
“Makan seadanya Nak, kalau ada jagung ya makan jagung, kalau ada gaplek ya makan gaplek. Dulu ibu aktivitas harus menggunakan sampan. Kalau mau ngaji Nak, Ibu dulu harus menyebrang sungai depan rumah kita. Ibu kadang berenang. Demi sebuah pelajaran mengenai agama”
“Terus simbah bagaimana Bu?”
“Simbah adalah pekerja keras. Beliau bekerja untuk menghidupi kami semua. Bekerja walaupun kondisi alam tak membaik berpuluh tahun”
Diam sejenak karena terdengar suara gemuruh di luar sana
“Nak, orang di sana. Di ibu kota, di kota-kota lain setiap ada banjir sebentar aja sudah ngeluh. Ada bantuan sedikit ngeluh. Nggak ada bantuan ngeluh. Mereka tidak tahu jaman ibu dulu. Gak ada bantuan Nak. Kami harus susah payah hidup dengan cara kami sendiri. Bahkan orang-orang di kampung ini pada ngungsi di pegunungan. Mereka mengungsi menghindari banjir yang terus datang”
“Iya ya Bu”
“Nak, suatau saat kalau kamu menghadapi bencana seperti saat ini jangan mengeluh. Hadapi dengan lapang dada. Walaupun pemerintahmu tak memperhatikan. Gusti Alloh mboten sare Nak”
“Iya Bu”

Kilatan  di ujung timur masih terlihat dikampung kecil ini. Sebentar lagi hujan abu biasanya akan mengiringi. Semoga saja saudara-saudara yang berada di kaki gunung Kelud selamat dan dapat menjalani aktifitas seperti biasa. #PrayforKelud

Kamis, 20 November 2014

RAKYAT… OH RAKYAT

RAKYAT… OH RAKYAT

Kini masyarakat dihadapkan pada suatu sistem ekonomi yang begitu kejam. Kenapa dikatakan kejam, karena sistem ekonomi ini yang membuat suatu jurang pemisah antara kelas atas ( bourjuis) dengan kelas bawah (proletar). Bagaimana tidak sistem ini telah menyeret masyarakat pada pilihan terberat. Menindas dan memberangus segala bentuk kearian. Meninggalkan kebudayaan dan melupakan warisan leluhur yang harus dijaga. Atas nama kemajuan dan modernisasi semua dibabat habis untuk kepentingan kelas atas.

Apa yang tersisa?. Nothing. Hanya sebuah cerita dan dongeng mengenai kehidupan masyarakat lalu. Entah besok entah lusa anak cucu kita tak dapat menikmatinya tak dapat menyaksikannya. Seperti yang dikatakan oleh Thomas hobbes “siapa yang kuat dialah yang berkuasa” nampaknya ini telah terjadi di Negara ini. Mereka para pemilik modal, para pembuat regulasi, para pengambil keputusan telah kong kalikong untuk membuat suatu perubahan atas nama modernisasi dan kemajuan. Mereka bermain sangat lihai dalam menindas rakyat. Pembuat regulasi yang menyusun aturan, pemerintah mengambil keputusan dan pemilik modal yang bertindak dalam penindasan. Entah sampai kapan ini semua terjadi.

Rakyat sungguh orang yang sabar. Rakyat sungguh legowo dipimpin mereka. Rakyat sungguh orang yang ikhlas dalam menghadapi mereka. Tak ada jerit tangis, walaupun dalam hati penuh caci maki. Tak ada kata menyerah meskipun terus kalah. Tak ada kata berhenti walau harga semakin melambung tinggi.

Terus berbuat, terus bekerja, terus gerak melawan setiap penindasan. Melawan dengan penerimaan, penerimaan yang ikhlas. Apakah ini warisan nenek moyang yang terus ada. Sifat ikhlas dan legowo karena dizalimi penguasa. Selama tiga setengah abad dikurung dan dijajah namun mereka terus tabah. Terus melawan dengan peneriman yang teguh. Terus berjuang melawan penindasan.

Kini penindasan bukan dari bangsa lain namun dari bangsa sendiri. Dari anak cucu sendiri. Dari satu ras satu kebudayaan sendiri. Sungguh perjuangan yang sangat berat. Musuh dalam selimut yang begitu lihai dalam siasat dan strategi perang. Sekali lagi atas nama kemajuan dan modernisasi mereka telah berada dalam tulang rusuk. Menggerogoti negeri yang makmur dan menyedot sumberdaya yang melimpah untuk kepentingang perut mereka. Seperti lintah yang menghisap darah manusia. Mereka menghisap sumberdaya alam dan mengambil alih kearifan yang ada.

Dapat kita saksikan pembangunan yang terus digenjot. Gedung-gedung pencakar langit, perkantoran, mal-mal, dan jalan yang terus diperlebar. Semua terlihat megah dan indah. Namun semua itu telah mengorbankan banyak sekali kepentingan rakyat. Sungguh banyak sekali. Pasar tradisional yang kian tersisih, kebudayaan lokal yang kian tersinggkirkan dan pola hidup masyarakat yang tak karuan. Mereka menjadi semakin konsumtif karena sebuah perubahan zaman. Mencontoh Negara maju yang telah dulu memperlihatkan kemegahan sistem ekonomi ini. Sangat disayangkan kita mengidap cara mencontoh yang kurang selektif. Memasukkan setiap yang kita lihat menjadi sebuah kebenaran yang harus dilakukan.

Kini sumua telah terjadi. Tak ada yang harus disesali dengan apa yang ada saat ini. Hanya bordoa agar diberikan kelapangan dalam penerimaan, diberi keikhlasan dalam setiap penindasan. Dan diberi kemudahan dalam setiap perjuang. Ya. Perjuangan untuk hidup dalam sebuah kesederhanaan. Untuk hidup dalam sebuah kerarifan. Tak ada ambisi, yang ada hanyalah penyelarasan dengan alam.


Mari sama-sama menengadahkan tangan dan berdoa untuk penerimaan dan keikhlasan dalam setiap jalan. 

Selasa, 18 November 2014

NAK, BBM NAIK LAGI

NAK, BBM NAIK LAGI

http://alfido.com/2014/10/19/hitung-mundur-14-hari-lagi-bbm-naik/
“Nak, ayo bangun”

“Iya Bu” sambil mengucek mata yang masih ngantuk

“BBM naik lagi” lanjut ibunya. Sementara matanya belum seratus persen terbuka. Ketika ia pelan-pelan membuka mata ibunya kembali berucap

“BBM naik lagi”

“Apa?”

Iya Nak, inilah kebijakan yang diambil pemerintah saat ini. Menaikan harga BBM ditengah harga minyak dunia yang terus menurun. Namun tak apalah Nak, kita diijinkan untuk singgah dan hidup di negeri ini saja sudah bersukur. Negeri yang “gemah ripah loh jinawi”. Apa Nak yang mau kau tanam?. Tongkat kayu nantinya akan menjadi tanaman. Apa nak yang ingin kau makan?. Semua sudah tersedia. Tinggal kitanya mau bergerak dan mencarinya atau tidak.

Nak…., sudah berapa kali BBM terus naik. Mulai masa orde baru yang hanya 700 perak sampai masa reformasi dan kini telah berada di angka 8.500 rupiah. Namun Nak, semua itu tak apa. Ini semua tak masalah bagi kita. Lebih baik ada BBM dengan harga yang mahal dari pada pasokannya tak menentu. Jika kita tengok Nak…, di seberang sana. Di pulau penghasil BBM dan tambang batu bara malah mereka sangat kesulitan mendapatkannya. Walaupun sumberdaya alamnya melimpah namun mereka tak menikmatinya. Mulai  batu bara, tambang emas, maupun minyak bumi di sana ada Nak. Namun mereka sedikit sekali merasakan keberadaan sumber daya alam mereka sendiri. Semua disalurkan kesini Nak… ke pulau yang katanya pusat pemerintahan. Apakah ini yang dinamakan pemerataan?. Apakah ini yang dinamakan menjalankan amanat undang-undang. Masihkan engkau ingat Nak. Undang-undang yang mengatakan “bumi, air dan udara dikuasai oleh Negara dan digunkan untuk kesejahteraan rakyat”. Jika masih ingat. Apakah Negara telah melakukannya Nak.

Nak…, walaupun BBM telah naik dan diketok palu oleh Pak Presiden janganlah berkecil hati. Bolehlah sekali-kali engkau menolaknya dengan turun kejalan dan mengutarakan kekecewaan. Namun kamu harus ingat nak… disana ada hak rakyat yang engkau perjuangkan. Ada kebijakan yang menurutmu tidak sesuai dengan kondisi dilapangan. Bahkan ada regulasi yang tidak berjalan dalam koridor undang-undang. Turunlah ke jalan untuk berjuang. Namun kamu harus mematuhi aturan dan tata tertib. Jangan engkau arogan dan anarkis. Seolah engkau adalah satu-satunya pembela rakyat sehingga mengesampingkan orang di sekitar. Membuat kerusuhan dan mengacaukan jalan-jalan. Membakar ban bekas dan menutup jalan. Melempari aparat dengan batu bahkan berkelahi sampai berdarah. Apakah itu yang dinamakan perjuangan Nak?. Apakah itu yang dinamakan membela rakyat Nak. Bukankan itu malah mengganggu ketertiban para pengguna jalan. Ingat Nak, setiap kali kamu keluar rumah disitu ada hak orang lain yang harus kamu hargai. Ada jalan, ada trotoar dan ada lampu merah. Itu bukan milik kita pribadi namun milik semua orang. Milik rakyat yang engkau perjuangkan nasibnya itu. Ingat Nak…..

Nak…., jika engkau tak turun kejalan tak apa-apa. Tak ada yang melarang. Walaupun engkau di cap sebagai orang apatis. Biarlah orang berkata apa, yang terpenting kita terus bergerak maju membuat sebuah perubahan. Bolehlah engkau memberikan pemahaman pada masyarakat mengenai arti hidup yang sekarang ini banyak ditinggalkan. Mengenai kebudayaan, kearifan, bahkan mengenai sebuah pemahan dalam keikhlasan. Bolehlah engkau keluar dan duduk di warung membicarakan mengenai pembangunan Mal-Mal yang terus berjalan. Gedung pencakar langit yang kian menjulang atau mengenai pasar modern yang berada di sepanjang jalan. Memberikan pemahaman mengenai kebiasaan konsumtif yang tak terfilter sampai sistem ekonomi Negara ini. Entah sistem liberal, kapital, neoliberal atau mungkin sistem ekonomi berdasarkan undang-undang.

Nak…., matahari mulai tersenyum. Embun perlahan mulai turun. Bangunlah Nak. Bangun. Ayo kita hadapi kenaikan BBM ini dengan semangat baru. Mari tersenyum dan memahami setiap kebijakan pemerintah dengan pemahaman yang luas. Jangan kau sempitkan pemahamanmu Nak. Barangkali mereka para pengambil keputusan lebih mengetahui dan memahami masa depan bangsa ini. Setahun dua tahun atau bahkan lima tahun lagi yang akan terjadi di negeri ini. Mereka telah merencanakannya Nak. Biarlah mereka bekerja. Kalaupun mereka melakukan korupsi, kolusi maupun nepotisme. Biarlah Tuhan yang mengingatkan Nak. Mengingatkan dengan caraNya. Bukan kita yang menghakimi sepihak dan memfonisnya. Ada pengadilan dan ada hukum Tuhan. Sudahlah itu bukan ranah kita.

Mari berkerja.

Minggu, 09 November 2014

MEA DI DEPAN MATA

 MEA DI DEPAN MATA


Formasi menteri sudah diumumkan. Kini pemerintahan telah sepenuhnya siap untuk berjalan sebagaimana mestinya. Para pembantu presiden kini telah berada di posnya masing-masing. Berkutat dengan permasalahan yang tengah dihadapi oleh negara saat ini. Banyak pekerjaan rumah yang menumpuk untuk segera diselesaikan. Infrastruktur, perekonomian, pasar bebas dan yang berada didepan mata adalah penerapan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Masyarakat ekonomi asean telah lama dirintis oleh Negara-negara di ASEAN. Masyarakat ekonomi asean sendiri akan dibuka pada akhir tahun 2015. Penerepan pasar bebeas untuk daerah Asean akan menjadi tantangan bagi semua pihak. Bagi para pedagang pasar, para pekerja kantoran dan pemerintah. Bagaimanapun persaingan tak dapat dielakkan karena barang dan jasa di daerah ASEAN akan dengan mudah keluar masuk kedalam Negara kita.

Nanti kita bias menjumpai produk-produk Negara tetangga beredar secara leluasa di pasar-pasar tradisional maupun modern. Akan sering kita jumpai orang-orang asing masuk dan keluar dari Indonesia. Semua tak dapat dielakkan dan harus kita hadapi dengan berani. Sudah layaknya kita harus berjalan dan terus berjalan untuk menyongsong MEA. Jika tidak mempersiapkan saat ini, maka akan berakibat fatal pasar-pasar tradisional akan dibanjiri oleh produk asing. Produsksi dalam negeri akan kalah bersaing. Jika ini terus berlanjut maka kita menjadi ladang untuk pemasaran produk negara-negara ASEAN dan menjadi konsumtif.


Maka dari itu diperlukan peningkatan daya saing produksi dalam negeri dengan cara peningkatan sumber daya manusia, penerapan teknologi modern dan ramah lingkungan. Dengan dua aspek penting tersebut kita akan dapat berkembang dan terus maju dalam menyongsong MEA tahun 2015 mendatang. 

Jumat, 07 November 2014

CUKUP

CUKUP


Cukup, hentikan langkahmu
Cukup, menghadaplah padaku
Gelak tawamu
Sumringah bibirmu
Namun….
Namun sembab matamu
Gugup hatimu
Takut…
Cukup, datanglah padaku
Cukup, duduklah didepanku
Tangisan sesal
Rontaan maaf
Terlalu sering ku dengar
Cukup, duduklah
Dengarkan aku
Bersihkan kopiahmu
Pakailah dengan merunduk malu

Tulungagung, 7 November 2014


PERAN PENTING MEDIA

PERAN PENTING MEDIA

http://anticlbk.blogspot.com/2011/12/peranan-media-massa-dalam-masyarakat.html


Media memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan manusia modern. Media dapat berfungsi sebagai alat untuk mengakses berbeagai berita yang tengah terjadi secara actual. Baik media cetak maupun elektronik memiliki nilai positif dan negative. Ada beberapa aspek negative yang ditimbulkan dengan adanhya media yang tak terkendali saat ini. Semua berita seolahh-olah menjadi sebuah fakta akan kebenarannya. Padahal jika ditelusuri lebihh dalam media sering kali memelintirkan fakta yang ada. Beberapa berita yang tengah hangat di siarkan terus menerus. Entah itu fakta yang didukung oleh berbagai bukti atau sering kali ditambahi “bumbu” agar berita terlihat “manis”.

Semakin tak terkendalinya media dalam memberitakan masalah terkini membuat masyarakat harus pandai-pandai dalam memilih dan menyaring setiap berita. Media saat ini disinyalir telah terkontaminasi dengan kepentingan para pemilik modal. Seolah berita bias dibuat asalkan ada uang yang menjadi penggeraknya. Kredibillitas media semakin dipertanyakan saat ini. Kita tahu bahwa ada berbagai media cetak maupun elektronik yang beritanya seringkali berseberangan. Contohnya media TV yang sering kali antara TV A dan TV B saling serang lawan atau bahkan melakukan pembelaan terhadap pemilik modal. Medi TV sangat berpengaruhh dalam  menggiring opini masyarakat. Akibatnya banyak masyarakat yang terpedaya oleh berita yang telah disiarkan.


Sudah saatnya masyarakat dewasa dalam mengambil sikap terhadap gencarnya media dalam menyiarkan berita. Bersikap cermat dalam memilih berita dan membandingkan dengan berita lain adalah salah satu cara agar masyarakat tidak diberdaya olehh media.

Selasa, 04 November 2014

TANTANGAN PETANI

TANTANGAN PETANI



Bertani adalah salah satu pekerjaan yang membutuhkan tenaga ekstra. Berbeda dengan mereka yang duduk di ruang ber AC sambil menatap menitor. Berbeda pula dengan mereka yang berada dalam kendaraan sembari memainkan setir. Berbeda juga dengan mereka yang berada dalam ruang kelas sembari menuliskan soal dipapan kepada muridnya. Bertani membutuhkan nyali yang kuat. Harus berani tahan dari tempaan sinar matahari pagi sampai siang hari. Harus berani bergelut dengan lumpur ketika musim padi. Kehidupan yang keras membuat mereka semakin kuat dalam menghadapi hidup. Walaupun harus ditempa oleh panas siang dan dingin hujan namun semangat mereka tak kunjung padam. Al hasil, anak-anak mereka dapat hidup dengan layak, dapat mengecam pendidikan yang tinggi.

Saat ini bertani adalahh salah satu pekerjaan yang mulai ditinggalkan oleh kebanyakan orang. Musim yang tak menentu, konversi lahan pertanian menjadi bangunan dan rendahnya harga jual hasil pertanian menjadi penyebabnya. Pemanasan global menjadikan musim yang tak menentu dibelahhan dunia. Indonesia yang memiliki dua musim dengan rentang waktu enam bulan kini sulit diprediksi. Hal inilah menyulitkan petani untuk melakukan kegiatan pertanian. Mereka sulit menentukan kapan waktu tanam yang tepat. Kesalahan dalam menentukan waktu tanam akan berakibat fatal. Khususnya daerah Jawa lahan pertanian menjadi sempit, hal ini dipicu maraknya konversi lahan untuk digantikan bangunan. Beberapa lahan pertanian kini telah dibangun menjadi perumahan, pertokoan atau bahkan pasar modern. Sampai saat ini pemerintah kurang maksimal dalam melakukan penyerapan hasil pertanian lokal. Rendahnya daya saing produk lokal menjadikan harga hasil pertanian murah. Pemerintah lebih “asik” melakukan impor yang notabene merugikan petani. Dengan dalih harga impor lebih murah dan kualitasnya lebih bagus.

Kini petani dihadapakan pada pilihan sangat sulit. Disatu sisi lain mereka ingin hidup dengan hasil pertaniannya disisiyang berbeda banyak kendala yang harus dihadapi. Sudah saatnya pemerintah lebih berpihak pada kepentingan petani bukannya pada pemilik modal. Pemerintah harus melakukan terobosan guna menyerap hasil pertanian local. Tidak hanya itu pemerintahh diharapkan mampu memberikan pelatihan pada petani untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas pertanian. Petani tidak harus bertumpu pada kebijakan pemerintah yang belum tentu kapan sampainya. Sudah selayaknya petani terus giat bertani dengan mengedepankan pertanian yang ramah lingkungan sehingga dapat meningkatkan produktifitas. Penerapan organic farming dapat dilakukan dengan mengembalikan konsep pertanian konvensional dan mengombinasikannya dengan pertanian modern.

Sinergisitas antara pemerintah dan petani akan mampu memberikan manfaat yang besar khususnya bagi petani dan bagi masyarakat luas. Sinergisitas ini dapat dibangun dengan komunikasi yang baik antara pemerintah dan petani. Harapannya hasil pertanian akan meningkat dan kesejahteraan petani dapat terwujud.


Kamis, 23 Oktober 2014

BAGAIMANA GAYA TIDURMU


BAGAIMANA GAYA TIDURMU

Sebenarnya aku bingung mau ngapain. tak ada kegiatan apa lagi kuliah. Namun yang pasti, hidup di jogja untuk sementara dinikmati sebelum terjun ke pekerjaan nantinya. Malah ini bukan hanya hidup mampir ngombe, tapi hidup untuk menikmati kehidupan. Hehehe.
Aku terbangun dalam tidur dan ku buka Hp ku. Menunjukkan pukul setengah satu. Masih lama untuk menyambut sinar mentari menyinari dunia. Aku aktifkan internat dan ternyata ada notifikasi baru dari WA. Ternyata banyak obrolan selama aku keluar dari jasadku dan menikmati hidup dalam alam mimpi. Salah satu temen mengirimkan satu gambar yang membuatku tertawa di pagi yang masih terlihat malu. Ini isinya.
Bagaimana gak tertawa, la isinya ternyata gambar fose orang tidur. Ada yang jungkir balik, ada yang ditutup rapat kayak mayit. Ada yang kayak katak habis di tindes truk, dan masih banyak lagi. Mereka membahas fose tidur masing-masing. Ada yang inilah itulah. Membuatku gelid an tertawa.

Namun yang pasti, di waktu KKN kemarin yang dapat diamati gaya itudurnya adalah kaum Sudra. Karena apa? Tentunya pasti pada tau. Iya karena kaum Sudra tidurnya di luar kamar. Sehingga teman-teman yang lain pastilah tau kondisi dan fose mereka dalam tidur. Mungkin ada yang hanya kelihatan kepalanya, kayak korban mutilasi. Mungkin ada yang terlihat tangannya keluar selimut dan menghantam teman lain. mungkin juga ada yang tubuhnya kelihatan dank kepalanya ditutup kayak tersangka curanmor. 

Selasa, 29 April 2014

ADA

ADA

Aku berdiri di ujung  perbatasan…
Selangkah, dua langkah telah berada pada dimensi lain…..
 Tiga langkah aku telah hiilang dan tak tersisa lagi…
Aku telah hadir kembali….
Dalam tautan waktu berbeda…
Dalam negeri lain…
Seperti pengembara…
Tak pernah diam…
Diam telah menjadi kawan selama berabad-abad….
Dalam suatu ruang….
Ditambah suara tak karuan…
Aku masih diam…
Diam….
Kini hilang….
Tak tersisa….
Hanya satu kata….
Ada…..


Selasa, 22 April 2014

LIR ILIR AYO NGLILIR

LIR ILIR AYO NGLILIR

Perjalanan kemarin banyak mengisahkan cerita manis. Entah kapan hujan turun membasahi bumi, yang pasti pelangi akan muncul ditengah terik matahari setelah hujan. Dan pelangi hati akan muncul setelah kesedihan melanda kita. Hanya kita mampu berdiri dan bangkit lagi atau tidak.
Lucu sebenarnya mengingat sms salah seorang temen. Yang kurang lebih begini kalimatnya.
“Ngopo ganti kartu Cak?, lari dari kenyataan opo mencari kenyataan baru?, awakmu ki galau ne kok mesti bareng-bareng karo aku”.
Walaupun aku masih dilanda masalah namun membaca sms dari temen ku langsung ngakak dalam hati. Hahaha. Sungguh kok bisa-bisanya buat kalimat seperti itu. Mungkin kalimat itu tak akan aku lupakan. Dan sahabat yang selalu menghadapi masa-masa sulit bersamaan tak akan aku lupakan. Sahabat yang selalu mengingatkan masalah yang kita hadapi adalah berat, dan kita memiliki kesamaan dalam setiap masalah…hahaha. Kembali ke topik awal bahwa, aku ingin menceritakan bagaimana rasanya terjatuh dan sulit untuk
Negeri Di Atas Awan 34
bangkit. Kita semakin pesimis, dan rasa keyakinan semakin tipis. Seolah kita tak percaya dengan Tuhan mengenai takdir kita hari ini. Aku pun begitu, menyalahkan diri sendiri, orang-orang terdekat, dan bahkan gak percaya kok begitu teganya Tuhan men takdirkan ku seperti ini. Yah, memang nasib, mau bagaimana lagi ya dijalani aja.
Setelah hampir sepuluh hari meninggalkan Yogya akhrinya aku memutuskan untuk kembali dan mencoba menikmati puing-puing yang berserakan. Mengenai kejadian beberapa minggu aku coba untuk menghapusnya. Jalan-jalan adalah salah satu cara yang ampuh untuk menghilangkan penat yang ada.
“Mas, beneran lupakan semua itu, jangan mas malah mengucilkan diri dari pergaulan. Sudah lah mas, lupakan”
Seorang sahabat memberikan saran setelah aku bercerita panjang lebar. Ada 3 tahap yang harus di jalani yaitu pertama melupakan masa lalu, kedua kembali ke Skripsi, ketiga sukses dan buat orang yang mengecewakan kita akan menyesal. Cukup menarik sekali sarannya. Dan aku fikir-fikir untuk segera merealisasikannya.
“Lir ilir-Lir ilir, tandure wes sumilir, ayo nglilir”

Jumat, 24 Januari 2014

MAINANKU HILANG



MAINANKU HILANG

Kini mainanku hilang. Mainan nan lucu dan menggemaskan. Mainan sebagai penghibur kesendirian. Mainan sebagai penyegar batin yang gundah. Mainan sebagai pengisi waktu luang. Maiananku hilang ditelan zaman. Mainanku hilang ditelan peradaban. Maiananku hilang di makan rakusnya modernisitas. Mainanku hilanng.
Mainanku hilang tergantikan plastik yang terbungkus rapi. Mainanku hilang tergantikan mesin yang berjalan sendiri. Mainanku hilang tergantikan layar dua dimensi. Oh mainanku hilang. Aku tersedu disudut ruangan. Aku menangis mencari maianan. Aku merintih sendiri tak ada teman. Mainanku hilang.
Kekean, kasti,dakon hilang entah kemana. Ia hilang ditelan rakusnya peradaban. Ia hilang seiring waktu yang terus berjalan. Cublek-cublek suweng kini tak terdengar lagi. Entah kemana maiananku pergi. Disudut-sudut kampung, di emperan rumah dulu masih tersisa mainanku. Di waktu sore, di akhir pekan dulu masih ketemui mainanku. Kini mainanku hilang.
Oh, apakah ini yang dinamakan modernisitas. Oh apakah ini yang dinamakan kemajuan. Oh apakah ini yang dinamakan perkembangan. Semua menelan dan menghilangkan yang telah ada. Mencoba membunuhnya perlahan-lahan. Hingga kini telah hilang dan tergantikan yang baru. Bolehkah aku meminta, untuk sekedar memainkan maiananku yang dulu hilang. Bolehkah aku bernyanyi untuk memainkan mainanku dikala sendiri.
Cublek-cublek suweng
Suweng e teng kelender
Mambu ketundung goder
Tak senggo lela-lelo
Sopo gowo delek ake
Sir-sir pong delek kopong
Sir-sir pong delek kopong. 

KAMPUNG KEDUA


KAMPUNG KEDUA

Jika ditanya tempat mana yang nyaman maka aku akan menjawabnya kota ku sendiri. Kemudian, jika ada yang menanyakan tempat mana lagi, aku akan menjawab Yogyakarta. Kenapa Yogyakarta? Jawabannya simpel disinilah aku bertahun-tahun tinggal. Dan jika kampung mana yang nyaman untuk ditinggali. Aku akan menjawab kalituri. Kemudian jika mereka bertanya lagi kampung mana yang nyaman untuk ditinggali aku akan menjawab kampung cepit.
Ya, di kampung Cepit inilah aku suduah dua setengah tahun tinggal. Dikampung inilah aku banyak belajar menganai kehidupan. Dikampung inilah banyak kenangan yang tertinggal. Kampung yang ramah warganya, kampung yang menyajikan kearifan masyarakatnya, kampung yang menggambarkan betapa modernisitas terus menggerus dan ia tetap dalam haluan-haluan yang kondisional.
Disinilah aku bertemu dengan sahabat sesama perantau. Disini pula aku banyak belajar dan berinteraksi dengan masyarakat. Obrolan ringan di angkringan, canda tawa di meja ping pong, seteguk kopi di kamar kost adalah teman dalam setiap hari. Obrolan ringan di angkringan mengantarkanku akan interaksi dan sosialisasi pada masyarakat. Canda tawa di meja pingpong adalah hiburan yang menghiasi hari. Seteguk kopi di kamar kost adalah penyamat hari-hari.
Banyak cerita dan ilmu aku dapatkan dari kampung ini. Fonomena yang terus terjadi dimana Islam puritan berkembang sangat pesat telah membawaku untuk membentengi diri. Salah satunya adalah tinggal di kampung ini. Aku menemukan kampung yang tak jauh beda dengan kampung ku sendiri. Aku menemukan bagaimana menyikapi perbedaan antar sesame disini.
Yang pasti, di kampung ini aku menemukan sahabat dan keluarga baru. Sahabat yang mengisi hari-hariku dan keluarga yang sangat hangat bagiku. Sering dapat makan atau jajan jika ada hajatan atau bahkan jika tetangga mendapatkan rezeki. Rasanya ini seperti di kampung sendiri. Suasana yang tak jauh beda masyarakat dan kehidupannya.
Inilah kampung yang akan selalu aku ingat. Inilah kampung yang mengantarkanku menggapai setiap asa. Kampung Cepit inilah aku akan mengisi hari-hari diakhir studi di Yogyakarta. 

Sabtu, 11 Januari 2014

LAKI-LAKI DAN TEH HANGAT

LAKI-LAKI DAN TEH HANGAT

Pria paruh baya itu masih terdiam ditempatnya. Sambil menundukkan kepala ia nikmati hidangan yang berada di depannya. Sebuah nasi kucing dengan beberapa mendoan dan sate ampela adalah menunya setiap malam. Sementara segelas teh hangat menjadi minuman yang selalu menemaninya. Sudah hampir satu bulan pria tersebut selalu makan diangkringan itu. Entah daya tarik apa, tak ada yang tahu.
Tubuhnya biasa saja tinggi badannya jika ditaksir tak lebih dari seratus tujuh puluh. Umurnya pun belum begitu tua. Terlihat dari raut wajah yang masih segar. Warna kulitnya terlihat kecoklatan karena sinar lampu 5 watt yang menerangi angkirngan di sudut jalan itu.
Angkringan itu setiap harinya ramai di sesaki pembeli. Semenjak matahari telah pulang keperaduannya angkringan tersebut buka. Menjadi tempat dimana bertemunya orang-orang yang kelaparan. Ada satu yang menarik, penjualnya ada seorang perempuan muda dengan rambut sepunggung. Usianya pun mungkin belum sampai 25 tahun. Rambutnya yang hitam, dan dekik pipinya yang terlihat ketika tersenyum menjadi magnet tersendiri. Namun entah mengapa laki-laki itu selalu datang dan makan di angkringannya. Apakah karena kecantikannya. Atau karena masakannya atau mungkin karena hal lain.
***
“Silahkan Mas, mau minum apa?” tanya sang penjual warung dengan ramah
“Teh hangat” dengan nada datar dan menundukkan kepala
Dalam hati perempuan tersebut, kenapa laki-laki ini selalu datang ketika setelah magrib dan selalu memesan teh hangat. Kenapa juga ia selalu makan-makanan yang sama? Beribu tanda tanya menyelimuti berkeliaran ketika laki-laki itu datang.
“ Dari mana Mas?” tanya sang penjual untuk mencairkan suasana
“ Dari sana” sambil menunjukkan arah kedatangannya tadi
Suasana masih dingin. Obrolan pun tak berlanjut sementara beberapa pembelipun berdatangan. Ada yang memesan wedang jahe, susu panas, es teh, dan sebagainya. Perempuan penjual angkringan masih sibuk meracik minuman yang di pesan oleh para pembeli.
“Sudah Mbak” sambil menyodorkan uang
“Iya mas”
Selalu dan selalu uang tersebut pas sesuai yang ia pesan. Entah mengapa,padahal perempuan penjual angkringan tersebut hanya sekali mengatakan berapa habisnya. Namun semenjak itu apa yang ia pesan selalu sama sehingga uang yang diberikan sama setiap harinya.
***
Esok hari, laki-laki itu datang namun tidak seperti biasa. Laki-laki itu datang sudah agak larut malam. Beberapa makan sudah mulai habis. Wajahnya masih tertunduk seperti hari-hari kemarin. Raut mukanya pun tak menunjukkan kegembiraan apapun. Ia ambil tempat duduk seperti biasa. Dibawah temparan sinar lampu kuning ia mengambil mendoan dan mencicipinya.
“Pasti teh hangat” tebak perempuan penjual angkringan
“Iya Mbak”
Langsung seketika perempuan yang ramah itu meracikkan teh hangat untuk laki-laki tersebut. di sodorkanlah teh hangat yang telah selesai dibuat.
“Ini Mas”
“Terimakasih Mbak”
“Kok, gak seperti biasa datangnya agak malem?” tanya perempuan penjual angkringan
“Iya”
Hanya jawaban dingin yang selalu keluar dari mulut laki-laki itu. Dan hanya sepatah dua patah kata yang ia utarakan. Membuat perempuan penjual angkringan tersebut semakin penasaran dengan laki-laki aneh itu. Ingin ia menguntit dibelakngnya ketika ia pulang. Ingin ia mengetahui dimana rumahnya, dan kenapa ia selalu diam. Bukan karena ia memiliki wajah yang lumayan tampan, tapi memang karena ada rasa penasaran yang menyeruak di benak perempuan penjual angkringan tersebut.
***
Sudah beberapa hari laki-laki itu tak menunjukkan batang hidungnya. Entah kenapa perempuan tersebut selalu gelisah ketika laki-laki itu tak datang di angkringannya. Selalu ada rasa kawatir dan kurang nyaman. Ingin rasanya jika laki-laki itu datang kembali akan di tanyai mana rumahnya?. sudah berkeluarga belum?. Apa pekerjaannya?. Beberapa pertanyaan sudah ia siapkan untuk laki-laki itu.  Namun sampai satu minggu belum juga datang diangkrinnya.
***
“ Kenapa Mbak kok gelisah” tanya seorang laki-laki yang menikmati makanan di angkringannya
“Enggak kok”
“Kenapa melihat arah sana?”
“Tidak apa-apa. Oh ya kemana laki-laki yang biasa makan disini yang hanya diam itu?” tanyanya balik sambil menunjukkan tempat duduk yang biasa ditempati
“Oh, Mas Fuad to”
“Aku gak tahu namanya, pokoknya yang biasa makan disini dan selalu memesan teh hangat”
“Dia itu Mas Fuad Mbak, entah sekarang kemana. Semenjak ia di pecat dari pekerjaannya di PT INKO”
“Kenapa di pecat?” tanyanya lagi
“Dia kan tuna netra, dulu kebijakan perusahaan memang membolehkan seorang tuna netra bekerja yang terpenting skillnya. Tapi semenjak pergantian menager, kebijkan tersebut dirubah. Akibatnya Mas Fuad di pecat”
“Oh begitu. Ternyata dia itu buta ya. Kok gak kelihatan kalau dia itu buta” sambil menyodorkan susu panas pada laki-laki yang diajaknya bicara
“Iya, dia itu buta tapi hati dan perasaannya tidak pernah buta. Ia sangat hafal dan pintar. Walaupun dia buta, ia dapat bekerja di depan computer. Mengetik berbagai tugas kerjanya. Ia juga sangat hafal dengan jalan pulang ke kostnya”
Ternyata laki-laki yang selalu datang tengah malam itu adalah laki-laki luar biasa. Laki-laki buta mata, namun tak pernah buta hatinya. Laki-laki yang selalu menundukkan pandangannya. Laki-laki yang makannya sederhana, sesederhana pakaiannya.
Dunia itu memang kejam, dan manusia-manusia itu juga kejam. Tidak memberikan kesempatan pada orang lain yang ingin hidup. Saling tindas menindas, dan yang tak berdaya di sisihkannya. Atas nama kekurangan laki-laki itu harus meninggalkan pekerjaannya. Harus meninggalkan segala rutinitasnya selama ini.