RAKYAT… OH RAKYAT
Kini masyarakat dihadapkan pada
suatu sistem ekonomi yang begitu kejam. Kenapa dikatakan kejam, karena sistem
ekonomi ini yang membuat suatu jurang pemisah antara kelas atas ( bourjuis)
dengan kelas bawah (proletar). Bagaimana tidak sistem ini telah menyeret
masyarakat pada pilihan terberat. Menindas dan memberangus segala bentuk
kearian. Meninggalkan kebudayaan dan melupakan warisan leluhur yang harus
dijaga. Atas nama kemajuan dan modernisasi semua dibabat habis untuk
kepentingan kelas atas.
Apa yang tersisa?. Nothing. Hanya
sebuah cerita dan dongeng mengenai kehidupan masyarakat lalu. Entah besok entah
lusa anak cucu kita tak dapat menikmatinya tak dapat menyaksikannya. Seperti
yang dikatakan oleh Thomas hobbes “siapa yang kuat dialah yang berkuasa”
nampaknya ini telah terjadi di Negara ini. Mereka para pemilik modal, para
pembuat regulasi, para pengambil keputusan telah kong kalikong untuk membuat
suatu perubahan atas nama modernisasi dan kemajuan. Mereka bermain sangat lihai
dalam menindas rakyat. Pembuat regulasi yang menyusun aturan, pemerintah
mengambil keputusan dan pemilik modal yang bertindak dalam penindasan. Entah
sampai kapan ini semua terjadi.
Rakyat sungguh orang yang sabar.
Rakyat sungguh legowo dipimpin mereka. Rakyat sungguh orang yang ikhlas dalam
menghadapi mereka. Tak ada jerit tangis, walaupun dalam hati penuh caci maki.
Tak ada kata menyerah meskipun terus kalah. Tak ada kata berhenti walau harga
semakin melambung tinggi.
Terus berbuat, terus bekerja,
terus gerak melawan setiap penindasan. Melawan dengan penerimaan, penerimaan
yang ikhlas. Apakah ini warisan nenek moyang yang terus ada. Sifat ikhlas dan
legowo karena dizalimi penguasa. Selama tiga setengah abad dikurung dan dijajah
namun mereka terus tabah. Terus melawan dengan peneriman yang teguh. Terus
berjuang melawan penindasan.
Kini penindasan bukan dari bangsa
lain namun dari bangsa sendiri. Dari anak cucu sendiri. Dari satu ras satu
kebudayaan sendiri. Sungguh perjuangan yang sangat berat. Musuh dalam selimut
yang begitu lihai dalam siasat dan strategi perang. Sekali lagi atas nama
kemajuan dan modernisasi mereka telah berada dalam tulang rusuk. Menggerogoti
negeri yang makmur dan menyedot sumberdaya yang melimpah untuk kepentingang
perut mereka. Seperti lintah yang menghisap darah manusia. Mereka menghisap
sumberdaya alam dan mengambil alih kearifan yang ada.
Dapat kita saksikan pembangunan
yang terus digenjot. Gedung-gedung pencakar langit, perkantoran, mal-mal, dan
jalan yang terus diperlebar. Semua terlihat megah dan indah. Namun semua itu
telah mengorbankan banyak sekali kepentingan rakyat. Sungguh banyak sekali.
Pasar tradisional yang kian tersisih, kebudayaan lokal yang kian tersinggkirkan
dan pola hidup masyarakat yang tak karuan. Mereka menjadi semakin konsumtif karena
sebuah perubahan zaman. Mencontoh Negara maju yang telah dulu memperlihatkan
kemegahan sistem ekonomi ini. Sangat disayangkan kita mengidap cara mencontoh
yang kurang selektif. Memasukkan setiap yang kita lihat menjadi sebuah
kebenaran yang harus dilakukan.
Kini sumua telah terjadi. Tak ada
yang harus disesali dengan apa yang ada saat ini. Hanya bordoa agar diberikan
kelapangan dalam penerimaan, diberi keikhlasan dalam setiap penindasan. Dan
diberi kemudahan dalam setiap perjuang. Ya. Perjuangan untuk hidup dalam sebuah
kesederhanaan. Untuk hidup dalam sebuah kerarifan. Tak ada ambisi, yang ada
hanyalah penyelarasan dengan alam.
Mari sama-sama menengadahkan tangan
dan berdoa untuk penerimaan dan keikhlasan dalam setiap jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar