WpMag

Kamis, 19 November 2015

CURAHAN HATI PETANI


Lulus dari Universitas ternama seperti Gadjah Mada adalah suatu kebanggaan tersendiri. Apapun jurusannya, yang penting lulusan UGM. Banyak dari mereka lulus dari UGM melanjutkan S-2 di dalam negeri atau mendapatkan beasiswa untuk icip-icip studi di luar negeri. Ada lagi yang memasuki dunia kerja dengan menjadi pegawai BUMN, swasta atau jadi abdi negara. Semua adalah impian dari masing-masing orang.

Lulus ditahun 2014 saya memutuskan untuk menggeluti dunia yang jarang sekali orang meliriknya. Langsung terjun di dunia perikanan. Awalnya saya membuka lahan untuk budidaya ikan, jatuh satu-dua kali akhirnya banting setir di dunia pertanian. Hem, awalnya ragu-ragu sih. Tapi apa boleh buat, ini adalah piilihan. Mimpi yang dulu terpendam kini mulai datang kembali. Mendalami dunia pertanian sembari membangun kembali mimpi jadi seorang entrepreneure.

Menggeluti dunia pertanian mulai menanam padi, jagung sampai tembakau sudah terlewati. Banyak hal yang mesti diperbaiki dalam sistem pertanian kita saat ini. Penggunaan pupuk anorganik, obat, maupun sistem pertanian kita jauh dari kata tepat.

Pertanian kita tersandera dengan sistem yang ada. Kita terlalu polos dengan dicekoki oleh para pedagang-pedagang kapitalis. Menelan pil yang katanya manis, namun berefek fatal. Mengobati memang, tapi sering kambuh, bahkan bisa terjadi komplikasi. Yah itulah pertanian kita.

Sementara disektor perikanan kita masih terjerat dalam sistem pemasaran yang terlalu banyak campur tangan orang-orang yang mencari keuntungan. Makelar, perantara atau apalah namanya, yang pasti belum efisien dan efekti sistem yang ada dalam pemasaran perikanan.

Over produksi, ekonomi yang lesu menjadi isu yang terus dihembuskan oleh pemain-pemain pasar kita. Dan bahkan manipulasi data dari para pemangku jabatan adalah hal yang lumrah ditemui. Sebenarnya  kecil sih, tapi ketika ini menyangkut ranah seluruh Indonesia jadinya aneh gitu. Hem, kayaknya saya terlalu muluk-muluk membahasnya kalau sampai ranah pusat. Lawong seorang petani kok ngomongnya dleming kayak pengamat.

Mengenai sistem pertanian kita, ada yang mesti diperbaiki bersama. Mensosialisakan pentingnya pertanian organik, mulai dari pusat sampai dari akar pemeran utamannya saitu petani. Wahai para mahasiswa, ayoo turun tangan untuk mengkampanyekan organic farming.

Sektor perikanan nampaknya akan terasa sulit terselesaikan ketika menginjak permasalahan pemasaran. Karena ini menyangkut para pemain-pemain pasar yang telah bercokol lama. Ini telah menjadi budaya. Apa yang bisa dilakukan?. Ya kita mesti membuat sistem baru dalam melakukan pemasaran. Paling tidak, kita perlu untuk membuat pasar baru sebagai penyeimbang sistem pasar yang telah ada. Memutus rantainya dengan sistem yang kita buat. Kalau masih belum ampuh, ya pasrah aja. Hidup mesti dijalani. Hehehe

Salam dari petani kecil nun jauh disana. Menunggu uluran tangan dari pemerintah yang kadang tak sampai. Hanya dapat melihat dari bawah sembari mengharapkan keajaiban untuk sebuah Indonesia yang berdaulat. Terus mencangkul walaupun tanah semakin keras, terus berjalan dilumpur walaupun banyak kubangan yang dalam. Terus tersendat dan terhimpit oleh bangunan-bangunan yang katanya sebagai simbol kemajuan zaman.


Tetap berjuang, untuk Indonesia yang lebih baik.  

Senin, 16 November 2015

KALITURI SENTRA JAGUNG MANIS

KALITURI SENTRA JAGUNG MANIS

Bagi masyarakat Tulungagung tak asing dengan jagung manis. Makanan ini nikmat bila disantap di musim dingin. Jagung rebus dengan rasa manis alami ini merupakan jajanan yang mudah didapat. Di pasar tradisional, di tempat wisata, atau bahkan di perempatan-perempatan jalan banyak pedagang yang menjajakan jagung manis.

Kita mungkin sering melihat pedagang jagung manis entah itu di tempat wisata, di pasar-pasar tradisional atau bahkan di perempatan – perempatan jalan. Tahukah kita para pedagang tersebut berasal dari mana?. Mungkin memang pertanyaan ini tidak penting. Tapi, kita juga perlu tahu hal remeh temeh seperti ini.

Keterangan : Jagung manis siap dijajakan

Di selatan kota Tulungagung terdapat sebuah kampung bernama Kalituri. Kampung Kalituri bagi kebanyakan orang terkenal dengan tanaman tembakaunya. Mungkin masih asing di telinga masyarakat nmengenai jagung manis. Jika kita singgah ke kampung Kalituri kita akan mengetahui bahwa mayoritas masyarakat Kalituri selain berprofesi sebagai petani juga banyak yang berprofesi sebagai pedagang jagung manis. Jika dihitung mungkin sampai 30 warga yang aktif berdagang jagung manis. Mereka setiap hari menjajakan jagung manis tersebar di daerah Tulungagung. Tidak hanya di Tulungagung bahkan ada yang sampai kota tetangga seperti Trenggalek dan Kediri.

Keteranagan : Seorang pedagang tengah melayani pelanggannya

Jagung manis yang dijual biasanya jenis Bonanza F1 dan Talenta. Kedua jenis jagung ini memiliki karakter masing-masing. Harga jagung Bonanza F1 lebih mahal sedikit daripada talenta. Kebanyakan masyarakat memang lebih menyukai jagung jenis Bonanza F1. Namun bagi masyarakat yang awam akan sangat kesulitan membedakan jenis jagung tersebut.

Harga jagung manis dipasaran sangat fluktuatif. Hal ini disebabkan suplai jagung dipasaran sangat bergantung pada petani. Ketika musim panen harga cenderung anjlok karena over produksi. Namun ketika tidak musim panen harga cenderung baik. Ada waktu dimana harga jagung cenderung naik yaitu menjelang tahun baru. Hal ini dikarenakan pada tahun baru banyak masyarakat yang memanfaatkan jagung sebagai menu sampingan dalam menyongsong pergantian tahun.

Para pedagang jaung manis biasanya juga menjajakan kedelai rebus. Kedelai rebus yang dijajakan berasal dari petani Tulungagung maupun dari luar kota seperti kediri dan Nganjuk. Harga jagung manis dan kedelai biasanya 2ribu /biji. Namun jika membeli banyak, tak tanggung-tanggung para pedagang memberikan diskon.

Sekelumit cerita mengenai jagung manis kalituri semoga menambah wawasan kita. Jangan lupa, setiap beli jagung manis  tanya ke penjualnya, “dari mana Pak?”. Mungkin jawabannya gak jauh, yaitu “ dari Kalituri”. Hehehe.....