DI
UJUNG PERJALANAN KITA
Sebuah kedai kopi di pinggiran Yogya adalah
tempat yang tepat untuk menghabiskan sebagian hari-harinya. Ditemani secangkir
kopi dan sebatang rokok yang melilit dijarinya ia terus berimajinasi. Laptop
didepannya terus menyala, dan ketukan jari pada keyboard menjadi saksi
kehidupannya. Kota besar selalu
menyajikan kehidupan yang keras. Penindasan, pengkianatan adalah hal
yang biasa dan banyak dijumpai.
Ia terus memainkan jari jemarinya diatas
keyboard. Memulai huruf demi huruf, merangkai kata demi kata untuk menjadi
sebuah kalimat utuh. Sejenak ia lepaskan tangan yang terus mengetuk keyboard.
Ia ambil sebatang rokok dan mencoba menikmatinya. Merasakan karbon monoksida
itu masuk dalam paru-paru dan jantungnya. Menggetarkan jantung dan terus
bereaksi dengan darah yang mengalir ditubuhnya. Seakan inspirasi untuk menulis
terus datang ketika kopi dan rokok dipadukan untuk menjadi teman.
***
Malam hanya dingin yang dirasakannya. Tak
ada angin dan terlihat bulan terang benderang. Ia masih dalam kondisi yang
capek karena tadi sore baru datang. Kemarin ia habiskan waktu di Yogya untuk
mengurus kuliahnya. Jam 21.00,ia duduk santai bersama teman-temannya. Hawa
dingin menyeruap lewat jendela yang tidak tertutup rapat. Menusuk ke kulit dan
menaikkan bulu roma. Tak ada kegiatan, hanya obrolan seperti biasa. Ia hubungi
pacarnya yang ada di Yogya untuk sekedar menanyakan kabar. Karena beberapa
minggu ini pacarnya sulit untuk dihubungi. Entah karena terlalu sibuk dengan
pekerjaannya atau kegiatan lain yang menyita waktunya. Ia selalu berfikir
positif ketika pacarnya sulit untuk dihubungi.
“Yang, lagi ngapain?, kok beberapa hari
ini sulit dihubungi, apa sibuk?”
Tak lama berselang, Hp nya bergetar
menandakan ada pesan masuk. Ia ambil Hp yang tergeletak disamping tempatnya
duduk.
“Mas,
sebaiknya kita sendiri-sendiri dulu ya, aku takut kamu terlalu memikirkanku
ketika aku tak bisa dihubungi”
Seketika hatinya bergemuruh, jantungnya
berdetak kencang dan ia tak dapat berbicara apa-apa. Sulit rasanya membalas sms
dari pacarnya. Ia hanya termenung dan tak mampu untuk memainkan jari jemarinya.
Ia tarik nafas dalam-dalam dan mencoba membalas sms dari pacarnya.
“Maaf yang, apa sudah dipikirkan
matang-matang”
“Iya mas, dari pada aku sulit untuk
dihubungi dan kamu kepikiran aku terus”
Dan malam itu menjadi malam kelabu. Ia
mencoba untuk menenangkan diri dengan mendengarkan lagu di laptopnya. Malam
semakin larut mengantarkan pada peraduan yang terasa menyakitkan.
***
Ia masih khusu’ memainkan jarinya diatas
keyboard. Seorang pelayanan mengantarkan pesanannya. Dengan senyum ramah
pelayan tersebut meminta izin untuk meletakkan kopi yang telah ia pesan. Ia pun
menjawab dengan anggukan. Di depan warung terdapat sebuah sekolah yang telah
berdiri puluhan tahun yang lalu. Tempat para siswa di gembleng untuk menjadi
seorang yang terdidik. Menjadi generasi penurus bangsa.
Semenjak pacarnya memutuskan hubungan
secara sepihak ia banyak menghabiskan waktu di warung kopi milik sahabatnya
itu. Sekedar mengingat masa lalu bersama pacarnya atau untuk menghabiskan waktu
pagi. Memang ia belum pernah merasakan pacaran sebelumnya. Dia adalah pacar
pertama yang telah mengisi hatinya. Dan ketika memutuskan untuk pacaran ia pun
telah berjanji dalam hati bahwa ini adalah pacaran yang pertama dan terakhir.
Memang ia sendiri menyadari bahwa ia
bukan ahli dalam pacaran. Bahkan ia tidak pernah “menembak” pacarnya waktu itu.
Memang ia seorang yang pemalu dan cintanya selalu menggebu-gebu. Ketika pertama
bertemu pacarnya ia telah menaruh hati pada pujaan hati. Ia habiskan waktu
untuk sekedar sms menanyakan kabar. Memang ia seorang yang sangat perhatian
pada pacarnya.
Sayang seribu sayang pacarnya memiliki
tipikal yang acuh. Tidak suka diperhatikan. Mungkin jarang kita temui seorang
cewek yang tidak suka diperhatikan. Namun pujaan hatinya tersebut salah satu
dari sekian cewek yang tidak suka diperhatikan.
Awal-awal pacaaran ia banyak
menghabiskan waktu untuk keluar bersama. Bahkan ia seringkali main kerumah
pacarnya. Sekedar untuk bertemu dan ngobrol. Membahas hal-hal sepele yang
mungkin tidak penting bagi kita. Namun bagi dia itu adalah obat yang mujarab
ketika kerinduan mendera.
“Yang aku mau ngomong” ia berkata
didepan kekasihnya
“Ngomong apa yang?”
“Kamu serius kan sama aku?”
Pacarnya pun diam sejenak dan tidak
menjawab.
“Kamu serius kan sama aku?”
“Ya, di jalani saja” jawabnya santai
“Oh ya yang, kalau sama aku jangan
mengharap ingin kaya atau ingin punya mobil, rumah mewah dan lain-lain”
Kekasihnya pun terkaget, dan balik
bertanya
“Emangnya kenapa yang?”
“Karena aku bukanlah tipikal orang yang
ingin punya semua itu. Aku ingin menjalani hidup itu tanpa banyak memikirkan
hal-hal yang nantinya tidak kita bawa mati. Apalah arti kita punya uang banyak,
rumah megah, dan mobil kalau hubungan kita dengan Tuhan jauh. Dan Tuhan murka
dengan ketamakan kita”
Kekasihnya pun diam dan tak menjawab
apa-apa.
***
Hubungan mereka telah menginjak usia 7
bulan, dan tak ada pertengkaran yang serius. Memang karena dia seseorang yang
cukup sabar. Ketika ada perbedaan dia mencoba mengatakannya dengan cara yang
baik. Dan ketika marah pun ia selalu mendahulukan kata maaf.
“Maaf yang, saya kurang suka dengan
caramu itu”
“Emangnya kenapa?”
“Ya kurang suka saja, kalau bisa mbok yang lain saja”
Itulah caranya dalam menyikapi
perbedaan. Kalaupun marah sampai puncak ia hanya bicara nrocos terus menerus,
namun dengan nada yang tidak terlalu tinggi. Mungkin kita yang berada
didekatnya mengira bahwa ia tidak marah.
Kadang kala ia berfikir dan merenung mengenai
sikap pacarnya yang cenderung acuh. Sedangkan dia, dia seorang yang ingin
diperhatikan terus. Mungkin inilah salah satu perbedaan yang mencolok. Namun
ada lagi yang menjadi pertimbangan dari pacarnya. Karena ia belum bekerja dan
hanya memiliki hobi menulis yang sampai sekarang tak menghasilkan uang. Mungkin
inilah yang menjadi pertimbangan pacarnya untuk memutuskan hubungan.
Ia belum bekerja dan setiap hari
menghabiskan waktu berjam-jam didepan laptop. Hobinya menulis itu dimulai
ketika ia masuk bangku kuliah. Karena kesibukan di waktu kuliah ia tak bisa
membagi waktu untuk sekedar bekerja part
time. Akhirnya sisa waktunya ia habiskan untuk menulis dan menulis.
Tulisannya tak pernah laku di media, hanya sekali masuk nominasi essay
nasional.
Walaupun sikapnya terhadap pacar sangat
lembut namun ia sebenarnya tegas dan tidak mau diatur. Ketika ia berpendirian A
maka ia akan terus berjalan pada garis A karena baginya itu adalah jalan yang
ia yakini benar. Ketika itu ia ditawari pacarnya untuk menjadi guru private untuk anak SMA, ia pun
mengiyakan walaupun dalam hatinya menolak. Ia mencoba memahami perhatian yang
diberikan pacarnya. Dan memang ia tak berbakat pada bidang itu. Akhirnya hanya
sekali ngajar ia meminta untuk mundur.
Walaupun pacarnya acuh, namun kadang
kala perhatian dan berharap ia memiliki pekerjaan. Mungkin bagi pacarnya,
bagaimana nantinya hidup dengan orang yang tidak jelas pekerjaannya. Mau diberi
makan apa keluarganya nanti. Atau mau tidur dimana nantinya dan anak-anaknya apakah
tidak membutuhkan pendidikan.
***
Kita tak pernah tau takdir Tuhan yang
sangat rahasia itu. Kita didudukkan pada takdir yang kadang kala tidak sesuai
dengan harapan kita. Mengenai arti sebuah cinta dan pengorbanan kadang tidak
sesuai dengan yang ada dalam lubuk hati kita. Tuhan berbicara pada kita
(manusia) mengenai arti sabar dan ikhlas. Dan di penghujung waktu kita akan
tahu sebenarnya Tuhan merencanakan apa terhadap manusia.
Ia pun melepaskan tangannya yang sedari
tadi berada diatas laptop. Memainkan jari jemari tiada hentinya itu. Mengambil
tas yang berada disampingnya dan membukanya. Aku tak tahu apa yang hendak dia
ambil. Tak lama berselang sebuah benda mungil kecil ia keluarkan dari tas
tersebut. Ternyata sebuah flashdisk berwarna biru. Aku masih menatap gerak
geriknya. Ia tancapkan flashdisk tersebut di laptop yang masih menyala dari
dini hari tadi.
“San, tolong print nin file yang namanya
‘di ujung perjalanan kita’”
“Baik mas “
“Setelah kamu print masukkan ke amplop
ini dan kirim ke kantor pos” sembari memberikan amplop berwarna coklat ukuran
besar
“Siap mas” sembari ku tersenyum. Namun
ia menampilkan muka yang muram.
“Ini uangnya” sambil mengeluarkan uang
sepuluh ribuan
Dan akhirnya kisah percintaannya
terabadikan pada sebuah catatan kecil yang sedari dini hari dirampungkannya di
depan laptop. Mengenai mimpi-mimpi hidup bersama, mengaruhi bahtera rumah
tangga adalah mimpi yang belum tercapai sampai kini. Dan ia masih saja duduk di
depan latop dan memainkan jari jemarinya.
Aku berjalan keluar mengambil motor
untuk segera menuntuskan amanah yang diberikannya. Ia telah banyak memberikan
arti dalam hidupku. Bahwa cinta adalah anugrah Tuhan dan cinta pada manusia
akan lenyap seiring berjalannya waktu. Tuhan lah tempat kembali dan segala
tempat untuk mencintai. Karena Cinta Tuhan tak akan mati walaupun maut kan
menjemput di hari ini. Tuhan begitu dekat karena cintaNya yang abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar