APA YANG SALAH DENGAN NEGERI INI
Entah apa yang terjadi di negeri
ini. Semua dinilai dengan angka dan serba kuantitatif. Apakah gerangan masa
depan pendidikan Indonesia. Sungguh berjalan di tempat pendidikan di negeri
ini. Banyak sarjana lulusan perguruan tinggi ternama namun masih nganggur.
Sedangkan di pelosok negeri banyak sekolah yang mulai ditinggalkan muridnya
lantaran tak ada guru yang mengajar. Mereka (baca : Guru) enggan untuk mengajar
lantaran terkendala akses yang terlau berat dan jaminan dari pemerintah yang
tak dapat diandalkan. Kini sarjana mulai mencari pekerjaan disektor lain yang
menjanjikan. Menjadi pegawai kantoran, PNS atau bahkan pegawai pabrik
multinasional yang gajinya lebih menjanjikan.
Sedangkan tuntutan dari orang tua
kepada mereka (baca : sarjana) sangat tinggi. Bahwa investasi yang
digelontorkan selama menjalani studi harus dapat kembali. Mereka menginginkan
anak-anaknya untuk mendapatkan pekerjaan yang mapan. Gaji tinggi adalah incaran
bagi orang tua mereka. Mereka tak ingin anak-anaknya yang telah lulus dari
universitas ternama sekalipun menganggur karena tak dapat pekerjaan.
Akhir-akhir ini kita disajikan
dengan banyaknnya pencari pekerjaan yang mengincar abdi Negara. Setiap tahunnya
puluhan ribu pelamar mendaftar ke berbagai instansi pemerintah demi sebuah
kursi yang katanya menjamin kehidupan dihari tua. Pegawai negeri adalah salah
satu profesi yang tengah diburu oleh para freshgraduate.
Entah bagaimanapun caranya para sarjana muda ini dapat masuk ke instansi
pemerintahan. Ada yang belajar berbulan-bulan, mengambil les private yang menjanjikan atau bahkan
mencari jalan belakang.
Harapan yang tinggi untuk diterima
di instansi pemerintahan telah gagal. Namun masih ada jalan lain. Banyak dari
mereka yang masih semangat untuk mendapatkan kursi. Alih-alihh menjadi PNS yang
digaji tinggi mereka memilih menjadi pegawai honorer di instansi pemerintahan
yang gajinya tak pasti. Banyak instansi membuka lowongan bagi freshgraduate untuk mendaftar. Memang
tak ada yang gratis di negeri ini. Lowongan pekerja honorer pun kini menjadi
bahan bancakan para pemilik kursi. Mereka terang-terangan melakukan lobi dan
jual beli kursi yang bernilai tinggi.
Kini pegawai negeri seolah
profesi yang sangat menjanjikan hingga mereka para freshgraduate pun rela merogoh kocek dalam-dalam untuk dapat
bekerja di instansi. Sungguh sebenarnya ini adalah gengsi yang tengah dihadapi.
Lulus dari universitas ternama akan malu jika tak dapat pekerjaan yang
dipandang bergengsi bagi masyarkat.
Ada yang perlu dirubah dari
mainsheet masyarakat negeri ini. Pendidikan yang mengedepankan penilaian
pribadi hingga paradigma masyarakat mengenai sarjana akhir-akhir ini.
Sebenarnya jika kita merenungkan lebih dalam bahwa yang kita kejar selama ini
adalah gengsi yang tertutup dengan topeng modernisasi. Kita harus sadar dan
mawas diri. Bangun dari sebuah peradaban yang mengatasnamakan modernisasi.
Kembali menancapkan local wisdom yang
diwarisi dari nenek moyang negeri ini. Mengenai arti penerimaan dan keluasan
hati. Mengenai arti keihlasan dalam diri. Dan bahwa pekerjaan apapun jika
dilakukan dengan sepuh hati akan mendatangkan kebahagiaan yang tak ternilai.
Hanya karena uang atau gengsi itu
adalah sebuah penyakit. Kini sudah saatnya kita bangkit dan mengatakan bahwa
kebahagian bukan diukur dari banyaknya materi, namun kebahagian diukur dari
keterbukaan dan keikhlasan dalam setiap penerimaan ini.
Salam satu hati untuk kehidupan
yang lebih baik……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar