RAHASIA TAKDIR
Sumber gambar : mhmgatsu.abatasa.co.id
Tak ada yang pernah menyangka
bahwa semua harus terjadi. Bangunan cinta yang telah tersusun di hati kini porak
poranda. Entah apa yang menjadi penyebabnya. Seakan semua serba tiba-tiba.
Mengenai canda tawa kemarin sore kini ditelan nestapa. Ia tertegun lantaran tak
percaya takdir membawanya pada sebuah penyesalan. Rasa kesal tak dapat ia
ungkapkan, hanya raut muram wajah yang terus ditunjukkan. Sementara matanya
mulai berbinar-binar ketika malam mulai menyelimuti. Dingin yang menyeruap
masuk dalam kamarnya tak ia hiraukan. Seakan dunia tak ada, hanya derita yang
terus ia rasakan.
Baru kamarin sore obrolan hangat
itu masih terjadi. mengenai kesibukan pekerjaan, planning jalan-jalan diakhir pekan bahkan mengenai masa depan
hubungan mereka. Ditemani secangkir teh hangat mereka memadu cinta di sebuah
kedai sederhana.
“Bukankah kamu yang dulu ngebet
sama aku?”
“Eh, Ge’er. Kamu ya”
“Hayo, dulu yang invite siapa?”
“Hem”sambil tersenyum. “Tapi,
kamu kan yang mulai nge BBM aku?”
“Iya, sih. Tapi kan cuman nanya
doang?”
“Iya, nanya. Kan nanyanya
terus-terusan. Jadi kan kamu yang ngebet”
Pantulan cahaya lampu kota jatuh
di permukaan sungai. Memanjakan mata untuk menikmati keindahannya. Di kedai
sederhana tersebut mereka mencurahkan semua kerinduan. Walaupun rumah mereka
dekat, namun jarang bertemu. Karena kesibukan dan untuk menjaga agar tak ada gosip
yang menyebar ketetangga. Bagaimanapun, di desa jika ada sebuah berita akan cepat
menyebar. Bagaikan hembusan angin yang mengalir tak terbendung.
***
“Mas, untuk sementara kita gak
usah pacaran dulu ya”
“Memangnya kenapa?, Ada masalah
apa kamu, kok tiba-tiba ngomong gitu?” dengan raut muka heran
“Pokoknya untuk sementara kamu
gak usah hubungin aku dulu” sembari menundukkan kepala
“Apa ada yang salah dariku?”
tanyanya lagi
“Tidak Kok, aku ingin sendiri
dulu”
Sungguh terasa sesak dadanya
mendengar apa yang baru saja di katakana pacarnya. Pagi, sebelum berangkat
mereka bertemu. Pacaranya menginginkan bertemu di sebuah jalan menuju tempatnya
kerja. Tak menyangka dia akan mendengar kabar itu. Ia tak dapat menahan
beratnya beban yang tengah dihadapi.
Tak lama berselang pacaranya
berpamitan, dan ia tak dapat berkata apa-apa. Seolah lidahnya kaku, mulutnya
ngilu tak keluar sepatah kata pun untuk membalikkan perkataan pacarnya. Beribu
pertanyaan muncul menghiasi isi kepala. Ketika di tempat kerja ia hanya termenung
dan meratapi nasib yang menimpanya. Beberapa kali ia kirimkan pesan lewat BBM
namun tak merespon. Beberapa kali ia telfon tak diangkat bahkan HPnya pun tak
aktif. Ada apa dengan dia?. Apakah ada masalah yang tengah dihadapi?. Biasanya
ia selalu cerita, namun kenapa semua ini mendadak?. Sungguh tak terduga.
***
Susah move on, itu yang tengah ia
hadapi. Walaupun sudah satu bulan sejak kejadian di pagi hari itu belum ada kejelasan.
Ia tak berani nyamperin kerumahnya lantaran takut dengan orang tua dan
tetangganya. Sudah berpuluh bahkan beratus kali ia mengirimkan pesan singkat
lewat BBM ataupun SMS namun tak pernah ada respon.
“Sudahlah Rus, jangan terlalu di
ratapi” Bima mencoba menenangkannya
“Bagaima bisa Bim. Semua tak ada
kejelasan. Semua serba mendadak”
“Iya, tapi apakah dengan meratapi
semua itu akan menyelesaikan masalah”
“Sudahlah jangan kau
menasihatiku” dengan wajah kesal
“Hem, dulu aku pernah merasakan
apa yang pernah kamu rasakan. Ditinggal kekasih dan semua terasa pahit. Namun
aku merenung, apakah aku terus begini?. Duduk dan meratapi nasib yang tak
pasti. Sedangkan mantanku kini sudah menjalin hubungan dengan cewek lain.
Bukankan aku yang kalah kalau aku terus meratapinya. Bukankah cewek didunia ini
banyak.
Biarkan lah ia Rus, bangkitlah.
Dengan kau bangkit dan menunjukkan bahwa kau bisa bangkit. Suatu saat nanti ia
akan menyesal. Tunjukkan pada dirinya bahwa kau bisa. Tunjukkan bahwa kau
lelaki yang sukses dan patut dijadikan pemimpin bagi seorang wanita. Lelaki
yang tanggung jawab dan berani berkorban lebih dari yang ia pikirkan”
Sejenak ia terdiam. “Hem, betul
juga saranmu Bim”.
“Ingat sebentar lagi haflah
akhirussaanah. Bagaimana hafalanmu?” Tanya Bima
“Hem, kurang dikit Bim”
“Cepat di selesain semua”
***
Waktu terasa sangat cepat. Kini
ia telah bangkit dari semua permasalahan itu. Mengenai sang mantan sudah ia
lupakan jauh-jauh. Hafalan nadhom alfiah telah mengantarkannya mengkatamkan
kitab Alfiah Ibnu Malik. Masa lalu yang suram telah ia pendam. Hanya lautan
ilmu dan fokus pada pekerjaan menjadi prioritas utama. Mengenai wanita, ia tak
begitu memikirkannya.
Sudah setahun semua itu berlalu.
Kini ia telah mendapatkan pekerjaan yang mapan. Menjadi wiraswasta adalah jalan
hidupnya. Ekonominya sudah cukupan. Suatu siang ia singgah ke masjid Pondok tempat
ia menimba ilmu. Tak terduga Mbah Kyai mengetahui dan memanggilnya. Setelah
sholat dhuhur ia diminta untuk ke rumah Mbah Kyai. Ia bingung jarang sekali
Mbah Kyia memanggilnya. Ada apa ini?.
“Kang, sekarang kerjanya lancar?”
“Alhamdulillah Kyai”
“Sudah punya calon belum?”
“Untuk sementara belum” jawabnya
sedikit grogi
“Ada seorang sahabat yang meminta
dicarikan jodoh untuk anaknya dari santri sini. Apakah kamu siap?”
“hemm” Ia terdiam dan bingung
“InsyaAlloh siap Kyai”
“Besok habis sholat ashar saya
tunggu di dalem”
“Baik Kyai”
Entah angin apa yang membawanya
menjawab iya dengan tegas. Seorang santri memang selalu mematuhi apa yang
diperintahkan oleh Kyai nya. Entah disuruhh apa, pokoknya dijalankan. Ini
adalah putusan terberat yang ia ambil. Besok semua di pertemukan. Ia tak pernah
melihat sosok wanita yang ditawarkan oleh Kyai nya. Namun kepasrahan akan
pilihan Kyai nya adalah kunci.
***
Hari itu pun tiba. Terlihat
didalam rumah Kyai ada beberapa orang yang tengah menunggu. Sementara ia dan
keluarga memasuki dalem. Ia pun langsung sungkem ke Kyai. Mencium tangannya
untuk mengharapkan berkah dan restu dari sebuah pilihan yang berat ini. Mereka
duduk berseberangan. Kyai dan Bu Nyai berada di tengah. Beberapa saat Kyai
membuka acara dan menjelaskannya.
“Nak Rus, ini calon yang Kyai
maksud kemarin. Apakah Nak Rus setuju?”
Ia mendongakkan kepala dan
melihat sosok calon yang ditawarkan oleh Kyai. Sungguh terkaget dan tak bisa
berkata apa-apa. Seorang yang di jodoohkan oleh Kyai dengan dirinya adalah
mantan kekasihhnya. Entah, takdir begitu hebatnya memainkan semua ini. Penuh
rahasia dan makna. Manusia tak dapat menjangkaunya dengan akal dan logika.
“Saya setuju Kyai”
***
Pesta pernikahan itu berlangsung
sederhana. Semua berjalan lancar sesuai rencana. Kerabat semua datang
memanjatkan doa untuk mereka berdua. Malam sudah semakin larut. Namun mereka
berdua masih terjaga. Menyaksikan bulan yang benderang menerangi jagad raya.
Ribuan bintang berkerlip seakan tersenyum dan memanjatkan doa untuk pernikahan
mereka.
“Kenapa dulu kamu gak jelasin ke
aku?”
“Waktu itu aku bingung Mas”
“Bingung kenapa?”
“Ibu memintaku untuk pindah ke
rumah kakek dan melanjutkan mondok disana”
“Terus kok kamu mau dijodohkan?”
“Tak ada pilihan lain bagi
seorang anak perempuan selain patuh terhadap orang tua. Ibu selalu menginginkan
untuk mendapatkan menantu dari santri pondok. Dan semua terasa berat”
“Memang, Tuhan memiliki sekenario
yang begitu indah ya” sembari mentap langit diluar sana
“Iya Mas” ia memegang tangan Rus
dengan begitu hangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar