JURNAL
PRAKTIKUM OSEANOGRAFI
Oleh :
NAMA : ROBIN
NIM : 09/283398/PN/11661
PRODI : BUDIDAYA PERIKANAN
ASISTEN LAPORAN:
Nurlita Fadhila
LABORATORIUM EKOLOGI PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
JURNAL PRAKTIKUM OSEANOGRAFI
Robin
09/283398/PN/11661
Budidaya Perairan
INTISARI
Laut merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik dari sektor, penangkapan, budidaya, konservasi, mineral, eksploitasi energi, pariwisata, hingga transportasi. Lingkungan laut bersifat dinamis atau selalu berubah. Lingkungan laut yang bersifat dinamis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fisika, kimia, dan biologi. Tujuan pengamatan oseanografi di pantai Sundak (stasiun 1) dan pantai Ngandong (stasiun 2) untuk mengetahui keadaan lingkungan pantai tersebut dilihat dari keadaan fisik, kimia, dan biologi. Parameter fisik yang diamati dalam praktikum meliputi kemiringan pantai, pasang surut, kecepatan angin, arah angin, gelombang, suhu air dan suhu udara. Parameter kimia yang diamati meiliputi DO,CO2, alkalinitas, salinitas, pH dan TSS. Parameter DO,CO2 dan alkalinitas dapat diketahui menggunakan metode Winkler.Parameter biologi yang diamatai adalah densitas dan diversitas plankton. Pengukuran nilai parameter-parameter tersebut ada yang langsung dilakukan di lokasi praktikum dan ada yang dilakukan di laboratorium. Praktikum oseanografi ini dilaksanakan selama 24 jam pada tanggal 6 hingga 7 Mei di Pantai Sundak dan Pantai Ngandong Gunung Kidul Yogyakarta. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data yang menunjukkan bahwa kondisi parameter perairan laut berfluktusi baik pada stasiun 1 maupun stasiun 2. Jangkauan pasang surut tertinggi di pantai ini mencapai 110 hingga 230 cm. salinitas air sangat fluktuatif yaitu berkisar 16 hingga 33 ‰. Kadar DO dari pengamatan masih normal yaitu berkisar 1,3 hingga 7 ppm. Kesimpulan dari berbagai data parameter yang diambil menunjukkan kondisi kualitas air maupun kondisi perairan Pantai Sundak dan Ngandong masih tergolong baik.
Kata kunci : gelombang, pantai, pasang, salinitas, surut
PENDAHULUAN
Laut merupakan suatu tempat yang mengandung berbagai sumber alam yang sangat penting untuk kehidupa manusia. Laut memberikan banyak manfaat bagi manusia sebagai sarana perhubungan dari satu tempat ke tempat lain maupun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika pengelolaan sumberdaya alam yang ada dilaut dilakukan dengan baik maka bukan tidak mungkin masyarakat pesisir kehidupannya akan layak. Efisiensi dan efektifitas dalam mengelola sumberdaya alam yang ada dilaut akan sangat tergantung kepada pengetahuan dan pengertian tentang lautan itu sendiri. Pengetahuan tentang lautan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada dilaut dengan baik.
Oseanografi diartikan secara sederhana sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang lautan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oseanografi ini merupakan ilmu perpaduan dari bermacam-macam ilmu dasar seperti ilmu tanah (geologi), ilmu bumi (geografi), dan ilmu iklim (Hutabarat dan Evans ,2000). Banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan di laut seperti fisik, kimia dan biologi (Romimohtarto 2001). Perairan Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia berada dalam suatu sistem pola angin yang disebut sistem angin muson. Angin muson ini terjadi karena perbedaan tekanan udara antara daratan Asia dan Australia. Pola angin muson ini akan mempengaruhi arus di perairan Indonesia. Ketika terjadi musim barat, pola arus permukaan perairan Indonesia akan menunjukkan arus bergerak dari Laut Cina Selatan menuju Laut Jawa. Diperairan Laut Jawa, arus akan bergerak ke Laut Flores sampai Laut Banda. Sedangkan ketika terjadi Muson Tenggara, arah arus sepenuhnya berbalik arah menuju ke barat yang akhirnya akan menuju ke Laut Cina Selatan. Arus yang terjadi diperairan Indonesia selama Muson Tenggara umumnya lebih kuat dari pada di Muson Barat Laut. (Wyrtki, 1961). Pergantian musim mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap kondisi hidrologi perairan (Schalk,1987). Suhu perairan Indonesia pada dasarnya berkisar antara 25 – 30 oC dan akan menurun satu atau dua derajat dengan kedalamannya meningkat hingga 80 db, sedangkan salinitas permukaan laut berkisar antara 31,2 – 34,5 ‰ (Tomascik et al. 1997 a).
Tujuan dari praktikum oseanografi adalah untuk mengetahui beberapa faktor fisik, kimia dan biologi laut khususnya di daerah pantai selatan. Pengetahuan yang didapat ini nantinya akan diharapkan memberikan informasi yang lebih dalam pemanfaatan laut khususnya pantai selatan. Selain itu pengetahuan ini nantinya dapat dijadikan rujukan ataupun penelitian lebih lanjut mengenai berbagia aspek dan fenomena yang terjadi di pantai selatan.
METODOLOGI
Lokasi yang digunakan dalam praktikum oseanografi adalah di laut selatan tepatnya di pantai Sundak dan pantai Ngandong. Praktikum dilakukan dipantai Sundak dan pantai Ngandong mengingat letaknya yang dekat dan strategis. Pelaksanaan praktikum oseanografi ini pada hari jum’at sampai sabtu tanggal 7-8 Mei 2011. Pelaksanaan ini mengingat pada tanggal itu laut sedang mengalami pasang surut yang sangat signifikan sehingga dapat diketahui dengan baik dan arusnya pun cukup baik.
Ada tiga parameter yang diambil dalam praktikum ini yaitu parameter fisik, kimia, dan biologi. Hasil pengamatan mengenai ketiga parameter ini nantinya dapat diharapkan mengetahui keadaan perairan tersebut. Parameter fisik yang diukur dalam praktikum oseanografi ini meliputi pengukuran suhu air, suhu udara, pasang surut, arah angin, dan kecepatan angin. Parameter kimia yang diukur meliputi pH, oksigen terlarut (DO), karbondioksida bebas CO2), salinitas, TSS, dan alkalinitas. Parameter biologi yang diukur adalah plankton dan larva ikan.
Pengukuran parameter fisik seperti suhu air suhu udara dilakukan dengan menggunakan termometer. Kecepatan angin dapat diketahui dengan menggunakan alat anemometer. Dengan megaktifkan anemometer dan menghadapkannya kearah angin datang nantinya dapat diketahui skala kecepatan angin yang ditunjukkan di alat. Arah angin dapat diketahui dengan memegang slyer dan membiarkannya sehingga arah angin dapat dengan mudah diketahui. Pengukuran pasang surut dilakukan dengan menggunakan dua tiang pipa yang telah diikat dengan tambang yang berukuran 30 meter. Tiang yang satu ditancapkan di bibir pantai, sedangkan tiang yang lain di taruh kelaut sampai kencang. Setelah itu menancapkannya di perairan kemudian mengukur tinggi permukaan.
Pengukuran parameter kimia seperti oksigen terlarut (DO), karbondioksida bebas (CO2), dan alkalinitas dilakukan langsung di tempat dengan menggunakan metode Winkler. Pengukuran kandungan oksigen dilakukan dengan titrasi . Sampel air di titrasi dengan menggunakan Na2S2O3. Hasil titran dihitung dengan menggunakan rumus :
Oksigen terlarut = 1000 x a x f x 0,1 mg O2/liter
50
a : banyaknya titran (Na2S2O3) yang digunakan
f : faktor koreksi titran (± 1)
1 ml 1/80 N Na2S2O3 = 0,1 mg O2/liter
Karbondioksida dapat diketahui dengan melakukan titrasi. Sampel yang telah diambil di beri indikator PP, Jika warnanya rosse berarti CO2 nol sehingga tidak memerlukan titrasi. Jika berwarna (berarti terdapat CO2) maka di titrasi dengan NaOH sampai berwarna rosse, mencatat banyaknya titran ( a ml). Rumus yang digunakan untuk menghiung kadar CO2 adalah
Kadar CO2 bebas = 1000 x a x f x 1 mg CO2/liter
50
1 ml 1/44 N NaOH = 1 mg CO2/liter
Seperti halnya karbondioksida, alaklinitas dapat diktahui dengan melakukan titrasi. Jika sampel di beri indikator PP warnanya rosse di titrasi dengan 0,02 N H2SO4 sampai warnanya hilang dan mencatat banyaknya titran (a ml), kemudian menambahkan indikator MO sebanyak tiga tetes kemudian mentitrasi sampai berubah warna merah bata, mencatat banyaknya titran ( b ml). Rumus perhitungan alkalinitas adalah sebagai berikut:
Alkalinitas PP (mg/liter CaCO) = a x N x 50 x 1000
Sampel air
Alkalinitas total (mg/liter CaCo3) = (a + b) x N x 50 x 1000
Sampel air
Salinitas dan pH dapat diukur di laboratorium. Salinitas dapat diketahui dengan menggunakana alat Refraktometer. Sampel air laut diteteskan di alat kemudian ditutup dan diamati menghadap cahaya. Hasilnya akan ditunjukkan pada skala yang ada. pH dapat diketahui dengan menggunakan alat yaitu pH meter. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan ujung pH meter kedalam sampel air. Hasilnya akan ditunjukkan oleh alat tersebut.
Nilai TSS (Total Suspended Solid) diketahui dengan menyaring air sampel dengan menggunakan kertas saring. Nilai TSS ditunjukkan dengan perbedaan antara berat awal kertas saring dengan berat akhir kertas saring setelah digunakan untuk menyaring air sampel dan dikeringkan. Rumus yang digunakan adalah:
TSS = (berat awal kertas saring – berat akhir kertas saring) x 10 x 100 mg/L.
Parameter biologi yang diamati adalah plankton dan larva. Pengamatan plankton dan larva dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan mikroskop. Sampel air yang telah diberi alkohol 70% diteteskan ke dalam SR sampai penuh. Kemudian mengamatinya dengan mengunakan mikroskop. Hasil plankton atau larva yang diamati dicocokkan dengan buku petunjuk. Kepadatan plankton dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kepadatan plankton (organisme/liter) = X x 50 x 566,5 x 1,33 x 1000
Vol SR x 10.000
Luas bidang pandang = 3,14 x r2 = 1,766 mm2
R2 = jari-jari pandang mikroskop = 0,75 mm
1 SR = 1 ml air konsentrasi
= 1000 views = 566,5 views
X = Rata-rata jumlah plankton
Volume air yang dipadatkan dalam botol = 5Faktor koreksi = 1,33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Data parameter fisik stasiun 1 (Pantai Sundak)
No Jam Fisik
Suhu Udara Suhu Air Pasut Gelombang Kecepatan Arah angin
(0C ) (0C ) cm f T Angin (m/s)
1 16.00 25 27 3,6 0,13 7,69 3,23 Utara
2 17.00 26 28 0 0,28 3,57 3,67 Timur Laut
3 18.00 25 28 1 0,2 5,00 4,05 Timur Laut
4 19.00 27 27 3,5 0,13 7,69 1,58 Timur Laut
5 20.00 24 26 5 0,2 5,00 0 -
6 21.00 24 27 45 0,18 5,56 1 Utara
7 22.00 24,5 28,5 60 0,2 5,00 0,42 Selatan
8 23.00 24 29 43,5 0,42 2,38 0 -
9 24.00 23 28 78 0,12 8,33 0 -
10 01.00 23 27 25 0,11 9,09 0,08 Utara
11 02.00 24 29 0 0,05 20,00 0,27 Utara
12 03.00 24 29 0 0,15 6,67 0,42 Utara
13 04.00 24 28 0 0,16 6,25 0 -
14 05.00 24 28 0 0,12 8,33 5 Utara
15 06.00 24 27 20 0,08 12,05 0 -
16 07.00 25 29 23 0,15 6,67 0,167 Barat Daya
17 08.00 26 29 80 0,12 8,33 0 -
18 09.00 30 28 110,3 0,37 2,70 0 -
19 10.00 32 29 149 0,13 7,69 0 -
20 11.00 29,5 30 104 0,1 10,00 1,56 Selatan
21 12.00 31 30 64 0,13 7,69 0,72 Selatan
22 13.00 29 30 40 0,17 5,88 0,38 Selatan
23 14.00 28 30 20 0,08 12,05 0 Barat Laut
24 15.00 28 30 15 0,13 7,69 0,48 Barat Daya
Tabel 2. Data parameter kimia dan biologi stasiun 1 (Pantai Sundak)
No Jam Kimia Biologi
DO CO2 Alkalinitas pH Salinitas TSS Densitas Diversitas
(mg/L) (mg/L) (mg/L) ‰ (mg/L) Plankton (ind/L) Plankton
1 16.00 2.32 0 100.8 6.8 30 1.367 182.5 1.56
2 17.00
3 18.00
4 19.00 2.2 0 111.4 6.9 32 1.323 340 1.96
5 20.00
6 21.00
7 22.00 7 18 126.4 6.9 33 1.266 92.5 1.698
8 23.00
9 24.00
10 01.00 3.2 13.6 70.6 6.8 31 1.302 12.5 2.322
11 02.00
12 03.00
13 04.00 2.18 27 86 6.9 32 1.274 67.5 0.918
14 05.00
15 06.00
16 07.00 5.66 0 116 6.8 33 0.888 110 1,082
17 08.00
18 09.00
19 10.00 2.3 0 120.4 6.9 33 1.008 182.5 2.159
20 11.00
21 12.00
22 13.00 3.7 0 98 6.9 31 1.468 855 1.708
23 14.00
24 15.00
Tabel 3. Data parameter fisik stasiun 2 (Pantai Ngandong)
No Jam Fisik
Suhu Udara Suhu Air Pasut Gelombang Kecepatan Arah angin
(0C ) (0C ) cm f T Angin (m/s)
1 16.00 28 27 0 0,18 5,46 2,016 Barat Daya
2 17.00 28 28,5 0 0,17 5,88 4,6 Barat
3 18.00 27 28,5 80 0,17 5,88 1,73 Barat Daya
4 19.00 28 27 57 0,48 2,08 2,85 Timur
5 20.00 26 28 88 0,18 5,56 0,05 Timur
6 21.00 26 29 120 0,16 6,25 0,683 Tenggara
7 22.00 24 26 132 0,13 7,69 0,43 Tenggara
8 23.00 25 26 122 0,17 5,88 0,67 Utara
9 24.00 24 26 30 0,12 8,33 0,15 Timur Laut
10 01.00 23 27 100 0,18 5,56 1 Barat
11 02.00 24 28,5 110 0,13 7,69 0,68 Timur
12 03.00 22 26,5 63 0,65 1,54 0,11 Timur Laut
13 04.00 22,5 28 47 0,1 10,00 0,83 Tenggara
14 05.00 23 26 90 0,08 12,05 0,15 Utara
15 06.00 23 28 93 0,13 7,69 0,12 Timur Laut
16 07.00 24 29 113 0,2 5,00 0,083 Barat
17 08.00 27 29 40 0,12 8,33 0,042 Barat Daya
18 09.00 27 28 150 0,22 4,55 12 Barat
19 10.00 29 29 190 0,1 10,00 1,67 Tenggara
20 11.00 29 29 230 0,13 7,52 2,22 Barat Laut
21 12.00 26 29 230 0,1 10,00 0,53 Utara
22 13.00 23 26 90 0,83 1,20 0,15 Utara
23 14.00 28 30 130 0,1 10,00 0,55 Utara
24 15.00 29 27,5 46 0,07 14,93 0,95 Timur Laut
Tabel 4. Data parameter kimia dan biologi stasiun 2 (Pantai Ngandong)
No Jam Kimia Biologi
DO CO2 Alkalinitas pH Salinitas TSS Densitas Diversitas
(mg/L) (mg/L) (mg/L) ‰ (mg/L) Plankton (ind/L) Plankton
1 16.00 6.2 0 106.8 7 20 0.771
2 17.00 582.5 1.686
3 18.00
4 19.00 5.1 16 220 6.9 16 0.49
5 20.00 867.5 2.227
6 21.00
7 22.00 3.28 7.2 129.6 6.9 31 0.856
8 23.00 987.5 1.381
9 24.00
10 01.00 5.2 12 124 6.9 30 1.33
11 02.00 122.5 1.586
12 03.00
13 04.00 2.28 8 148 6.8 28 0.749
14 05.00 22.5 1.88
15 06.00
16 07.00 1.3 0 93.6 6.7 29 1.215
17 08.00 117.5 2.091
18 09.00
19 10.00 6.68 30 128 6.8 32 1.286
20 11.00 222.5 1.38
21 12.00
22 13.00 1.64 0 129.2 7.2 32 1.372
23 14.00 80 1.6
24 15.00
PEMBAHASAN
A. Parameter Fisik
a. Suhu udara
Grafik 1. Grafik hasil pengamatan suhu udara vs waktu
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan suhu udara tertinggi adalah 32oC dan suhu udara terendah adalah 22,5oC. Suhu tertinggi terjadi pada pukul 10.00 dan 12.00 pada stasiun 1 dan pada pukul 10.00 dan 11.00 pada stasiun 2. Hal ini dikarenakan pada siang hari posisi matahari berada tepat vertikal sehingga suhunya akan naik drastis. Selain itu, penyinaran matahari yang cukup lama akan mempengaruhi suhu udara karena semakin lama penyinaran maka akan semakin banyak kalor (panas) yang akan terakumulasi di udara. Suhu tertinggi ini juga didukung dengan sedikitnya pohon-pohon rindang atau mempunyai kanopi yang lebar. Kanopi pohon-pohon ini akan banyak mempengaruhi suhu udara karena udara dapat dengan mudah naik ataupun turun. Faktor alam turut mempengaruhi tinggi rendahnya suhu udara, seperti jika terjadi mendung maka suhu udara akan menurun, begitu juga sebaliknya. Angin juga berpengaruh pada pengukuran suhu udara, dimana jika angin yang berhembus cukup kencang maka suhu akan menurun. Adapun suhu terendah terjadi pada pukul 24.00 dan 01.00 pada stasiun 1 dan pukul 03.00 – 04.00 pada stasiun 2. Pada dini hari, udara sudah lama tidak mengalami penyinaran oleh matahari sehingga suhu udara menjadi menurun. Selain itu pada dini hari angin yang dihembuskan cukup kencang sehingga mempengaruhi penurunan suhu udara.
Fluktuasi suhu udara selama 24 jam terlihat dengan jelas pada grafik diatas Suhu udara naik secaraperlahan sejak pukul 06.00 dengan adanya sinar matahari sebagai sumber panas utama di bumi setelah udara mengalami suatu tingkat terendah. Suhu tertinggi terjadi pada siang hari ketika posisi matahari berada tepat vertikal dengan bumi dan matahari telah bersinar dengan waktu yang lama dengan intensitas cahaya yang semakin meningkat. Suhu udara berangsur-angsur turun ketika sore disertai matahari semakin menurun dan sudut penyinaran yang semakin kecil. Suhu udara terendah terjadi pada subuh hari ketika udara telah lama tidak menerima pancaran sinar matahari.
b. Suhu Air
Grafik 2. Grafik hasil pengamatan suhu air vs waktu
Hasil pengukuran suhu air didapat suhu tertinggi adalah 30oC pada stasiun 1 maupun pada stasiun 2. Sedangkan suhu air terendah adalah 26oC pada stasiun 1 maupun stasiun 2. Suhu air tertinggi yang dicapai distasiun 1 terjadi pada pukul 11.00 – 15.00 dan pada stasiun 2 pada pukul 14.00 ketika air telah mendapatkan penyinaran matahari dalam waktu yang cukup lama, yaitu sejak pagi hari. Akumulasi panas selama penyinaran matahari yang terjadi dari pagi hingga siang mengakibatkan suhu air naik. Tinggi rendahnya suhu perairan ini juga dipengaruhi oleh pepohonan yang berada di sekitar perairan. Ketika pepohonan disekitar perairan banyak, maka akan menghalangi sinar matahari masuk keperairan sehingga suhu air akan menurun. Suhu terendah terjadi pada pukul 20.00 pada stasiun 1 dan pada pukul 22.00, 23.00, dan 05.00 pada stasiun 2. Hal ini terjadi karena pada malam hari sinar matahari tak lagi menyinari, sehingga perairan menjadi lebih dingin. Tidak hanya itu saja, suhu air juga dipengaruh oleh musim, lintang, ketinggian, waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air (Effendi, 2003).
Fluktuasi suhu air yang terjadi lebih stabil dari pada suhu udara, hal ini dikarenakan air memiliki kapasitas kalor yang lebih tinggi dari pada udara. Dengan begitu, air akan memerlukan kalor (panas) yang lebih tinggi untuk menaikkan suhu. Seperti yang terjadi pada suhu udara,terlihat perubahan suhu yang cepat antar waktu. Berbeda halnya dengan perubahan suhu air. Suhu air berubah berangsur-angsur dengan berjalannya waktu dan perubahannya tidak signifikan. Suhu air naik secara berangsur-angsur dimulai pada pagi hingga siang menjelang sore dengan munculnya matahari yang memancarkan panas ke perairan. Setelah itu, suhu air akan secara bertahap turun hingga pada puncak penurunan terendah pada dini hari.
c. Pasang Surut
Grafik 3. Grafik hasil pengamatan pasang surut vs waktu
Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pasang tertinggi stasiun 1 terjadi pada pukul 10.00, yaitu dengan ketinggian 149 cm dan pada stasiun 2 pasang tertinggi terjadi pada pukul 11.00-12.00 dengan ketinggian 230 cm. Sedangkan surut terendah stasiun 1 terjadi pada pukul 02.00-05.00 dengan ketinggian 0 cm dan pada stasiun 2 surut terendah terjadi pada pukul 16.00-17.00 dengan ketinggian 0 cm. Pasang tertinggi terjadi ketika resultan gaya gravitasi benda-benda luar angkasa seperti bulan mengarah ke atas atau menjauhi bumi akibatnya massa air akan naik karena adanya gaya tarik bulan. Sedangkan surut terendah terjadi ketika resultan gaya gravitasi benda-benda luar angkasa mengarah ke bawah atau masuk ke bumi akibatnya massa air akan turun karena banyak tertarik oleh resultan gaya gravitasi tersebut (Supangat dan Susanna, 1999)
Pasang dan surut pada stasiun 1 dan 2 mengalami fluktuasi yang hampir sama waktunya. Permukaan air laut pada pukul 16.00 – 17.00 adalah permukaan laut yang reratanya paling rendah. Kemudian akan mulai naik pada pukul 21.00 – 24.00 dan akan turun kembali hingga mencapai titik terendah pada pukul 02.00 – 05.00. Permukaan air laut akan naik kembali dan mencapai titik tertinggi pada pukul 09.00 – 12.00. Dengan demikian dapat dilihat bahwa pada perairan laut terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut dalam 1 hari dan kejadian ini biasa disebut pasang-surut diurnal.
d. Frekuensi Gelombang
Grafik 4. Grafik hasil pengamatan frekuensi gelombang vs waktu
Frekuensi gelombang adalah banyaknya gelombang per satuan waktu (dalam pengamatan 60 detik). Frekuensi gelombang yang terjadi pada kedua stasiun sangat beragam dan fluktuatif. Frekuensi tertinggi di stasiun 1 terjadi pada pukul 23.00 dengan nilai teramati sebesar 0,42 gel/s dan di stasiun 2 pada pukul 13.00 dengan nilai teramati sebesar 0,83 gel/s . Frekuensi gelombang sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin dan arah angin. Angin yang berhembus sangat kencang akan meyebabkan terjadinya gelombang yang cepat dan besar. Selain dipengaruhi oleh angin,gelombang juga dipengaruhi oleh kontur atau topografi dasar perairan. Ketika terjadi surut, gelombang akan melalui tinggi air yang kecil dan daerah yang lebih panjang dibandingkan pada waktu terjadi pasang. Gelombang akan mengalami gesekan dengan dasar pantai yang dipenuhi batuan karang, hal ini tentunya menghambat kecepatan gelombang sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk sampai ke pantai. Lintasan yang panjang akan mengakibatkan ombak mempunyai kesempatan lebih lama dalam bentuknya sebagai gelombang. Gelombang dan angin akan mempengaruhi perubahan bentuk pantai dan struktur pantai. Semakin banyak gelombang yang terjadi di perairan maka proses perubahan bentuk pantai juga semakin cepat. Gelombang pada dasarnya mulai bergesekan dengan dasar laut ketika mendekati pantai disertai dengan terjadinya turbulensi yang membawa material dari dasar laut atau menyebabkan terkikisnya bukut-bukit pasir di pantai. Angin yang terjadi bersamaan dengan terjadinya gelombang nantinya akan akan membawa atau menyapu pasir dibibir pantai sehingga akan membentuk gurun pasir.
e. Periode Gelombang
Grafik 5. Grafik hasil pengamatan periode gelombang vs waktu
Periode gelombang dapat didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan satu gelombang mulai dari terbentuknya puncak gelombang hingga pecah. Hasil pengamatan menunjukkan periode gelombang tertinggi pada stasiun 1 sebesar 20,00 detik/gelombang yang terjadi pada pukul 02.00 dan pada stasiun 2 didapat sebesar 14,93 detik/gelombang pada pukul 15.00. Tingginya periode gelombang disebabkan oleh kecepatan angin pada jam tersebut rendah sehingga gelombang pecah lebih lama, selain itu juga dipengaruhi oleh frekuensi gelombang yang kecil karena hubungan antara frekuensi gelombang dan periode gelombang adalah berbanding terbalik. Periode gelombang terendah terjadi pada stasiun 1 sebesar 2,38 detik/gelombang yang terjadi pada pukul 23.00 dan pada stasiun 2 tercatat sebesar 1,20 detik/gelombang terjadi pada pukul 13.00, hal ini disebabkan angin yang bertiup sangat kencang sehingga gerakan gelombang mulai dari terbentuknya puncak hingga pecah bergerak lebih cepat. Periode gelombang dapat juga dipengaruhi oleh kekuatan hembusan angin pada permukaan perairan. Menurut Raharjo (2000) jika hembusan angin kencang maka waktu yang diperlukan untuk membentuk satu gelombang akan sedikit
f. Kecepatan Angin
Grafik 6. Grafik hasil pengamatan kecepatan angin vs waktu
Grafik diatas menunjukkan kecepatan angin tertinggi pada stasiun 1 adalah 5 m/s terjadi pada pukul 05.00 sedangkan pada stasiun 2 teramati 12 m/s terjadi pada pukul 09.00. Kecepatan angin terendah di stasiun 1 adalah 0m/s yang terjadi pada pukul 20.00, 23.00, 24.00, 04.00, 06.00, 08.00, 09.00, 10.00 dan 14.00 dan di stasiun 2 adalah 0,042 m/s yang terjadi pada pukul 08.00. terjadinya angin disebabkan oleh adanya perbedaan shu. Angin akan terjadi dan bertiup dari tempat bersuhu tinggi menuju tempat bersuhu rendah. Angin banyak bertiup kencang pada siang, hal ini mengingat pada siang hari terdapat perbedaan suhu yang tinggi. Ketika pada pagi hari perbedaan suhu yang terjadi tidak terlalu tinggi dan mengakibatkan angin bertiup pelan atau bahkan tidak sama sekali.
Kecepatan angin ini sangat dipengaruhi oleh suhu udara yang berada di atas daratan maupun di lautan. Pengaruh yang terjadi pada daratan akan menaikkan suhu pada siang hari dan laut akan menaikkan suhu pada malam hari. Pengaruh ini dikarenakan sifat daratan yang lebih cepat menerima, menyimpan ataupun melepaskan panas dibandingkan lautan. Pada siang hari didaratan akan terjadi kenaikan suhu yang lebih cepat dibandingkan dilautan. Terjadinya kenaikan suhu yang cepat ini akan mengakibatkan udara di atas daratan lebih memuai sehingga ringan dan terangkat ke atas. Tekanan udara rendah di atas daratan digantikan oleh udara di atas lautan yang lebih dingin. Ketika malam hari ternyata daratan lebih cepat dingin dibanding lautan, hal ini dikarenakan kecepatan angin yang lebih kuat pada malam hari yang berhembus dari laut ke darat (Anonim, 2011).
B. Parameter Kimia
a. Oksigen Terlarut
Grafik 7. Grafik hasil pengamatan DO (dissolved oxygen) vs waktu
Kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) adalah jumlah gas yang terlarut dalam suatu perairan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa oksigen terlarut yang terdapat pada stasiun 1 berkisar antara 2,18–7 ppm, oksigen terlarut tertinggi sebesar 6.9 ppm terjadi pada pukul 22.00 WIB dan terendah sebesar 2 ppm pada pukul 00.00 WIB. Hasil pengamatan pada staiun 2 kadar oksigen terlarut tertinggi adalah 6.68 ppm terjadi pada pukul 10.00 WIB dan kadar oksigen terendah adalah sebesar 1.3 ppm pada pukul 07.00 WIB. Oksigen terlarut yang tinggi terjadi pada siang hari dan dipengaruhi oleh adanya sinar matahari yang masuk keperairan sehingga digunakan oleh organisme air khususnya fitoplankton untuk proses fotosintesis yang akan menghasilkan oksigen. Frekuensi gelombang dapat mempengaruhi kadar DO. Semakin banyak gelombang yang terjadi diperairan dan terhempas ke pantai maka semakin banyak pula oksigen yang terikat oleh air. Karena gelombang ini akan membantu mengaduk material yang ada di perairan. Ketika pukul 00.00 WIB oksigen terlarut sangat rendah karena pada siang harinya terjadi banyak fotosintesis diperairan sementara organisme yang ada tetap melakukan respirasi akibatnya kadar oksigennya berkurang pada malam hari. Ketika malam hari tidak ada sinar matahari, sehingga organisme perairan tidak dapat melakukan proses fotosintesis dan mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Selain itu dapat juga disebabkan oleh adanya proses-proses penguraian bahan anorganik menjadi bahan organik yang menggunakan oksigen. Sehingga oksigen perairan menjadi berkurang ketika malam hari. Selain itu kadar oksigen di perairan dipengaruhi oleh tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi, dan tekanan atmosfer (Effendi, 2003)
b. Karbondioksida Bebas
Grafik 8. Grafik hasil pengamatan CO2 bebas vs waktu
Hasil pengamatan kadar karbondioksida bebas pada stasiun 1 didapatkan hasil tertinggi sebesar 27 ppm pada pukul 04.00 WIB dan terendah sebesar 0 ppm pada pukul 16.00 , 19.00 , 07.00 , 10.00 , 12.00. Hasil pengamtan pada stasiun 2 kadar karbonoksida tertinggi sebesar 30 ppm pada pukul 10.00 WIB sedangkan terendah sebesar 0 ppm terjadi pada pukul 16.00 , 07.00 , 13.00. Kadar karbondioksida bebas di suatu perairan berhubungan erat dengan kadar oksigen terlarut. Hubungan keduanya biasanya bersifat berbanding terbalik. Sehingga kadar karbondioksida ini sangat dipengaruhi oleh adanya suhu, alkanitas, maupun pH (Effendi, 2003). karbondioksida bebas tertinggi terjadi pada pagi hari, dimana cahaya matahari belum masuk keperairan sehingga organisme perairan tidak dapat melakukan fotosistesis dan hanya melakukan respirasi. Hasil respirasi inilah yang menyumbang banyak kandungan karbondioksida perairan. Ketika cahaya matahari mulai muncul dan mengenai permukaan maka suhu akan meningkat dan terjadilah proses fotosisntesis. Proses sintesis ini akan menghasilkan oksigen dan akan menurunkan kadar karbondioksida bebas diperairan. Fluktuasi karbondioksida diperairan sangat tinggi ketika pagi hari dan akan mengalami penurunan seiring dengan adanya sinar matahari yang mengenai permukaan. Penurunan terendah terjadi pada siang hari ketika organisme perairan melakukan proses fotosintesis. Ketika sore hari karbondioksida mulai turun dan terus turun sampai malam hari. Penurunan terendah terjadi pada dini hari sampai pagi.
c. Alkalinitas
Grafik 9. Grafik hasil pengamatan alkalinitas vs waktu
Pengamatan kadar alkalinitas perairan didapatkan hasil yang sangat fluktuatif. Kadar alkalinitas tertinggi pada stasiun 1 sebesar 126.4 ppm terjadi pada pukul 22.00 WIB sedangkan terndah sebesar 86 ppm terjadi pada pukul 04.00 WIB. Hasil yang berbeda terjadi pada stasiun 2 dengan kadar alkalinitas tertinggi 220 ppm terjadi pada puku 19.00 WIB dan terndah sebesar 93.6 ppm pada pukul 07.00 WIB. Alkalinitas sangat dipengaruhi oleh adanya pH maupun kadar karbondioksida bebas. Selain itu suhu juga sangat berpengaruh. Ketika suatu perairan memiliki suhu yang rendah maka akan meningkatkan alkalinitas perairan. Kadar alkalinitas yang tinggi mengandung makna bahwa perairan tersebut memilki kemampuan menyangga asam yang cukup tinggi dengan memberikan sedikit sifat basa. Kandungan alkalinitas tertinggi dicapai pada sore sampai malam hari. Hal ini dikarenakan CO2 meningkat dan akan bereakasi dengan H2O membentuk H2CO3, sehingga perairan cenderung bersifat basa. Fluktuasi kadar alkalinitas di kedua stasiun tinggi ketika malam hari dan terus menurun menjealang pagi. Ketika siang haripun fluktuasinya enderung menurun.
d. Nilai pH
Grafik 10. Grafik hasil pengamatan pH vs waktu
Hasil pengamatan mengenai pH perairan didapatkan bahwa tidak terjadi fluktuasi perubahan pH yang signifikan. Stasiun 1 nilai pH tertinggi sebesar 6, 9 yang terjadi pada pukul 19.00 , 22.00 , 04.00 , 10.00 , 13.00 . sedangkan nilai pH terendah sebesar 6,8 terjadi pada pukul 16.00 , 01.00 , 07.00. hasil yang hampir sama juga terjadi di stasiun 1, pH tertingi dicapai sebesar 7,2 pada pukul 13.00 dan pH terendah sebesar 6,7 pada pukul 07.00. pH air laut dipengaruhi oleh adanya CO2 dan ion-ion karbonat dan bikarbonat. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah nilai CO2 bebas (Mackereth et al, 1989). Nilai pH yang didapat dari pengamatan ini tidak begitu variatif. Nilai yang didapat hanya berkisar 6,7-7,2, yang menunjukkan bahwasanya perairan tersebut pH nya masih terbilang normal.
e. Salinitas
Grafik 11. Grafik hasil pengamatan salinitas vs waktu
Salinitas merupakan konsentrasi total ion yang terdapat di perairan (Boyd, 1988). Pengamatan nilai salinitas yang dilakukan pada stsiaun 1 didapatkan nilai salinitas tertinggi sebesar 33‰ pada pukul 22.00 , 07.00 , 10.00 dan salinitas terendah sebesar 30‰ pada pukul 16.00. Hasil yang cukup berbeda tinjukkan pada staiun 2 dengan nilai salinitas tertinggi sebesar 32 ‰ pada pukul 10.00 dan 13.00 sednagkan nilai salinitas terendah sebesar 16‰ terjadi pada pukul 19.00. Salinitas perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, pola sirkulasi air, penguapan, pasang surut, dan pergerakan air laut. Selain itu juga dipangaruhi oleh suhu udara dan suhu air yang dapat mengakibatkan penguapan. Jika tingkat penguapan besar maka salinitas akan semakin tinggi. Salinitas tertinggi terjadi pada siang hari. Hal ini dikarenakan suhu perairan disiang hari mengalami peningkatan karena adanya sinar matahari yang masuk keperairan. Peningkatan suhu perairan akan berdampak pada penguapan air yang mengakibatkan kadar garam perairan menjadi lebih tinggi. Salinitas rendah terjadi pada malam hari dimana perairan tidak mengalami penguapan. Selain itu pada malam hari pada waktu pengambilan sampel terjadi hujan. Akibatnya perairan mengalami pencampuran air hujan sehingga salinitas perairan menjadi menurun.
f. TSS (Total Suspended Solid)
Grafik 12. Grafik hasil pengamatan TSS vs waktu
Hasil pengamatan TSS (Total Suspended Solid) dari stasiun satu tertinggi sebesar 1.468 (mg/L) terjadi pada pengamatan pukul 13.00 WIB dan terndah sebesar 0.888 (mg/L) terjadi pada pengamata pukul 07.00 WIB. Hasil pada pengamtan TSS tertinggi pada stasiun 2 adalah sebesar 1.372 (mg/L) pengamatan pada pukul 13.00 WIB dan terndah sebesar 0.49 (mg/L) pada pengamatan pukul 19.00 WIB. Tinggi rendahnya nilai TSS disuatu perairan laut disebabkan oleh kondisi perairan tersebut seperti berlumpur atau tidak. Gelombang juga berpengaruh pada nilai TSS. Endapan berlumpur dapat berasal dari kikisan tanah pada dasar perairan (Effendi, 2003). Terjadinya kikisan tanah ini tak terlepas dari adanya gelombang. Ketika gelombang diperairan banyak dan besar maka akan mengakibatkan besarnya kikisan tanah.
C. Parameter Biologi
a. Densitas Plankton
Grafik 13. Grafik hasil pengamatan densitas plankton vs waktu
Hasil pengamatan densitas plankton pada stasiun 1 tertinggi sebesar 855(ind/L) dan terendah seebesar 12.5 (ind/L). Densitas plankton pada stasiun 2 tertinggi sebesar 987.5 (ind/L) teramati pada pukul 23.00 WIB dan terendah sebesar 80 (ind/L) teramati pada pukul 14.00WIB. Densitas plankton sangat dipengaruhi oleh kesuburan suatu perairan. Jika perairan tersebut subur maka densitas plankton akan tinggi, begitu juga sebaliknya jika kesuburan rendah densitas plankton akan menurun. Kedua stasiun pengamatan memiliki densitas yang cukup tinggi hal ini dikarenakan sampel yang diambil adalah di dekat pantai dimana cahaya matahari dapat dengan mudah masuk sehingga perairan tersebut subur oleh adanya proses fotosintesis. Pengamatan disiang hari menunjukkan densitas plankton sangat tinggi hal ini dikarenakan adanya proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Oksigen inilah yang akan di gunakan oleh organisme termasuk plankton untuk respirasi sehingga kepadatan plankton meningkat.
b. Diversitas Plankton
Grafik 14. Grafik hasil pengamatan diversitas plankton vs waktu
Diversitas adalah keragaman suatu organisme yang menghuni suatu tempat (habitat). Diversitas plankton yang didapat dari pengamatan di stasiun 1 didapat tertinggi sebesar 2.322 pada pengamatan pukul 01.00 WIB dan ternedah sebesar 0.918 pada pengamatan pukul 04.00 WIB. hasil yang didapat pada pengamatan di stasiun 2, diversitas plankton tertinggi sebesar 2.227 pada pengamatan pukul 20.00 WIB dan terendah sebesar 1.381 pada pengamatan pukul 23.00 WIB. Diversitas plankton ini dipengaruhi oelh kesuburan perairan. Ketika suatu perairan memiliki kesuburan tinggi maka diversitas plankton akan tinggi begitu juga sebaliknya, ketika kesuburan perairan rendah diversitas plankton juga akan rendah. Hal ini dikarenakan kesuburan perairan akan membantu dalam proses survive suatu organisme di suatu tempat. Hasil pengamatan menunjukkan diversitas plankton relatif sama berkisar antara 0.918-2.277. Hasil ini menunjukkan bahwasanya kedua perairan memiliki kesuburan yang hampir sama.
PEMBAHASAN UMUM
Pengamatan yang didapat dari stasiun 1 dan stasiun 2 tidak begitu menunjukkan fluktuasi perbedaan yang mencolok. Mulai dari pengamatan parameter fisik hasilnya hampir sama seperti suhu air yang berkisar antara 26 – 30 0C. Hasil pengamatan pasang surut juga tidak beda jauh. Pasang surut perairan berkisar antara 110 hingga 230 cm Parameter kimia yang diamati juga menunjukkan hasil yang hampir sama seperti kadar oksigen yang berkisar 1,3 hingga 7 ppm. Hasil ini masih cukup baik untuk menyokong kehidupan organisme perairan. Salinitas di kedua stasiun cukup fluktuatif dimana pada stasiun 1 cukup baik berkisar antara 31 – 33 ‰. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada stasiun 2 yang memiliki kadar salinitas berkisar antara 16 - 32 ‰. Densitas dan diversitas plankton hampir sama di kedua stasiun. Hal ini dikarenakan kesuburan kedua stasiun masih baik sehingga mampu mendukung organisme yang tinggal untuk dapat tumbuh dengan baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil praktikum oseanograafi yang telah dilakukan menunjukkan bahwasanya pantai Sundak dan pantai Ngandong memilikikualitas air yang cukup baik dan dapat menyokong kehidupan oraganisme perairan. Selian itu keadaan gelombang maupun lingkungan masih cukup baik.
Saran yang dapat diberikan yaitu Alat praktikum kurang,seperti anemometer dan jaring larva sehingga mengganggu waktu praktikum dikarenakan harus mengmbil alat di stasiun lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Arah dan Kecepatan Angin Indonesia. (http://atlasnasional.bakosurtanal.go.id/fisik_lingkungan/angin_detail.php?id=1&judul=Indonesia). Diakses tanggal 15 Mei 2011
Boyd, C.E.1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing, Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA. 359 p.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.
Hutabarat, S. dan Evans, S.M. 1985. Pengantar Oseanografi. UI Press. Jakarta.
Mackereth, F.J.H., Heron, J. And Talling, J.F. 1989. Water Analysis. Freshwater Biological Association, Cambria, UK. 120 p.
Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut : Ilmi Pengetahuna Tentang Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Schalk, P. H., 1987. Monsoon – Related Changes in Zooplankton Biomass in the Eastern Banda Sea and Aru Basin. Biol. Oceanogr., 5: 1 – 12.
Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji, and M. K. Moosa, 1997 a. The Ecology of the Indonesian Seas. Part One. The Ecology of Indonesian Series. Vol. VII. Periplus Editions (HK) Ltd.
Wyrtki, K., 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asean Waters, NAGA Rep. 2. Scripps Inst. of Oceanography La jolla, Calif.
sangat bermanfaat khususnya mahasiswa perikanan
BalasHapus