KEHIDUPAN NEGERI DIATAS AWAN
Kegiatan KKN
memang banyak memberikan manfaat terutama pada mahasiswa. Kita diajarkan
bagaimana berkomunikasi dengan masyarakat dan merasakan kondisi hidup ditengah
masyarakat. Pada awal KKN kita dihadapkan pada kondisi masyarakat yang beragam.
Terdapat perbedaan yang terbungkus dalam bingkai saling menghargai. Kemudian
saya diajarkan bagaimana bersikap terhadap masyarakat.
Saya mencoba
untuk mendalami apa yang ada di desa ini terutama dan apa yang ada di dataran tinggi
Dieng ini. Banyak informasi yang saya gali di desa ini. Pada minggu-minggu
pertama saya telah mencoba mendesain apa yang harus saya dapatkan dan saya gali
dari masyarakat. Beberapa hal itu diantaranya adalah kondisi pertanian, budaya
masyarakat, sejarah kehidupan di Dieng, dan anak-anak di Dieng.
Setiap malam
sehabis sholat tarawih saya mencoba melakukan sosialisasi dengan masyarakat.
Sarana yang tepat untuk sosialisasi dengan masyarakat di bulan Ramadhan adalah di
Masjid/mushola dengan cara ikut nimbrung dengan masyarakat ketika tadarusan.
Dari situlah saya mendapatkan banyak informasi yang tidak saya dapatkan dari
perangkat desa. Mengenai kondisi pertanian saya banyak mendapatkan informasi
bagaimana dulunya kentang itu masuk di daerah Dieng, Berdasarkan penuturan
salah satu masayrakat bahwasanya dulunya kentang dieng berasal dari jawa barat.
Awal mulanya adalah beberapa orang dieng belajar pertanian di daerah Jawa Barat.
Pada tahun sekitar 1972 kentang dibawa oleh orang Dieng yang belajar pertanian
di daerah Jawa Barat. Kemudian budidaya kentang di Dieng semakin menyebar
sampai saat ini. Pada awalnya tanaman kentang tidak memerlukan pestisida dan
hanya menggunakan pupuk organik. Bahkan tanaman kentang bisa ditanaman sampai 2
kali. Ketika panen, umbi kentang diambil dan batangngnya di tanaman kembali
masih dapat berbuah.
Budaya masyarakat
dieng adalah sarung yang melekat di tubuhnya dan anglo yang menemani dalam
setiap kali masyarakat berkumpul. Sarung adalah salah satu alat untuk
menghangatkan diri dan biasanya digunakan oleh masyarakat ketika sore dan malam
hari. Masyarakat Di Dieng selalu menggunakan sarung atau jaket dalam setiap
aktifitasnya. Anglo (tungku) adalah alat penghangat yang terbuat dari besi plat
yang dibentuk seperti tungku. Anglo digunakan untuk penghangat dan selalu
menemani dalam setiap masyarakat berkumpul. Anglo tersebut diberi arang dan
nantinya dinyalakan maka disitulah kehidupan dan obrolan masyarakat Dieng
berlangsung. Tidak ada satupun rumah di Dieng yang tidak memiliki anglo karena
itu merupakan simbol budaya masyarakat. Tidak cukup duduk didepan anglo tanpa
ditemani secangkir teh hangat dan sebatang rokok. Sarung (jaket), anglo, teh
hangat, sebatang rokok adalah budaya yang sampai saat ini melekat di masyarakat
Dieng. Semua itu adalah warisan leluhur yang tak ternilai harganya. Kehidupan
di negeri diatas awan yang memiliki local wisdom yang tak dapat dibeli.
Mengenai sejarah
kehidupan di Dieng banyak cerita yang simpang siur. Saya mencoba mencari
informasi mengenai hal itu. Saya menemui salah satu warga yang cukup dihargai
dimasyarakat. Saya menanyakan bagaimana kehidupan masyarakat di Dieng dahulu.
Berdasarkan penuturan beliau bahwasanya yang babat alas di Dieng adalah Tumenggung Kala tirta yang
pesinggahannya di Balai kambang. Tumenggung
Kala Tirta berasal dari Yogyakarta. Namun makam beliau sampai saat ini
belum ditemukan. Pada tahun 1940an Belanda masuk di daerah Dieng dan membuat
rumah didaerah tersebut. Orang belanda yang tinggal di Dieng hanya 7 keluarga
namun banyak menyengsarakan masyarakat. Masyarakat menjadi miskin dan tanah-tanah
dikuasai oleh pihak Belanda. Tepat pada tahun 1948 Belanda dapat di usir oleh masyarakat.
Rumah-rumah orang Belanda dibakar, dan meraka semua meninggalkan daerah Dieng.
Kehidupan di
Dieng tidak dapat dilepaskan dari kehidupan anak-anak. Anak-anak adalah aset
yang sangat berharga dimana nantinya suatu masyarakat sangat ditentukan oleh
generasi penerusnya. Mengenai anak Gimbal adalah salah satu mitos yang ada di
Dieng. Berdasarkan penuturan salah satu warga bahwa untuk mengambil gambar anak
Gimbal harus memberikan sebuah hadiah, bisa uang atau barang. Pemotongan rambut
Gimbal di Dieng dilakukan satu tahun sekali. Pemotongan rambut gimbal disertai
keinginan si anak itu untuk memotong rambutnya. Tidak hanya itu, permintaan
anak gimbal harus dituruti ketika akan dilakukan pemotongan rambut.
Banyak ilmu yang
dapat digali di dataran tinggi Dieng ini. Banyak cerita masyarakat yang menjadi
pembelajaran bagi kita semua. Inilah kekayaan budaya yang dimiliki oleh negeri
tercinta. Hanya kitalah yang dapat menjaganya agar nantinya apa yang kita
miliki ini tetap ada dan menjadi milik kita selamanya. Bahwasanya kebudayaan,
cerita rakyat, dan kehidupan masyarakat harus dihargai dimanapun itu semua ada.
Dengan cara itulah kita mencoba menumbuhkan sikap nasionalis dalam diri kita.
Kehidupan negeri
diatas awan tak pernah mati dan hilang walaupun modernitas terus menggerus
zaman. Ia akan bermetamorfosa seiring kehidupan yang terus berjalan. Nyala
arang diatas anglo, sarung yang melekat ditubuh, secangkir teh hangat dan
sebatang rokok akan terus menjadi teman dalam setiap semangat kehidupan
masyarakat Dieng.
Salam dari Dieng untuk negeri
tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar