WpMag

Jumat, 15 Juli 2011

ES DAWET BUKAN DAPET

 ES DAWET BUKAN DAPET


Aku sangat malu sekali hari ini. Soalnya kenapa?karena aku begitu lancang mengatakan “IYA”. Kata yang begitu sakral jika diucapkan pada waktu itu. Memang kata iya memiliki banyak arti dan juga kesan. Memiliki banyak arti jika digabungkan dengan kata lain atau dimasukkan dalam kalimat lain. kata “IYA” juga memiliki multikesan, dimana tergantung yang menggunakannya. Kejadiannya ketika sore hari, kira-kira pukul 3 sore. Mathari mulai merambat turun. Panas siang hari mulai berkurang dan kamipun merencanakan untuk pulang. Ketika mau pamitan kepada pak Susilo yang merupakan kepala balai, disitulah kejadian itu terjadi. Disaksikan oleh banyak orang sampai lancang mengatkan kata ‘IYA”. Awalnya kami hanya bercakap-cakap biasa.
“Gimana magangnya?” Beliau membuka pertanyaan
“Wah, asik pak.”
“Kok Cuma 1 minggu, gak kurang.”
“Sudah pak, karena teman-teman pada ikut panitia semnaskan.”
“Ow, gitu….”
“Oh….ya pak, apa dikasih sertifikat,”
“Ow, kalau mau bikin juga bisa.”
Kemudian pak susilo masuk keruangan. Entah ngapain, tak lama berselang beliau keluar dan mengatakan,
“Mau dawet,”
“IYA pak,” aku begitu lancang mengeluarkan kata itu.
“Oh, ya kalau gitu minta saja di warung sebelah sana”…sambil menunjuk warung diseberang jalan.
aku terdiam, bingung. Loh kok disuruh ngambil sendiri.
“Cepat, minta 10 bungkus,.”.
Ah, aku sangat kaget malu,….ingin rasanya mukaku tak tutup Tumbu.
“Oh, gak jadi pak, tak kira tadi “dapet” bukan “dawet”. Maksudnya pingin dapet sertifikat”.
“Ya udah, pokoknya kesana minta dawet 10 bungkus.”
Akhirnya aku keluar ruangan dan menuju kewarung kecil seberang jalan itu. Akau sangat malu sekali. Entah rasa maluku ini seperti putri malu, yang jika disentuh,….
“Rasain, makanya kalu orang bicara dengerin yang bener.”
“Gak apa-apa, “
“Kamu malu kan,”
“Iya,” hehehe.
“Mending kamu tahu malu, lihat mereka yang berada di atas. Berkata sana-sini gak jelas. Mending juga kamu dengerin. Coba lihat mereka, disana, ketika sidang malah tidur, mainan Hp, ah entah apa aja.”
“Tumben kali ini kamu bela aku”
“Gak juga, kamu sama aja seperti mereka, gak jauh beda, “ra duwe isin”
“Ah, kamu itu……sekali-kali bilang dong aku bener”.
“Gak, pokoknya aku akan mengatakan tidak jika itu salah dan mengatakan iya jika itu benar.”
Mukamu, sok-sok an. Emangnya kamu ini siapa, wong ragenah. Tak jejeli sandal lambemu mbuh. Umpatku dalam hati.
“Mending di jejali sandal mulutku, daripada dijejali berita-berita yang gak karuan.”
tapi, aku bingung kok orang ini tau isi hatiku.
“gak karuan gimana?”
“Ya gak karuan,”
“Maksudnya,”
“Gak obyektif lah,”
“Owww, gitu ya.”
Iya, Lihat saja,banyak berita yang menyudutkan pemerintah. Menyorot kebobrokan pemeritah. Meliput masalah-masalah pemerintah. Namun apa mereka juga gak melihat prestasi yang diraih pemerintah. Lihat saja, ketika nelayan kita banyak yang miskin. Kita membabi buta mencaci pemerintah untuk secepatnya mengentaskan kemiskinan. Namun, kita lupa bahwa itu semua butuh proses. Dan proses itu sedang berjalan. Kita tengok ekspor rumput laut kita yang menduduki peringkat satu dunia. Apa itu kurang. Kita itu sebenarnya sedang berada dalam proses kepada itu semua.
“Kemarin kamu mihak rakyat dan menggujat pemerintah sekarang kamu mihak kepada pemerintah?sebenarnya kamu itu gimana sih, gak punya pendirian.?”
“Owww, tidak, aku punya pendirian. Pendirianku ya ini obyektif, melihat sesuatu”.
Orang ini, selalu mengatakan yang jelek-jelek kepadaku. Selalu menggujatku, entah apakah itu karena salahku, atau salah orang lain. aku selalu menjadi pihak yang salah.
“Ya, kamu pantes kalu menjadi orang salah. Wong mukamu itu sudah seperti orang salah.”
“Ah, kamu ini bisa aja”. Lagi-lagi dia tau isi hatiku. Ingin rasanya aku pukul dia hingga tersungkur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar