LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN AKUAKULTUR PAYAU
OLEH :
Robin
09/283398/PN/11661
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH
MADA
YOGYAKARTA
2012
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perairan
payau atau brackish water merupakan perairan campuran antara air asin (laut)
dan air tawar. Biaasanya perairan payau memiliki kandungan salinitas yang
berfluktuatif tergantung dari suplay air asin dari laut. Namun pada umumnya
Salinitas air payau relatif rendah (10-20 ppt) dan kadang-kadang bisa lebih
rendah atau bahkan lebih tinggi (Anonim, 2009). Hal inilah yang menyebabkan
perairan payau memiliki karakteristik yang unik dan bahkan sulit untuk
diperkirakan.
Menurut DKP (2004), diperkirakan potensi sumberdaya
perikanan budidaya air payau adalah sebesar 913.000 ribu Ha, namun
pemanfaatannya baru 45,42%. Menurut Kusnendar (2003), potensi lahan untuk
pengembangan tambak di Indonesia diperkirakan sebesar 913.000 Ha, dan saat ini
baru dimanfaatkan sekitar 350.000 Ha tambak yang terdiri dari: 10% (43.000 Ha)
tambak intensif, 15% (67.700 Ha) tambak semi intensif, dan sisanya 75% (328.510
Ha) tambak ektensif yang dikelola secara tradisional (dengan sedikit input
teknologi) dengan komoditas utama ikan bandeng dan udang windu.
Menurut DKP (2004) pembangunan perikanan budidaya
pada periode 2000-2003 memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini
dapat dilihat dari perkembangan areal, produksi, ekspor, konsumsi dan jumlah
pembudidaya ikan. Perkembangan areal budidaya bertambah dari 549.176 Ha dan
80.919 unit pada tahun 1999 menjadi 730.090 Ha dan 315.000 unit pada tahun
2003. Selain dari itu, konsumsi ikan per kapita per tahun dan jumlah
pembudidaya meningkat masing-masing dari 21,22 kg/kap/tahun pada tahun 1999
menjadi 24,67 kg/kap/tahun pada tahun 2003 serta dari 1,88 juta orang dari
tahun 1999 menjadi 2,26 juta orang pada tahun 2003. Sementara itu, periode
1999-2003 volume ekspor hasil perikanan budidaya mengalami peningkatan
rata-rata sebesar 9,76 % per tahun, dari 154.771 ton (1999) menjadi 219.851 ton
(2003). Hal inilah menjadi peluang yang sangat besar dalam pengembangan
budidaya payau untuk kedepannya. Dengan melihat potensi yang ada maka sangatlah
besar pelung budidaya payau dimasa yang akan datang.
Budidaya air
payau merupakan salah satu subsektor perikanan budidaya yang sebagian besar komoditasnya
memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan merupakan komoditas ekspor seperti udang
dan ikan kerapu. Pengembangan perikanan budidaya air payau dengan media tambak
telah dikembangkan hampir disetiap provinsi di Indonesia. Beberapa komoditas
yang saat ini menjadi andalan para pembudidaya Indonesia dalam berbudidaya
antara lain, yaitu: Bandeng, Belanak,
Kakap, Kepiting, Kerapu, Mujair, Nila, Rajungan, Rebon, Rumput laut, Sidat,
Tawes, Udang putih, Udang rostris, Udang api-api, Udang windu, Udang vannamei
(Anonim,2010). Kini di Indonesia komuditas yang paling banyak dikembangkan dan
merupakan andalan penggerak ekonomi adalah udang baik itu udang windu, udang
putih maupun udang vanamei. Hal ini dikarenakan nilai jualnya yang cukup tinggi
sehingga para pembudidaya lebih suka untuk membudidayakan udang sebagai
komuditas unggulan. Selain permintaan akan ekspor udang yang cukup tinggi
menjadi alasan yang besar bagi pemerintah untuk meningkatkan produksi udang di
Indonesia. peran pemerintah terlihat dengan adanya hatvhery-hatchry pembenihan
di berbagai balai budidaya seperti Balai budidaya Situbondo maupun Jepara.
B. Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang teknik budidaya air payau.
2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengkaji permasalahan-permasalahan yang sering timbul pada kegiatan budidaya air payau.
C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang teknik budidaya air payau secara nyata di lapangan.
2. Mahasiswa dapat dan mampu mengkaji permasalahan-permasalahan yang timbul pada kegiatan budidaya air payau sehingga diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang muncul.
3. Untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Manajemen Akuakultur Payau Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
1. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang teknik budidaya air payau.
2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengkaji permasalahan-permasalahan yang sering timbul pada kegiatan budidaya air payau.
C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang teknik budidaya air payau secara nyata di lapangan.
2. Mahasiswa dapat dan mampu mengkaji permasalahan-permasalahan yang timbul pada kegiatan budidaya air payau sehingga diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang muncul.
3. Untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Manajemen Akuakultur Payau Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
D. Waktu dan Tempat
1. Waktu : 26 Mei 2012
Tempat : PT. “Indokor Bangun Desa” Dusun Kuwaru, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul
1. Waktu : 26 Mei 2012
Tempat : PT. “Indokor Bangun Desa” Dusun Kuwaru, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul
II. TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah pesisir memiliki beraneka ragam sumberdaya
yang memungkinkan pemafaatannya secara berganda. Pemanfaatan sumberdaya wilayah
pesisir, perlu dikelola dengan mempertimbangkan hubungan antara setiap
sumberdaya dalam ekosistem wilayah pesisir atau memperhatikan ekosistem
tersebut secara menyeluruh. Pada kawasan pesisir pemanfaatan lahan telah
dilakukan untuk berbagai kepentingan salah satunya adalah pertambakan.
Tambak adalah suatu ekosistem buatan manusia,
merupakan lahan dekat pantai yang dibendung dengan pematang-pematang keliling
sehingga membentuk sebuah kolam berair payau. Menurut Murahman (1996) tambak
merupakan sumber daya buatan berbentuk petakan tambak berisi air payau yang
digunakan untuk memelihara ikan. Sedangkan Anggoro (1983) menyatakan bahwa
tambak merupakan suatu ekosistem perairan di wilayah pesisir yang dipengaruhi oleh
teknis budidaya, tata guna lahan dan dinamika hidrologi perairan di sekitarnya.
Produksi hayati perairan tambak sangat ditentukan
oleh kesuburan tambak dimana merupakan
modal dasar bagi kelangsungan perekonomian serta penopang kelancaran
proses-proses sub sistem pada ekosistem perairan tambak secara keseluruhan.
Pada produktivitas tambak ditentukan oleh sarana produksi dan kualitas habitat,
dimana habitat tambak selalu mengalami perubahan sesuai dengan keseimbangan
dinamik faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Tseng, 1987; Zaidi, 1992).
Salah satu
syarat dalam budidaya payau adalah pemilihan lokasi. Hal ini dikarenakan
pemilihan lokasi merupakan langkah awal dalam budidaya. Pemilihan lokasi
didasarkan pada evaluasi kesesuaian fisik serta evaluasi sosial ekonomi
amsyarakat. Evaluasi kesesuaian fisik meliputi tekstur tanah, pH tanah, bahan
organic tanah, salinitas, suhu, kecerahan, derajat keasaman (pH) air, oksigen
terlarut (DO), ammonia (NH3), Nitrit
(NO2), Nitrat (NO3), BOD (Biological Oxygen Demand), Plankton, Iklim, Sumber
Air, Pasang Surut, serta Topografi dan Elevasi (Supratno T, 2006). Evaluasi
sosial ekonomi masyarakat ditujukan untuk mengetahui ekonomi mayarakat pesisir.
Hal ini di tujukan agar nantinya kegiatan tambak tidak berbenturan dengan kepentingan
masyarakat sekitar. Untuk mendapatkan data mengenai kondisi masyarakat pesisir
dapat dilakukan dengan membuat survey langsung terhadap masyarakat dan mencari data sekunder seperti data
monografi dari instansi terkait seperti desa, kecamatan, maupun dinas kelautan
dan perikanan daerah.
III.
PEMBAHASAN
A.
Keadaan
Umum Lokasi
PT. Indokor Bangun Desa
merupakan suatu anak perusahaan yang dimiliki oleh PT. Indokor Indonesia. PT.
Indokor Bangun Desa dibagun tahun 1999 dan selesai serta dapat berfungsi pada tahun
2000. PT Indokor Bangun Desa sebelumnya telah membuat kolam percobaan di daerah
pantai Glagah, Kulonprogo. Lokasi
tambak PT. Indokor Bangun Desa terletak di tepi laut dan berjarak ± 35 km dari
kota Jogja ke arah selatan, yaitu tepatnya di Dusun Kuwaru, Desa Poncosari,
Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Sebelah selatan berbatasan langsung
dengan pantai Samudera Indonesia, sebelah barat dan utara berbatasan dengan
Dusun Kuwaru, sebelah timur berbatasan dengan Dusun Cangkringan.
PT Indokor Bangun desa pada awalnya
hanya terdapat dua divisi, yaitu divisi tambak dan divisi hatchery kini memiliki empat divisi, yaitu divisi laboratorium,
divisi produksi, divisi mekanik, dan
divisi logistik yang masing-masing dipimpin oleh seorang manajer.
Gambar. Logo PT. Indokoor Bangun Desa
PT Indokor Bangun Desa
dalam pengembangan budidaya udang menggunakan lahan pasir yang merupakan daerah
Sultan Ground (SG). Sebelumnya PT Indokor memiliki divisi Hatchery, namun
seiring berjalannya waktu divisi hatchery tidak berkembang dan saat ini
terbengkalai. Hal ini dikarenakan kondisi air kurang mendukung untuk kegiatan
hatchery. Faktor yang mempengaruhi kondisi air yang kurang mendukung tersebut
dimungkinkan oleh pencemaran logam berat akibat tenggelamnya kapal kalla Lines
yang membawa aspal di perairan selatan. Maka dari itu perairan di daerah
selatan sebenarnya memiliki kandungan logam berat yang cukup tinggi.
Manajer
Keuangan
|
Manajer
Personalia
|
Manajer
Produksi
|
Devisi Hatchery
|
Devisi Mekanik dan Pengairan
|
Devisi Produksi
|
Devisi Logistik
|
Gambar.
Struktur Organisasi PT. Indokoor Bangun Desa
|
Perusahaan melakukan rekayasa konstruksi tambak dalam
mengolah tanah berpasir untuk menjadi petak tambak sehingga air tidak meresap
ke dalam pasir. Pembuatan konstruksi tambak juga memperhatikan sifat korosif
air laut, sehingga teknik konstruksi yang digunakan dalam membuat petak tambak
yaitu konstruksi Biocrete. Konstruksi tersebut memadukan antara semen dan
bambu. Bambu digunakan sebagai kerangka yang kemudian di beri semen sehingga
menjadi beton dan digunakan sebagai dinding tambak. Bagian dasar tambak dan
lapisan dinding tambak menggunakan plastik PE (Polyethilen) sehingga tidak terjadi peresapan air laut dan darat.
Plastik PE dengan ukuran 0,1 cm ini dapat betahan sampai 5 tahun.
PT
Indokor Bangun Desa memiliki 4 divisi dimana masing-masing divisi memiliki
sarana dan prasarana. Divisi laboratorium disini berperan sebagai pengontrol
jika terjadi serangan wabah penyakit ataupun yang lain. Divisi produksi
memiliki sarana berupa petak tambak dengan ukuran 60X60 meter. Petak tambak ini
dilengkapi dengan kincir dan berbagai alat anco. Divisi Mekanik disini memiliki
berbagai sarana seperti pompa air yang diletakkan di pinggir pantai, genset
sebagai pengganti listrik jika mati,dll. Divisi mekanik ini berperan sebagia
penyuplai air maupun listrik dalam kegiatan budidaya. Divisi logistic berperan
menyuplai pakan yang didatangkan dari PT Central Proteina Prima (Sidoarjo).
Sumber
air dari kegiatan budidaya di PT Indokor Bangun Desa mengandalkan sumber air
dar laut. Pengmabilan air dilakukan dengan cara pengeboran pipa di daerah
pesisir yang mencapai 10-60 meter. Terdapat 5 pompa yang sekarang beroperasi
untuk menyuplai kegiatan budidaya udang. Air laut tersebut dialirkan dengan
menggunakan pipa yang berukuran besar. Untuk mendapatkan air dengan salinitas
payau maka dilakukan pencampuran air laut dengan air tawar. Air tawar
didapatkan dari pengeboran pipa di daerah pantai dengan kedalaman sekitar 60
meter.
B.
Teknik
dan Manajemen Komuditas Budidaya
1.
Latar
Bekang Budidaya
Pardigma kegiatan perikanan saat ini mulai bergeser
dari kegiatan penangkapan pada kegiatan budidaya. Hal ini didasari semakin
menipisnya sumberdaya alam yang ada khususnya di Indonesia. Banyaknya daerah
Fishing Ground yang mulai menipis mengakibatkan tangkapan menjadi rendah dan
hal inilah yang memberikan titik awal kegiatan budidaya. Selain itu, Menurut
DKP (2004), diperkirakan potensi sumberdaya perikanan budidaya air payau adalah
sebesar 913.000 ribu Ha, namun pemanfaatannya baru 45,42%. Menurut Kusnendar et
al (2001), potensi lahan untuk pengembangan tambak di Indonesia diperkirakan
sebesar 913.000 Ha, dan saat ini baru dimanfaatkan sekitar 350.000 Ha tambak
yang terdiri dari: 10% (43.000 Ha) tambak intensif, 15% (67.700 Ha) tambak semi
intensif, dan sisanya 75% (328.510 Ha) tambak ektensif yang dikelola secara
tradisional (dengan sedikit input teknologi) dengan komoditas utama ikan
bandeng dan udang windu. Melihat potensi yang ada maka pengembangan budidaya
payau sangat diharapkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya
pesisir dan meningkatkan pendapatan negara khususnya dari kegiatan ekspor ikan.
Permintaan udang daik dalam negeri maupu luar negeri
semakin meningkat tiap tahunnya. Nilai ekspor produksi udang Indoensia pada
tahun 2009 adalah 1.007.481.000 US dolar dan meningkat ditahu 2010 mencapai
1.056.399.000 US dolar (Sidatik, 2011). Melihat permintaan pasar yang cukup
tinggi ini maka kegiatan budidaya khususnya udang akan memiliki prospek yang
cukup baik untuk dikembangkan.
2.
Biologi
dan Komuditas
a.
Biologi
Udang Vanamei
Klasifikasi
udang vannamei adalah:
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Crustacea
Subkelas :
Malacostraca
Seri :
Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo :
Decapoda
Subordo :
Dendrobranchiata
Infraordo :
Penaidea
Superfamili :
Penaeoidea
Famili :
Penaidae
Genus :
Penaeus
Subgenus :
Litopenaeus
Spesies :
L.vannamei (Wybandan Sweeney, 1991)
b.
Morfologi
Secara umum tubuh udang penaeid
dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada
(Cephalothorax) dan bagian tubuh sampai ekor (Abdomen). Bagian cephalothorax
terlindung oleh kulit chitin yang disebut carapace. Bagian ujung cephalotorax
meruncing dan bergerigi yang disebut rostrume. Udang putih (Litopenaeus
vannamei) memiliki 2 gigi di bagian ventral rostrum sedangkan di bagian
dorsalnya memiliki 8 sampai 9 gigi (Wyban dan Sweene, 1991).
Udang Vanamei memiliki tubuh yang
beruas-ruas dan tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan yang umumnya
bercabang dua atau biramus. L. vannamei memiliki
karakteristik kultur yang unggul. Berat udang ini dapat bertambah lebih dari 3
gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi (100 udang/m2).
Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram dan diatas berat tersebut, Penaeus
vannamei tumbuh dengan lambat yaitu sekitar 1 gram/ minggu. Udang betina
tumbuh lebih cepat daripada udang jantan. L.
vannamei memiliki toleransi
salinitas yang lebar, yaitu dari 2 – 40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada
salinitas yang lebih rendah, saat lingkungan dan darah isoosmotik (Wyban
dan Sweene, 1991).
c.
Siklus
Hidup
Seperti kelompok crustacea lainnya udang
Vanamei memiliki siklus hidup yang sama yaitu :
1.
Nauplius
Stadia Nauplius terbagi atas enam tahapan yang lamanya berkisar 46-50 jam untuk Litopenaeus vannamei, belum memerlukan pakan karena masih mempunyai kandungan kuning telur.
2. Zoea
Stadia zoea terbagi atas tiga tahapan, berlangsung selama kira-kira 4 hari. Stadia zoea sangat peka terhadap perubahan lingkungan terutama kadar garam dan suhu air. Zoea mulai membutuhkan pakan berupa fitoplankton (Skeletonema sp.).
3. Mysis
Stadia mysis terbagi atas tiga tahapan, yang lamanya 4-5 hari. Bentuk udang stadia mysis mirip udang dewasa, bersifat planktonis dan bergerak mundur dengan cara membengkokkan badannya. Udang stadia mysis mulai menggemari pakan berupa zooplankton, misalnya Artemia salina.
4. Post Larva
Stadia larva ditandai dengan tumbuhnya pleopoda yang berambut (setae) untuk renang. Stadia larv bersifat bentik atau organisme penghuni dasar perairan, dengan pakan yang disenangi berupa zooplankton.
Stadia Nauplius terbagi atas enam tahapan yang lamanya berkisar 46-50 jam untuk Litopenaeus vannamei, belum memerlukan pakan karena masih mempunyai kandungan kuning telur.
2. Zoea
Stadia zoea terbagi atas tiga tahapan, berlangsung selama kira-kira 4 hari. Stadia zoea sangat peka terhadap perubahan lingkungan terutama kadar garam dan suhu air. Zoea mulai membutuhkan pakan berupa fitoplankton (Skeletonema sp.).
3. Mysis
Stadia mysis terbagi atas tiga tahapan, yang lamanya 4-5 hari. Bentuk udang stadia mysis mirip udang dewasa, bersifat planktonis dan bergerak mundur dengan cara membengkokkan badannya. Udang stadia mysis mulai menggemari pakan berupa zooplankton, misalnya Artemia salina.
4. Post Larva
Stadia larva ditandai dengan tumbuhnya pleopoda yang berambut (setae) untuk renang. Stadia larv bersifat bentik atau organisme penghuni dasar perairan, dengan pakan yang disenangi berupa zooplankton.
Gambar Siklus hidup udang
Penaeid (Stewart, 2005)
3.
Teknik
dan Manajemen Budidaya
a.
Persiapan
Tambak
Kegiatan budidaya tidak lepas dari persiapan baik
itu persiapan lahan maupun persiapan sarana-prasarana. Persiapan lahan sangat
pernting karena merupakan langkah awal dari kegiatan budiaya dan merupakan
titik kunci kesuksesan budidaya. Hal ini dikarenakan lahan merupakan salah satu
factor pembatas kegiatan budidaya. Jika lahan yang digunakan tidak sesua dengan
kehidupan udang maka kegiatan budidaya akan terhambat. Maka dari itu kegiatan
budidaya pembesaran udang Vanamei di PT Indokor Bangun desa selalu melakukan
persiapan yang matang dalam kegiatan budidaya.
Kegiatan budidaya pembesaran udang Vanemei di PT
Indokor Bangun Desa sedikit berbeda dengan kegiatan budidaya udang pada
umumnya. Hal ini dikarenakan kegiatan budidaya dilakukan didaerah lahan
berpasir. Maka dari itu dibuatlah rekayasa sistem budidaya Biocrite. Konstruksi
biocrite diterapkan agar tanah lahan pasir (yang sebelumnya tidak mampu menahan
air) menjadi mampu dan berfungsi dalam menahan air. Sistem biocrite ini
menggunakan plastic poly Etheline (PE) dan dinding biocrite. Biocrite (Bio:
hidup, crete: beton) adalah lapisan beton yang berkerangka ayu.
Persiapan tambak pada budidaya pembesaran udang
Vanamei dilahan pasir pantai dilakukan
melalui beberapa tahap:
· Evaluasi
kondisi plastik dasar tambak dan pematangnya
Kontruksi dasar tmbak biocrite yang menggunakan
plastik maka diperlukan pengecekan setiap akan dilakukan kegiatan budidaya.
Tujuannya untuk memastikan bahwasanya palstik yang digunakan tidak mengalami
kebocoran. Jika plastik PE yang digunakan mengalami kebocoran maka akan sangat
mempengaruhi debit ari di tambak dan akibatnya akan berpengaruh pada kondisi
udang. Jika debit air sangat rendah maka fluktuasi suhu perairan akan sangat
tinggi. Akibatnya akan berpengaruh pada kadar DO perairan. Maka dari itu diperlukan
pengecekan ulang setiap akan melakukan pengisian air tambak. Jika terjadi
kebocoran plastic maka diperlukan penembelan.
Selain kebocoran plastik persiapan lainnya adalah
perbaikan pematang. Sifat pasir yang tidak kuat akan membuat pematang cepat
mengalami kerusakan. Selain itu kerusakan pematang dapat disebabkan oleh
tekanan air yang menginterusi sepanjang pematang. Biasanya kerusakan pematang
sering terjadi pada musim penghujan. Diperlukan cara yang tepat untuk
memperbaiki pematang agar dapat berfungsi dengan baik dan tidak mudah rusak.
Salah satu cara mengatasinya adalah dengan membongkar beton bagian pematang
yang longsong dan melakukan checking plastik PE dasar beton (Triyatmo, 2010).
Diperlukan pemadatan pasir pematang sehingga harapannya dapat mengurangi celah
yang mengakibatkan air hujan mengumpul pada pematang. Pasir pematang yang padat
ini akan memperkuat pematang kolam.
· Pengeringan
dan pencucian dasar tambak
Pengeringan dan pencucian dasar tambak sangat
penting untuk dilakukan sebelum lahan tambak diisi oleh air. Pengeringan ini
ditujukan agar dasar tambak menjadi bersih baik dari kotoran pakan maupun dari
bibit penyakit yang mungkin tertinggal. Dilakukan pencucian tambak khususnya
plastik PE agar dapat bertahan lama dan bersih. Pencucian biasanya mengandalkan
air hujan, namun jika tidak terjadi hujan maka hanya dilakukan pembersihan
sampah didasar tambak.
· Penyiapan
tetumbuhan dasar tambak
Tambak lahan tanah pasir yang dibiarkan beberapa
minggu akan cepat ditumbuhi oleh rumput. Maka dari itu diperlukan pembersihan
rumput maupun tumbuhan liar.
· Perataan
tanah dasar tambak
Setelah kegiatan budidaya biasanya keadaan tanah
dasar akan mengalami kerusakan karena adanya erosi yang disebabkan oleh air
tambak maka dari itu diperlukan perbaikan tanah dasar tambak. Jika dalam
kegiatan tambak konvensional dasarnya menggunakan tanah biasa sehingga
diperlukan pengelolaan tanah yang cukup lama, maka dalam tambak biocrite
kegiatan itu dilakukan dan hanya melakukan perataan tanah dasar. Bagian-bagian
plastik dasar yang tersingkap harus ditutup dengan plastik lalu diratakan.
· Pembenahan
dan persiapan central drainase
Pembenahan dan persiapan central drainase sangat
diperlukan agar nantinya kegiatan budidaya tidak terhambat. Jika central
drainase rusak maka akan sangat menganggu dalam pembuangan limbah dasar. Yang
sangat dikawatirkan jika terjadi akumulasi limbah dasar dan bahkan pengadukan
limbah. Maka dari untuk menanggulangi terjadinya akumulasi limbah dasar
diperlukan perbaikan central drainase. Bahan-bahan yang diperlukan dalam
perbaikan central drainase adalah paralon 20 buah yang diletakkan didalam
maupun diluar.
· Pemasangan
Skat Balk
Skatbalk
dipasang untuk menutup pintu air. Skatbalk terdiri dari dua bagian dalam dan
skat bagian luar.
· Pemasangan
kincir air
Kincir
sangat penting dalam kegiatan budidaya udang. Pemberian kincir dtujukan untuk
menyuplay DO perairan sehingg dapat dimanfaatkan oleh udang dalam kegiatan
metabolism. Selain itu kincir dapat berfungsi dalam pengadukan air sehingga air
teraduk sempurna. Sebaiknya kincir dipasang sebelum air mulai dialirkan kedalam
tambak.
· Pengisian
air pada petak tambak
Pengsian
air pada petak tambak yang berukuran 60x60 meter persegi diperlukan waktu 2
hari satu malam. Namun dalam pengisian air tambak sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan air yang dihasilkan dari reservoir air laut.
· Pemupukan,
pengapuran, pemberian fermentasi, dll.
Pemupukan
dilakukan 2-3 hari sebelum penebaran. Biasanya pupuk yang digunakan adalah
pupuk komersil seperti urea, TSP, dan KCL. Pemupukan sangat diperlukan
dikarenakan struktur tambak biocrite dasarnya dari pasir dimana sangat miskin
unsur hara.
b.
Penyediaan
dan Penebaran Benur
Kegiatan hatchery yang tidak dapat berjalaan lagi
mengakibatkan suplay benur berasal dari daerah lain. Biasanya benur udang didapatkan dari perusahaan pembenihan
biru laut Katulistiwa Lampung maupun dari Jawa Timur. Selain itu benur udang
biasanya juga didapatkan dari para penyuplay pakan. Kelebihan dari kerjasama
pengadaan benur dengan penyuplay pakan adalah adanya pengawasan dari penyuppali
pakan. Jika nantinya benur-benur yang didatangkan terjadi permasalahan maka
penyuplay pakan akan mendatangkan tim ahlinya untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Ukuran benih yang biasanya didatangkan adalah PL 10-20 dengan berat 0,01-0,02
gram. Pengangkutan benur dilakukan dengan suhu 23 derajat C dengan kadar DO 20
ppm. Diperlukan aklimatisasi di kolam aklimatisasi. Kolam aklimatisasi ini
ditujukan untuk mengetahui kualitas benur baik atau tidak. Biasanya
aklimatisasi dilakukan selama kurang lebih 5 hari.
Diperlukan
persiapan air media untuk aklimatisasi dengan perlakuan antara lain
1. Pemberian
EDTA 10 ppm
2. Pemberian
Enzim 1 ppm
3. Pemberian
nutriflake 3 ppm
4. Pengukuran
salinitas.
Salinitas
yang digunakan dalam aklimatisasi adalah sebesar 15-20 ppt. maka dari air laut
harus dicampur dengan air tawar untuk mendapatkan salinitas yang di iningkan.
Dalam bak aklimatisasi diberi pakan 2 kali sehari dan terus ditambah sampai 3
kali sehari. Dilakukan penurunan air sekitar 10 % sehingga 5-7 hari
salinitasnya sama dnegan yang ada di tambak.
Setelah proses aklimatisasi selesai maka benur dapat
dipanen. Biasanya panen benur dilakukan pada pagi hari atau sore hari.
Tujuannya adalah menghindari suhu perairan maupun suhu lingkungan yang tinggi.
Panen benur dilanjutkan dengan penebaran benur ke tambak budidaya. Petak tambak
dengan ukuran 60X60 m diisi dengan padat tebar benur sekitar 450.000-500.000.
dengan kata lain 150 okor/meter. Ketiak masih benur pakan yang paling cocok
adalah pakan alami. Benur yang telah dipanen biasanya berukuran PL-17 hingga
PL-28. Penebaran benur dilakukan pada pagi hari atau sore hari pada saat cuaca
tidak terjadi hujan. Hal ini dikarenan ketika terjadi hujan, maka kualitas air
akan berubah secara drastic sehingga berpengaruh terhadap kondisi benur.
Langkah-langkah dalam penebaran benur adalah sebagai berikut:
1. Meletakkan
plastik yang berisi benur pada air tambak
2. Membiarkan
selama 5 menit
3. Membuka
plastik kemasan benur tanpa mengeluarkan benur dari kemasan tersebut
4. Membiarkan
selama 5 menit sambil disirami dengan air tambak
5. Mengangkat
plastic kemasan secara cepat dengan posisi mulut kemasan berada dibawah.
Langkah-langkah tersebut ditujukan untuk
meminimalisir terjadinya kematian benur. Walaupun sudah dilakukan aklimatisasi di
bak aklimatisasi namun dalam penebaran masih diperlukan aklimatisasi tambahan.
c.
Manajemen
Pakan
Pakan salah satu kebutuhan wajib yang harus dipenuhi
dalam kebiatan budidaya. Dewasa ini peran pakan sangat central dan bahkan
menjadi factor penentu kesuksesan budidaya. Biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan budidaya bisa mencapai 80 % dari total biaya keseluruhan. Melihat
pentingnya peran pakan dalam kegiatan budidaya maka diperlukan manajemen yang
baik dalam pengelolaan pakan dan pemberian pakan pada kultivan yang
dibudidayakan.
Crustaceae merupakan biota air yang
memiliki kebiasaan hidup didasar. Sehingga dalam pemberiaan pakan diperlukan
metode tersendiri. Selain itu dalam kegiatan pemberian pakan udang cukup sulit
untuk mengetahui apakah pakan yang diberikan cukup atau kurang atau bahkan
berlebih. Disinilah peran sampling diperlukan.
Penerapan smetode FIFO (First in
First Out) dilakukan di PT Indokor Bangun desa guna meminimalisir kadaluarsa
pakan. Biasnaya pakan dapat kada luarsa hanya beberapa bulan setelah masuk ke
konsumen. Maka dari itu penerapa system FIFO ini akan sangat membantu dalam
meminimalisir kerugian. Pakan yang digunakan di PT Indokor Bangun Desa adalah
dari PT Central Proteina Prima yaitu
merek Irawan dengan berbagai macam tipe seperti tipe 681, 682, 683, dll. Tipe
681 biasanya digunakan setelah masa PL. Sedangkan tipe 683 biasanya digunakan
untuk udang ukuran 8-12gram. Pakan-pakan tersebut disuplay dari Sidoarjo
tergantung dengan jumlah yang diperlukan untuk dipesan. Biasanya pakan yang
dikirim setiap 2 minggu adalah sebesar
18 ton.
Pemberian pakan dilakukan secara
bertahap sesuai dengan umur udang. Periode pemberian pakan mulai dari 3
kali/hari sampai dengan 5 kali/hari. Waktu yang biasa digunakan dalam pemberian
pakan adalah pukul 06.00 , 10.00 , 14.00 , 18.30 , dan 22.30. dalam
mengestimasi kebutuhan pakan udang maka diperlukan sampling. Biasanya sampling
dilakukan setiap 1 minggu sekali. Sampling dilakukan dengan menggunakan anco.
Anco yang telah disiaapkan diberi pakan udang. Kemudian anco ditenggelamkan
beberapa saat (tidak sampai dasar). Setelah itu dilakukan pengangkatan anco.
Dilakukan penilian kebutuhan pakan dengan member skor. Jika pakan di anco tidak
tersisa mak dilakukan penambahan pakan untuk setiap harinya sebesar 10 %. Jika
pakan sisa sedikit maka tidak dilakukan penambahan pakan. Namun jika pakan sisa
banyak, maka dapat dikatakan pemberian pakan berlebih sehingga perlu untuk
dikurangi.
d.
Manajemen
Kualitas Air
Air merupakan salah satu kebutuhan wajib dalam
kegiatan budidaya ikan. Mengingat peran air yang sangat penting maka diperlukan
pengeolaan kualitas air yang tepat. Dalam kegiatan budidaya payau maka
diperlukan pengelolaan perbaikan kualitas air untuk mendukung kegiatan
budidaya. Disini terdapat beberapa pengelolaan kualitas air seperti :
1. Penggunaan
Kincir dan Central Drainase.
Kincir
digunakan untuk meningkatkan DO perairan tambak. Hal dikarenak budidaya udang
memerlukan kandungan DO terlarut perairan yang besar, sehingga diperlukan
kincir untuk memdukungnya. Dalam setiap petak tambak terdapat 4 samapai 8 buah
kincir tergantung ukuran dan umur udang. Jika udang masih berukuran kecil
biasanya kincir yang digunakan tidak banyak hanya 4 buah. Namun seiring berjalannya
waktu, kincir ditingkatkan jumlahnya guna menyuplai kebutuhan DO yang semakin
meningkat. Selain itu penggunaan kincir tidak dinyalakan sehari penuh. Khusus
udang yang masih kecil kincir digunakan hanya beberapa jam dalam sehari.
Biasanya pada pagi hari dan ketika siang hari kincir akan dimatikan. Hal ini
didasarkan sifat perairan ketika pagi dimana kadar DO pada titik terendah
sehingga perlu ditingkatkan dengan menggunakan kincir. Namun ketika siang hari
kincir dimatikan karena perairan sudah mulai normal dimana kadar DO akan
meningkat lagi.
Peran
kincir tidak hanya untuk meingkatkan DO di perairan. Namun kincir dapat
berperan sebagai pengaduk perairan sehingga memindahkan limbah pakan kebagian
central drainage sehingga mudah dibuang dan kualitas air dapat tetap terjaga.
Di PT Indokor bangun Desa gerakan masing-masing kincir dibuat satu arah.
Sehingga air yang teraduk dapat merata dan tidak terjadi tabrakan gerakan air.
Tujuan lain adalah untuk meminimalisir titik mati perairan yang biasanya terdapat
disudut tambak.
Central
drainage biasanya dikontrol setiap hari khususnya 4 jam setelah pemberian
pakan. Bagian ini dibuka jika limbah sudah banyak terkumpul dibagian tengah.
2. Pergantian
Air
pergantian
air diperlukan jika terjadi beberapa masalah dalam budidaya. Pergantian air
dilakukan ketika terjadi blooming plankton dan akumulasi sisa pakan ada bagian
drainage. Biasnaya pergantian air yang dilakukan sebesar 10% /hari. Pergantian
air disesuaikan dengan debit air yang mengalir dari reservoir. Air yang keluar
dibuang sesuai dengan air yang baru dimasukkan.
3. Flushing
Flushing
merupakan pergantian air namun berbeda dengan yang lainnya. Flushing yang
dimaksud adalah pergantian air dengan cara membuang air kedalam tambak diiringi
dengan pengisian air kedalam tambak sehingga air dalam tambak dalam kondisi
mengalir.
4. Pemberian
Probiotik
Probiotik
digunakan dalam kegiatan budiayda udang ditujukan untuk memperbaiki kualitas
air perairan. Probiotik yang digunakan adalah probiotik bio bacteri. Probiotik
tersebut mampu memperbaiki kualitas air budidaya dan menghambat pathogen dalam
air sehingga mampu meningkatkan produksi budidaya.
e.
Hama
dan Penyakit
Banyak sekali
jenis penyakit yang dapat menyerang udang mulai dari White spot sindrom virus
(WSSV), VNN, dll. Biasanya penyakit-penyakit tersebut menyerang udang karena
kondisi lingkugan yang buruk dan juga dikarenakan penyakit bawaan. Udang yang
terserang penyakit ataupun sait dapat dideteksi dengan cara langsung (tanpa
proses laboratorium). Misalnya tingkah laku udang ketika air digerak dengan
memutar kearah tertentu. Udang yang sehat akan melawan putaran air, sedangkan
udang yang sakit akan mengikuti putaran air. Selain itu udang yang sakit
biasanya pergerakannya tidak lincah. Namun untuk meneteksi apakah udang
tersebut sakit atau tidak akan lebih akurat dilakukan dilaboratorium dengan
menggunakan metode PCR. Metode PCR ini dikenal sangat bagus untuk mendeteksi
ikan atau udang yang terserang virus.
Hama merupakan
salah satu kendala yang sering muncul dan mengganggu kegiatan budidaya.
Beberapa hama yang seringkali mengganggu kegiatan budidaya khususnya budidaya
payau adalah burung “cangak awu”. Biasanya burung-burung tersebut memakan ikan
atau udang di kolam budidaya. Cara menanggulangi terjadinya seranga hama dapat
menggunakan jarring yang diletakkan di atas area tambak.
Sejauh ini dalam
kegiatan budidaya pembesaran udang vanamei di PT Indokor Bangun Desa belum
mengalami serangan baik itu penyakit (virus, bakteri, parasit) maupun dari hama
(burung). Maka dari itu kegiatan pengendaliaan penyakit sampai saat ini belum
dilakukan secara intensif. Terlihat dimana semua tambak tidak diberi jarring.
Hal ini dikarenakan tidak ada seranga hama dari burung pengganggu.
f.
Manajemen
Pembesaran Udang
Manajemen
pembesaran udang disini berkaitan dengan manajemen pemeberian pakan. Pembesaran
udang merupakan kegiatan utama yang dilakukan di PT Indokor Bangun Desa.
Kegiatan pembesaran udang sangat dipengaruhi oleh kegiatan pemberian pakan dan
pengelolaan lingkungan. Kedua factor tersebut sangat berpengaruh. Jika
pemberian pakan tepat dan sesuai yang diperkirakan serta pengendalian
lingkungan (kualitas air dan penyakit) dapat dilakukan dengan baik maka
kegiatan budidaya dapat berhasil.
Data
pertumbuhan udang sangat diperlukan guna mengetahui kebutuhan pakan yang
diperlukan dan mengetahui pertumbuhan udang itu sendiri. Maka dair itu
diperlukan sampling pertumbuhan. Sampling biasnaya dilakukan setiap seminggu
sekali setelah udang dipelihara selama 30-40 hari ditambak pembesaran. Hasil
sampling ini digunakan untuk menduga populasi dan menentukan jumlah pakan yang
diberikan pada tahap pemeliharaan selanjutnya.
Setelah
data dari sampling didapat maka dapat mengetahui kebutuna pakan yang diperlukan
untuk diberikan kepada udang. Dan juga melakukan pengontrolan kualitas
lingkungan ketika kondisi perairan mulai memburuk.
g.
Panen
dan Pasca Panen
Panen
merupakan tahap akhir dari kegiatan budidaya. Satu bulan sebelum dilakuakan
panen pemberian pakan dilakukuan 5 kali/ hari. Panen udang vanamei dilakukan
setelah 90-120 hari pemeliharaan. Namun
di PT Indokor panen dilakukan tergantung permintaan pasar akan size dan
permintaan pemilik perusahaan. Satu minggu sebelum dilakukan penen dilakukan
penebaran kapur sebanyak 100 kg per petak tambak untuk mengantisipasi aktifitas
moulting udang.
Kegiatan
panen memerlukan waktu hingga 6 jam. Panen dilakukan mulai menjelang sore
hingga malam. Tujuannya adalah menghindari fluktuasi suhu yang cukup tinggi
jika dilakukan di siang hari. Panen diawali dengan mempersiapkan jarring
penangkapan dan membuka central drainage. Setelah debit air mulai rendah maka
udang digiring kejaring untuk ditengkap. Dalam kegiatan pemanenan kincir harus
tetap dinyalakan. Tujuannya agar suplai DO tetap dalam kondisi normal. Setelah
tertangkap di jarring maka udang langsung dimasukkan kedalam drum yang telah
berisi es.
Hasil
panen yang telah di masukkan kedalam drum dan di beri es ini langsung dicuci.
Setelah dicuci bersih udang diletakkan kedalam keranjang dan siap untuk
ditimbang beratnya. Udang yang telah ditimbang dilakukan sortasi untuk memilah
udang berdasakan ukurannya. Katagori udang hasil seleksi terdiri dari kategori
besar dan bagus (BB), kulit moulting (KM), kelompok kecil (KK), dan under size
(US).
IV.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Manajemen
budidaya pembesaran udang di PT Indokor Bangun Desa menggunakan sistem Biocrite
dalam konstruksi tambak.
2. Permasalahan
yang sering muncul dalam kegiatan budidaya di PT Indokor adalah pengelolaan
salinitas
B. Saran
1. Sebaiknya
dalam kegiatan kunjungan tidak hanya melakukan interview namun juga dilakukan
praktek secara langsung seperti pemberian pakan, sampling, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, S.
1983. Permasalahan Kesuburan Perairan Bagi Peningkatan Produksi kan di
Tambak. Paper Kolokium. Jurusan Ilmu Perairan. Fakultas Pasca Sarjana.
IPB. Bogor
Anonim. 2009. Manajemen Akuakultur
Payau. http//: marineandfisheries.htm. diakses tanggal 10 Juni 2012
Anonim. 2010. Komoditas Budidaya Air
Payau Indonesia. http//: Andhi Fish Jogja.com. diakses tanggal 10 Juni 2012
Chua,T. E and S.K. Teng. 1978. Effect
of frequency on the growth of estuary grouper Epinephelus tauvina cultureed in
floating net cages. Aquaculture. 14: 31-47.
DKP.2004. Potensi Perairan Indonesia.
Ditjen BudidayaKementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Sidatik. 2011. Statistik Ekspor Hasil
Perikanan 2010. Kementerian Kelatan dan Perikanan. Jakarta
Supratno, T. 2006. Evaluasi Lahan Tambak
Wilayah Pesisir Jepara Untuk Pemanfaatan Budiaya Ikan Kerapu. Tesis Program
Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Unversiatas Diponegoro. Semarang
Supratno, KP, T dan Kusnendar, E. 2001. Teknologi
dan Kelayakan Usaha Budidaya Kerapu Tikus di Tambak. Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. Prosiding Lokakarya Nasional
2001 Pengembangan Agribisnis Kerapu. BPPT, Jakarta.
Triyatmo, B. 2010. Teknik Budidyaa Udang
dalam Tambak Biocrite (studi Lapangan Di Tambak Udang Pantai Selatan
Yogyakarta). Jurusan Perikanan Fakultas Petanian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta
Tseng, W.Y. 1987. Shrimp
Marineculture. Practical Manual. Dept. of Fisheries. Potmoresby.
Wyban, J.A. dan Sweeney, J. N. 1991. Intensive Shrimp Production Technology. The Oceanic Institute.
Hawai. USA.
Zaidi, A. 1992. Pengelolaan Kualitas
Habitat Tambak Dalam Menunjang Proses Produksi Budidaya Udang Windu (P.monodon Fab)
Di Proyek Pandu TIR Karawang. Thesis S-2 IPB, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar