NOVEL PERTAMA
Alhamdulillah telah terbit novel pertamaku yang berjudul "Berlayar". bagi semua pembaca, teman, sahabat, dan semuanya yang ingin membeli/ memesan silahkan kontak ke e mail ku ya : robinkalituri@gmail.com atau robinkalituri@yahoo.co.id
tidak hanya itu aku sangat berharap ada masukan dari kawan-kawan semua mengenai novel ini.....terimakasih dalam jabat tangan erat persahabatan kita.....Robin
ROBIN
BERLAYAR
Penerbit
KMIP PUBLISHER
BERLAYAR
Oleh: Robin
Copyright © 2012 by Robin
Editor
Premedia Putra
Penerbit
(KMIP PUBLISER)
(Website:www.kmip.faperta.ugm.ac.id)
(Email:)
Desain Cover:
Prameidia Putra
Diterbitkan melalui:
Ucapan Terimakasih:
Ucapan syukur dan terima
kasih aku haturkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmat serta nikmatnya.
Kepada kedua orang tuaku: Sukiran dan Mukilah yang selalu mendoakan baik siang
maupun malam. Kepada Alm KH. Abdul Aziz yang selalu membimbing dan selalu aku
takzimi. Kepada kakak-kakakku: Rofik, Rokani, Rohmat yang selalu memotivasi
dalam tolabul ilmi di Jogja. Kepada guruku dan dosen-dosenku: Prof Rustadi, Dr
Triyanto, Suadi Phd dll, yang
mengenalkanku pada sebuah peradaban manusia. Kepada sahabat-sahabatku ikan
angkatan 09’: Putra, Suhar, Senu, Ali, Aziz, Nuri, Tyas, Ima, Rofi, Windi, dan
yang tak dapat aku sebutkan semua. Sahabatku geng kontrakan Cepit: Bang Edi,
Singgih, Gembong yang usil dan aneh-aneh. Kepada seluruh orang yang aku kenal
dan memberikan inspirasi.
DAFTAR ISI
ATLET LARI………………………………………………………………………..…………..…..7
TARI…………………………………………………………………………………………..……….17
LARUNG SESAJI………………………………………………………………………………….21
BALAP PERAHU………………………………………………………………………..…..…….27
BALAI KOTA………………………………………………………………………..……..……….41
TRAGEDI PAGI
HARI…………………………………………………………………………….51
PENERANG JALAN…………………………………………………………..…………….……55
KABAR DARI PASAR……………………………………………………..………...…….…..63
MERANCANG ASA………..…………………………………………………..………..……..67
UAN……………………………………………………………….…..…………………….…..……75
RESTU
IBU………………………………………………………………………….……..……….79
NASIB
LASMI…………………………………………………..………………………………..73
JOGJA WE ARE
COMING………………………………………………………..…….………87
BERMALAM DI
SPBU…………………………………………………………….….….……..91
DOKUMEN
BERHARGA……………………………………………………………..….…..109
PERTOLONGAN…………………………………………………………………………..…….121
PEPERANGAN
……………………………………………………………………………….…129
MIMPI ITU
DATANG……………………………………………………………………..…….134
JALAN YANG IA
PILIH…………………………………………………………………….….139
EMBUN PAGI
PERTAMA…………………………………………………………………….145
“Orang berilmu dan beradab tidaklah diam dikampung halaman. Tinggalkan
negerimu dan merantaulah ke negeri orang, merantaulah kau akan mendapat
pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah manisnya hidup akan terasa
setelah berjuang.”
(Imam Syafi’i)
“Perjalanan
manusia seperti perahu layar yang mengarungi lautan. Kadang kala tertiup angin,
tersapu arus, dan diterpa gelombang. Namun itulah yang mengantarkannya kepada
pulau tujuan”
TARI
Wajahnya mengingatkanku pada
bintang film yang pernah aku lihat di televisi balai desa dulu. Oh iya, dia
mirip sekali dengan Paramita Rusadi. Seorang artis multi-tallent yang memiliki wajah catik, suara merdu dan pandai
ber-akting. Seorang artis yang hanya
bisa kulihat di televisi. Rambutnya bak deru ombak yang bergelombang, hitam
legam seperti warna kopiah bapakku. Hidungnya terlihat runcing namun mancung.
Kulitnya bersih dan putih sangat perfect.
Jika tersenyum terlihat dekik pipinya. Sosoknya bagaikan bidadari yang diutus
di bumi untuk menyegarkan pikiranku dengan membawakan sumber air oasis di
padang pasir. Sedikit yang aku tahu dari para nelayan, ia adalah anak juragan
yang menguasai perahu nelayan di kampungku. Jika memang benar ia anak juragan,
maka bagaikan punguk merindukan bulan. Bagaikan bumi dan langit terlalu jauh
untuk mengharapkannya. Jika aku diijinkan, maka aku rela menjadi pembantunya.
Oh bidadari surga.
Pertama kali melihatnya,
hati ini langsung bergetar menyenandungkan lagu cinta yang tumbuh. Waw, apakah
ini cinta pada pandangan pertama? Salah satu jenis cinta yang menurutku sangat
tidak rasional, karena itu hanya ada di film dan juga sinetron. Namun kini
setelah melihatnya, ideologi yang aku
anut mengenai cinta pada pandangan pertama yang hanya di Film atu sinetron
mulai menipis, dan aku bahkan mulai amnesia dengan ideologiku yang satu itu.
Entah cinta atau nafsu, itu
juga samar-samar. Disore yang cerah dia sedang asik bermain di pantai ditemani
seseorang, yang mungkin sahabatnya. Sesekali kulihat ia sedang bermain pasir
dan tak lama kemudian ia berenang ditepian pantai. Aku malu, maka aku hanya
dapat meliriknya dari kejauhan. Pandanganku tetap tertuju pada lautan luas dan
perahu nelayan yang akan bersandar.
Ombak lautan masih tertata
apik menyenandungkan lagu perjuangan kepada para nelayan dan buruh tarik jaring
yang telah siap untuk beradu nasib. Kepada para ibu-ibu yang dirumah untuk
menunggu suaminya datang. Kepada para tengkulak yang menunggu ikan hasil
tangkapan nelayan bersandar. Sementara mentari mulai pulang dari peraduannya. Tergantikan
oleh jingga yang elok di ujung laut sana. Ia pulang mengantarkan cerita kepada
manusia. Bahwa hidup selalu berjalan dan terus berubah sepanjang masa. Tak ada
yang tetap dan konstan. Yang ada adalah perubahan yang terus berjalan.
***
Terdengar suara yang asing ditengah-tengah
kami yang duduk di tepian pantai. Suara yang tak pernah aku dengar sepanjang
masa. Namun seakan ada sesuatu yang menggetarkanku. Entah itu apa aku masih
bingung. Seketika kamipun menengok datangnya
sumber suara tadi. Ternyata seorang gadis yang aku lihat beberapa hari yang
lalu.
“boleh ikut duduk disini” tanyanya dengan mengedarkan
senyum kepada kami dengan bibir yang mengulum manis
“boleh…boleh silahkan” jawab Lasmi dengan penuh
keramahan
Semua terpukau olehnya,
seperti anak kecil yang sedang melihat topeng monyet di pasar Ngemplak. Mata
kami mendelik seakan mau keluar dari kelopak mata. Memperhatikan setiap gerak
wajahnya. Menyejukkan setiap perkataannya. Seakan aku jatuh cinta padanya. Sebagai
anak nelayan yang setiap hari hanya duduk dipantai menunggu kapal datang, kini
malah bidadari yang datang. Sungguh hanya dapat memandanginya.
“Perkenalkan nama ku Sadli,” serabut Sadli dengan
melontarkan tangan kanannya ke gadis tadi
“nama ku Tari”
Aku dan Gemol juga tak mau
kalah, untuk memperkenalkan diri. Dengan wajah yang sedikit tegang dan tangan
yang bergetar akhirnya kuberanikan tangan ini ku gerakkan untuk menjabat
tangannya. Rasa canggung yang menyeruap aku tahan sekuat tenaga. Ketika tangan
kami mulai mendekat, seolah-olah waktu mulai melambat bak slow motion di film Matrix. Ketika kedua tangan kami bersatu
disitulah pertama kalinya dalam hidup, aku merasa dunia mulai berhenti
berputar, yang terdengar hanya detak jantungku yang sangat kencang dan yang
terlihat hanya senyumnya yang manis dengan cekung pipinya yang khas. Oh Tuhan
rasanya aku mau pingsan. Namun dari belakang Gemol menepuk pundakku dan
menyadarkanku dari lamunan konyol ini.
“hoi, gentian dong…!” seru Gemol dengan membisikkan
ditelingaku
“Iya…iya sabar,
sirik aja sih!” jawabku sembari melepaskan jabatan tangan ini.
Lasmi yang berada disamping kami hanya, diam dan kemudian
berdehem. Inilah pertama kalinya aku berkenalan dengan seorang gadis. Sejak
itulah kami mengenal Tari dan sering main bersama di pinggir pantai sambil
menunggu kapal nelayan bersandar.
***
PENERANG JALAN
Pesan yang disampaikan kak
Ridwan tempo hari lalu selalu membayangiku. Seakan ia selalu membisikkan di
telingaku. Pada waktu makan, mau tidur, dirumah, belajar seakan aku selalu
dibisiki oleh kata-kata itu. Beasiswa satu kata yang selalu aku ingat dan
selalu menggangguku. Bulan terasa sangat terang, bintang menemani disana dengan
penuh kesetiaan, malam semakin larut, bulan mulai bergerak ketimur. Tak terasa,
hawa dingin menyeruap masuk sela-sela jendela kamar. Cahaya bulan yang terang
seakan menemani dan menerangiku dalam lamunan ini. Iya dalam lamunan untuk
dapat meraih beasiswa di perguruan tinggi ternama di Indonesia. Bisa di UI, ITB
atau bahkan UGM.
Deru ombak terdengar
mengalunkan lagu melodi memecah sepi, dipinggir pantai terlihat plankton yang
berkerlap-kerlip seperti kunang-kunang yang terang. Beberapa kapal motor
nelayan terdengar dari kejauhan. Menandakan bahwa waktu melaut sudah datang.
Jika para nelayan mulai berangkat melaut, sudah dapat dipastikan ini menginjak
pukul 1 dini hari. Namun aku belum merasakan ngantuk.
Lambat laun suara deru ombak
semakin meredup. Hawa dingin semakin meruap. Menyelimuti sepinya pagi ini.
Sesekali suara jangkrik terdengar di pojok rumah. Lamat-lamat kelopak mataku
semakin menggerayut tak kuasa lagi. Hingga lambat laun tak terdengar lagi suara
deru ombak, jangkrik yang bernyanyi riang dan perahu nelayan.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar