BERTAHAN DARI BADAI KABUT DI GUNUNG MERBABU
Jangan mudah percaya dengan apa yang dikatakan orang jika ia belum melakukan
Dan aku pun tak mudah percaya dengan itu….
Ingin aku buktikan apa yang mereka katakan…
Dan aku akan membuktikannya…
(ekstrimnya suhu dipuncak gunung)
Ingin aku kisahkan mengenai sebuah perjalan….
Awal dari kisah ini adalah: “inilah jalan yang kita pilih kawan”
Ya, inilah jalan yang kita pilih. Kita harus berani menanggung risikonya. Seberat apapun, itulah yang harus kita lakukan. Sebenarnya aku ingin menuliskan sebuah cerita menganai perjalananku beberapa hari yang lalu. Aku ingin berbagi pengalamanku mengenai pendakian di Gunung Merbabu.
Memang aku bukanlah seorang pendaki professional dan aku belum pernah melakukan pendakian di gunung-gunung yang cukup tinggi. Yang pernah aku lakukan mendaki gunung Budhek dikotaku yaitu Tulungagung yang hanya memerlukan waktu 1 jam sampai puncak. Namun dengan keberanian dan semangat akhirnya aku bersama 5 teman kampus memberanikan diri untuk melakukan pendakian. Dari 6 orang yang pernah melakukan pendakian hanya satu orang. Ini adalah perjalan yang takkan aku lupakan.
Sabtu sore sekitar pukul 15.00 kami berkumpul di kontrakan sembari mempersiapkan alat untuk melakukan pendakian. Setelah berkumpul dan mempersiapkan alat sekitar pukul setengah 5 kami melakukan perjalan menuju Magelang. Kami akan melakukan pendakian lewat jalur Wekas yang berada di kabupaten Magelang tepatnya dii kecamatan Pakis. Kenapa tidak lewat jalur pendakian Selo?. Menurut teman kami yaitu Riawan kalau lewat jalur Selo membutuhkan waktu yang lama untuk sampai puncak.
Foto sebelum berangkat menuju Magelang
Sepanjang perjalanan munuju Wekas terlihat tanaman sayuran tumbuh dengan subur. Mulai dari kobes, seldry, cabe, dan bahkan tembakaupun terlihat hijau dan indah. Begitu indah pemandangan disepanjang jalan menuju Wekas. Sekitar pukul 7 malam kami tiba di kec Pakis. Udara gunung telah menyambut kami. Terasa dingin sekali udara malam di kaki Gunung Merbabu. Langsung kami menuju baschamp yang merupakan rumah salah seorng warga. Sembari merenggangkan tubuh karena melakukan perjalanan yang cukup jauh dari Jogja ke Magelang kami menikmati makan malam bersama. Dengan merogoh kocek 5 ribu kami dapat menikmati nasi sayur dengan lauk telor yang cukup nikmat. Masakan khas pedesaan dimana cara memasaknya menggunakan kayu mengingatkanku pada rumah. Karena ibuku selalu melakukannya sejak dulu. Walaupun sudah dapat bantuan kompor gas, untuk masalah masak nasi ibu selalu menggunakan tungku dan kayu bakar.
Berikut ini foto bersama ketika menikmati makan malam dirumah salah seorang warga.
Waktu terasa sangat cepat dan perjuanganpun dimulai. Ketika waktu menunjukkan pukul 9 kami telah berkemas-kemas untuk melakukan pendakian. Sungguh pendakian yang takkan terlupakan. Pertama kali menginjakkan kaki untuk pendakian terasa senang sekali karena apa yang kami cita-citakan dan rencanakan beberapa minggu yang lalu tercapai. Namun belum sekitar seratus meter berjalan udara dinggin khas pegunungan dan embun yang merangsak turun mulai masuk kedalam paru-paruku. Nafasku terasa sesak dan semakin sesak. Dalam hatiku, apakah aku nanti akan sanggup sedangkan sekarang terasa sesak dada ini”. Aku bingung apakah akan meneruskan perjalanan. Dengan menanggung risiko yang sanagt berat akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Langkah demi langkah terus berjalan. Kaki terus digerakkan, dan tak terasa keringat mulai keluar ditengah dinginnya malam di Gunung Merbabu. Rasa sesak yang awal perjalan memenuhi paru-paruku mualai menghilang dan kini hanya rasa semangat yang tumbuh. Setiap perjalanan ada canda ada kebersamaan. Mengingatkanku pada sebuah persahabatan di masa SMA. Dan inilah sahabat-sahabat baruku yang memiliki misi bersama yaitu untuk mencapai puncak G. Merbabu. Salah seorang sahabatku yaitu Putra harus susah payah untuk melakukan perjalanan. Sering kali ia meminta kami untuk istirahat dan kamipun istirahat.
Disebuah malam yang tak pernah terlupakan. Disebuah masa yang akan selalu terkenang. Disebuah perjalanan yang sangat menegangkan. Kami terus melakukan perjalanan. Ketika hampir sampai di “jembatan setan”alampun berubah drastis yang tadinya tenang dan sesekali ada angin kini berubah. Kabut kebal ditambah angin terus berhembus menerpa kami. Hawa dingin mencenggkeram kami. Hawa dingin seakan terasa sampai tulang. Kondisi alam yang drastis itu kami menyebutnya “badai Kabut”. Kenapa kami sebut badai kabut?. Karena dimalam itu kabut tebal silih berganti disapu angin dan disertai embun yang menetes ke bumi. Embun ini kemungkinan dari kabut yang bergesekan sangat kencang. Ketika aku menanyakan pada sahabatku yaitu Riawan yang sering mendaki katanya ia tak pernah menjumpai kabut yang tebal disertai badai. Terpaksa kami harus berhenti dan menyelamatkan diri. Kamipun bingung akan meneruskan perjalanan atau harus turun. Jika meneruskan perjalanan akan sangat berbahaya namun jikat tidak diteruskan dan turun cukup jauh jaraknya dari baschamp. Kebimbanganpun terjadi dan kami memutuskan untuk mengurungkan niat kepuncak dan menundanya di pagi hari. Ketika dalam penantian, semakin terasa hawa dingin. Kaki dan tangaku semakin kedinginan. Apalagi tangan sampai mati rasa. Dalam hatiku “jika terus-terusan disini maka akan sangat berbahaya dan nyawapun taruhannya”. Walalaupun hidup dan mati terasa sangat tipis akupun mencoba menghibur diri dan teman-teman. Akupun berkata “ inilah jalan yang kita pilih kawan…hahaha”, “seandainya saja ada seorang wanita cantik pasti terasa hangat ditengah dinginnya badai kabut ini…hehehe”. Tawapun pecah ditengah dinginnya badai kabut yang menyerang.
Berikut adalah foto setelah diserang badai kabut
Setelah beberapa jam terjebak dalam serangan badai kabut kamipun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Walaupun kabut dan angin masih sering muncul namun intensitasanya tak seperti tadi. Semakin terasa senang ketika kami sampai disebuah puncak. Sekitar pukul 5 pagi halimun terlihat diujung timur. Kamipun beristirahat untuk melakukan solat subuh ditengah dinginnya hawa gunung.
Setelah melewati hambatan yang cukup menantang adrenalin, kamipun daapat melihat indahnya dunia diatas ketinggian. Namun belum sampai puncak tertinggi. Terlihat begitu indahnya lukisan Tuhan. Begitu megahnya gunung-gunung yang kokoh berdiri di kiri dan kanan gunung Merbabu. Indahnya gunung Merapi, Sumbing, Sindoro terlihat diselimuti kabut yang kadang muncul. Subhanallah, sungguh sangat indah. Terdapat beberapa puncak di G Merbabu seperti puncak Syarif dengan ketinggian 3119 mdpl (meter diatas permukaan laut), geger sapi dan puncak tertinggi yaitu Kenteng Songo dengan ketinggian 3142 mdpl. Kamipun memutuskan untuk dapat sampai puncak tertinggi. Namun sebelum samapi puncak kami sempatkan untuk sarapan mie instan, roti, dan minum. Tak lupa kamipun memanfaatkan pemandangan yang indah ini untuk diabadikan di camera.
Beberapa foto sebelum sampai puncak Kenteng Songo
Tak kalah menantang, perjalanan menuju puncak Kenteng Songo cukup menakutkan. Dan sudut kemiringannya hampir 90 derajat. Kami harus berjalan dengan memegangi bebatuan yang tadas. Akhirnya perjuanganpun usai sudah dengan pencapaiaan yang tak dapat kami bayangkan. Kami dapat mencapai puncak tertinggi gunung Merbabu ini. Puncak Kenteng Songo yang sangat indah telah berada didepan mata. Pengorbanan, perjuangan dan semangat telah membangkitkan kami untuk sampai disini. Dan sekali lagi kami tak lupa untuk mengabadikan moment indah ini.
terimakasih kepada seluruh sahabatku yang telah mengorbankan sepenuh tenaga untuk dapat mencapai puncak Gunung Merbabu: Putra, Riawan, Edi, Wisnu, dan Aziz….
salam hangat untuk kita semua dan mari kita rencanakan perjalanan berikutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar