SEMINAR
1 SKS
POTENSI
DAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN SIDAT
Disusun Oleh:
Robin
09/283398/PN/11661
Program Studi Budidaya Perikanan
Jurusan
Perikanan
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan sidat merupakan salah satu jenis ikan yang
belum begitu popular bagi masyarakat Indonesia. Namun jika melihat potensi ikan
sidat di Indonesia yang begitu besar merupakan peluang untuk dapat
dikembangkan. Saat ini ikan sidat belum dapat di benihkan secara masal, sehingga
untuk menyuplai kebutuhan benih dalam kegiatan pembesaran masih tergantung dari
alam. Terdapat sekitar 13 spesies ikan sidat yang hidup di Indonesia. Banyaknya
jenis ikan sidat ini membuka peluang untuk dikembangkan lebih intensif sehingga
menimbulkan multyflayer effect.
Pertembuhan
ikan sidat dialam relatif lambat (Deekter, 1981). Lecombe-Finger (1983)
mengemukakan bahwa pertumbuhan ikan sidat Eropa dari elver hingga sidat ukuran 25 cm adalah 7 cm pertahun. Pertumbuhan
sidat budidaya berkisar antara 11-17 cm pertahun (Deelder, 1981). Maka dengan melihat
pertumbuhannya yang lambat perlu dilakukan berbagai penelitian untuk
meningkatkan pertumbuhan ikan sidat. Harapannya dengan pertumbuhan yang cepat
maka proses panen akan lebih singkat sehingga permintaan sidat dunia dapat
terpenuhi.
Konsumsi ikan sidat mengalami peningkatan yang
signifikan, dimana pada tahun 1985 sebesar 80.000 ton menjadi 140.000 ton pada
tahun 1999. Tetapi peningkatan jumlah konsumsi tersebut tidak diimbangi oleh
peningkatan produksi. Pada tahun 1994 mampu mencapai 40.000 ton, sedangkan pada
tahun 1999 merosot drastis, hanya tinggal 23.000 ton (Tabeta, 2002). Tahun 2012
permintaan ikan sidat dunia mencapai 300 ribu ton, dan setengah permintaan ikan
sidat didominasi oleh Jepang yang mencapai 150 ribu ton/ tahun (P2HP, 2012).
A.
TUJUAN
1. Mengetahui potensi dan
permasalahan pengembangan budidaya ikan sidat
2. Mengetahui aspek penting dalam
pembesaran ikan sidat seperti persebaran ikan, wadah budidaya, pakan, dan
penyakit serta pemasaran.
B.
MANFAAT
Manfaat dari seminar ini agar dapat mengetahui potensi ikan sidat untuk dibudidayakan dan
berbagai masalah yang nantinya diharapkan dapat dipecahkan dari berbagai
penelitian.
C.
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam seminar ini dengan menggunakan metode tinjauan
pustaka. Dengan cara mencari jurnal-jurnal, literatur, buku dan sebagainya.
II. PEMBAHASAN
A. Potensi
pengembangan budidaya ikan sidat
Ikan sidat merupakan salah satu
jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Harga ikan sidat
dipasaran mencapai 100 – 150 ribu / kg. Saat ini terdapat 13 jenis ikan sidat
di alam dan yang sudah dikembangkan untuk dibudidayakan masih minim. Beberapa
jenis yang telah dibudidayakan adalah Anguilla
bicolor, A. marmorata, A. japonica, dll. Ketersediaan benih yang
melimpah menjadi peluang yang sangat besar untuk dikembangkan lebih maju.
Ikan sidat dapat hidup di dua
perairan yaitu di perairan tawar dan asin. Ketika akan memijah ikan sidat akan
melakukan migrasi ke laut dalam. Tahap selanjutnya ketika sidat mulai memasuki
fase glass eel akan kembali ke
perairan tawar. Maka dari itu pengembangan budidaya ikan sidat dapat dilakukan
di perairan tawar. Potensi perairan Indonesia yang masih besar merupakan
peluang untuk dimanfaatkan dalam pengembangan budidaya pembesaran sidat.
Potensi perairan di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel
1. Potensi , pemanfaata, dan peluan pengembangan perairan Indonesia
Melihat
tabel diatas maka menjadi sangat potensial bahwasanya perairan Indonesia
khususnya perairan tawar yang masih luas untuk dimanfaatkan. Dapat dilihat
bahwa potensi perairan umum dan kolam cukup besar mencapai mencapai 400 ribu
Ha. Jika dimanfaatkan secara maksimal bukan tidak mungkin akan memberikan multiflayer effect yang cukup besar.
Saat
ini teknologi untuk pengembangan budidaya sidat cukup mudah. Artinya bahwa
penerapan teknologi untuk budidaya hampir sama seperti budidaya ikan konsumsi
lain. Syarat hidup ikan sidat juga tidak begitu sulit sehingga akan dapat
dengan mudah untuk dibudidayakan. Ikan sidat juga dapat dipelihara di berbagai
bentuk wadah seperti kolam, pen, dan keramba jaring apung (Anonim, 2012).
Ikan sidat dapat hidup pada media
air tawar maupun air payau. Namun pada dasarnya kebanyakan pembudidaya
membudidayakan ikan sidat pada media air tawar. Selain kemudahan untuk
mendapatkan media, juga karena biaya operasional yang dikeluarkan juga lebih
murah. Berikut adalah tabel hasil penelitian mengenai ikan sidat yang
dibudidayakan pada media air dengan kadar garam berbeda (Sutrisno, 2008).
Tabel 2. Rata-rata sintasan, laju pertumbuhan
spesifik dan konversi pakan benih sidat setelah 42 hari pemeliharaan
Salinitas perlakuan
(ppt)
|
Sintasan
(%)
|
Laju Pertumbuhan
Spesifik (%)
|
Konversi Pakan
|
0
|
58a
|
0,02a
|
21,11
|
5
|
100b
|
2,33b
|
3,36
|
10
|
96b
|
1,65b
|
5,11
|
15
|
97b
|
1,57b
|
5,70
|
Keterangan : angka dalam kolom yang diikuti huruf
superskrip sama menunjukkan tidak beda nyata (P<0,05)
Sumber : Sutrisno, 2008
B. Permasalahan pengembangan
budidaya sidat
Saat ini pengembangan budidaya
sidat masih bertumpu oleh ketersediaan benih dari alam. Ketersediaan benih dari
alam walaupun cukup melimpah namun sifatnya musiman. Hal ini dikarenakan ikan
sidat melakukan migrasi untuk memijah di laut pada waktu-waktu tertentu.
Biasanya ikan sidat melakukan pemijahan pada awal musim penghujan. Sehingga
ketergantungan benih dari alam minim jika tidak di carikan solusi yang tepat
akan menjadi masalah suatu saat nanti. Tidak sampai di situ, jenis ikan sidat
untuk kualitas ekspor ke berbagai Negara berbeda-beda. Seperti contoh, Negara
Jepang biasanya mengimpor sidat jenis A. bicolor
sedangkan Negara Cina dan hongkong cenderung mengimpor jenis A. marmorata.
Ikan sidat merupakan ikan karnivora
murni yang membutuhkan pakan berupa hewan lain. Apabila ikan tersebut diberi
pakan buatan maka kadar protein pakannya harus tinggi (40%) sehingga harga
pakannya mahal., hal ini akan menyebabkan biaya produksi dalam budidaya sidat
menjadi tinggi sehingga harga sidat bila dijual menjadi tinggi. Saat ini pakan
yang digunakan untuk benih ikan sidat masih mengandalkan pakan alami seperti
cacing sutra, cacing darah, maupun artemia. Setelah menginjak dewasa ikan sidat
biasanya dapat diberi makanan berupa pelet yang dibentuk pasta.
C. Persebaran ikan sidat
Ikan sidat, Anguilla spp
merupakan salah satu jenis ikan yang laku di pasar Internasional (Jepang,
Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan beberapa Negara lain). Dengan demikian
ikan ini memiliki potensi sebagai komoditas ekspor. Di Indonesia, ikan sidat
banyak ditemukan di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam seperti
pantai selatan P. Jawa, pantai barat P. Sumatra, pantai timur P. Kalimantan,
pantai P. Sulawesi, pantai kepulauan Maluku dan Irian Barat (Affandi, 2010).
Menurut Matsui (1993), mengelompokkan ikan sidat
menjadi dua golongan besar berdasarkan
posisi sirip yang dimilikinya yaitu perbandingan antara panjang preanal dan
predorsal yang dinyatakan dalam persentase terhadap panjang total. Golongan
tersebut adalah:
·
10 Golongan dengan tipe sirip
dorsal panjang (long fin) dengan persentase antara 7%- 17%. Sidat yang
termasuk dalam kelompok ini berjumlah 14 spesies.
·
Golongan berikutnya adalah tipe
sirip dorsal pendek (short fin) dengan persentase antara 0%- 5% yang
terdiri atas 4 spesies.
Menurut Nontji (1987), terdapat
sekitar 13 spesies dan subspesies ikan sidat dengan daerah penyebaran di
Indonesia meliputi perairan pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Menurut
Tomiyama (1977), Indonesia setidaknya memiliki enam jenis ikan sidat yaitu Anguilla mormorata, A. celebensis, A. ancentralis, A. borneensis,
A. bicolor bicolor, A. bicolor pacifica. Jenis-jenis ikan sidat
tersebut menyebar didaerah –daerah yang berbatasan dengan laut dalam. Berikut
adalah klasifikasi, zonasi dan distribusi ikan sidat
Tabel 3. jenis spesies, zonasi, dan
distribusi geografi ikan sidat
Tipe
|
Zona
|
Jenis spesies
|
Distribusi
|
Long fin
|
Temperature
|
A.
anguilla
|
Inggris, Jerman, Belanda, Itali
|
A.
rostrata
|
Amerika (timur), Kanada
|
||
A.
japonica
|
Jepang, China
|
||
Ekuatorial
|
A.
reinhardti
|
Australia
|
|
A.
marmorata
|
Afrika, Indonesia
|
||
A.
celebensis
|
Filipina, Indonesia
|
||
A.
megaastoma
|
Kaledonia baru
|
||
A.
ancentralis
|
Indonesia
|
||
A.
borneensis
|
Indonesia
|
||
A.
nebulosa nebulosa
|
Srilanka
|
||
A.
mossambica
|
Afrika
|
||
Short fin
|
A.
bicolor bicolor
|
Indonesia, Srilanka
|
|
A.
bicolor pacifika
|
Indonesia
|
||
A.
obsura
|
Kaledonia baru
|
||
temperature
|
A.
dieffenbachi
|
Selandia baru
|
|
A.
australis australis
|
Australia
|
||
A.
australis schmidti
|
Kaledonia baru
|
Sumber : Affandi, 2010
Pengembangan
ikan sidat hingga saat ini masih tergantung pada penangkapan dari perairan umum.
Ketersediaan ikan ini di pasaran baik kontinuitas maupun kuantitas tidak dapat
dijamin dan sangat tergantung dari keberhasilan usaha penangkapan di alam (Herianti, 2005). Budidaya pembesaran
secara intensif telah dilakukan di beberapa negara maju seperti Jepang dan
Eropa dengan benih yang diambil dari alam dengan cara mencegat ruaya benih
sidat/elver dari perairan asin ke
perairan tawar. Di Indonesia usaha pembesaran secara intensif dan terkontrol
pernah dilakukan pada tahun 1995 – 1997 di Sukabumi, tetapi kesulitan mencari
benih merupakan kendala utama sehingga usaha itu tidak berlangsung lama.
Permintaan
akan benih sidat (glass eel) yang
cukup tinggi tidak diimbangi oleh produksinya. Sejauh ini untuk memenuhi
permintaan benih ikan sidat masih mengandalkan dari penangkapan dari alam.
Pembenihan ikan sidat saat ini belum ditemukan sehingga kebutuhan akan benih
sidat hanya mengandalkan dari alam. Ikan sidat mempunyai sifat katadromus yakni melakukan ruaya mijah
ke laut dan anak-anak sidat melakukan ruaya kembali untuk tumbuh dewasa di
perairan tawar. Ruaya merupakan bagian terpenting dalam siklus hidup ikan sidat
untuk kelangsungan proses regenerasi. Pemutusan salah satu mata rantai siklus
ini dapat mengakibatkan punahnya sumberdaya sidat di alam karena pemijahan
hanya terjadi sekali dalam hidupnya (Herianti, 2005).
Berbagai penelitian di lakukan untuk dapat
membenihkan ikan sidat secara masal. Namun saat ini belum ada hasil yang
maksimal dari berbagai penelitian tersebut. Beberapa hasil penelitian mengenai
beberapa aspek untuk pembenihan ikan sidat seperti yang telah dilakukan oleh
Herianti (2005), mengenai rekayasa lingkungan untuk memacu perkembangan ovarium
ikan sidat.
D. Pakan sidat
Ikan sidat termasuk
hewan karnivora, diperairan umum ikan sidat memakan berbagai jenis hewan
khususnya organisme bentik seperti : crustace
(udang dan kepiting), polichaeta
(cacing), larva chironomous (Tesch,
1977), bivalvia (De Nie, 1982). Ikan
sidat termasuk hewan nocturnal yang
aktif pada malam hari. Sehingga dalam kaitannya kegiatan pembesaran alangkah
baiknya pemberian pakan dilakukan pada malam hari.
Pertumbuhan sangat berkaitan erat dengan pakan. Pakan yang
memenuhi kebutuhan gizi dapat berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan.
Ketersediaan pakan alami memiliki peran penting dalam budidaya ikan terutama
pada stadia benih. Pada budidaya intensif pengadaan pakan buatan sangat
diperlukan. Pakan buatan juga dapat melengkapi penyediaan nutrisi yang tidak
terdapat dalam pakan alami (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Berikut adalah
kandungan nutrient untuk ikan sidat.
Tabel
4. Kandungan nutrient pakan yang dibutuhkan ikan sidat
Nutrient
|
Kandungan (%)
|
Protein
Lemak
Seratkasar
BETN
Abu
|
47,93
10,03
8,00
8,32
25,71
|
Sumber
: Anonim, 2011
Telah
banyak publikasi yang membahas mengenai pakan untuk benih ikan sidat. Berbagai
penelitian dilakukan guna memberikan landasan dalam pengembangan budidaya ikan
sidat. Menurut Arief M et al (2011)
pemberian pakan alami dan kombinasi dengan pakan buatan memberikan pengaruh
yang cukup mencolok. Hasil penelitian pada ikan sidat dengan ukuran 11 cm pakan
yang tepat dan memberikan pertumbuhan terbaik adalah dengan menggunakan pakan
alami berupa tubifex. Rata-rata laju
pertumbuhan harian pada perlakuan
tubifex adalah 1,7 %. Publikasi lain menyebutkan bahwasanya pemberian
pakan alami berupa artemia telah memberikan tingkat kelulus hidupan mencapai
100% . berikut disajikan tabel mengenai pemberian pakan alami terhadap
sintasan, laju pertumbuhan spesifik dan konversi pakan (Sutrisno, 2008).
Tabel
5. Rata-rata derajat sintasan, laju pertumbuhan dan konversi pakan benih ikan
sidah setelah 42 hari pemeliharaan
Pakan Perlakuan
(jenis)
|
Sintasan
(%)
|
Laju Pertumbuhan
Spesifik (%)
|
Konversi Pakan
|
Tubifex
|
83,3a
|
1,85a
|
4,34
|
Artemia
|
100,0a
|
2,82b
|
2,77
|
Spirulina
|
80,0a
|
0,15c
|
134,33
|
Keterangan : Angka dalam kolom yang diikuti huruf superskrip
sama menunjukkan tidak beda nyata (P<0,05)
Sidat
yang masih berbentuk glass eel dan
berumur 4-10 hari dapat diberi pakan cacing tanah yang dilumatkan. Cacing tanah segar di lumatkan dengan cara di blender, dan dibentuk pasta. Pertama kali
pasta cacing ini dimasukan ke akuarium, tidak ada elver yang tertarik kecuali saat elver menabraknya dengan tidak sengaja. Ketika elver melakukannya maka dia mulai makan di dasar akuarium. Perlu
waktu satu jam atau lebih bagi elver
untuk makan, sampai habis (Anonim, 2011)
Sidat yang
berumur 10-20 hari diberi makan 2 kali sehari. Pemberian pakan dilakukan dua
kali sehari jam 09:00 dan jam 17:00. Elver
kemudian secara cepat mendeteksi adanya makanan, dan tertarik dengan bau amis,
akan tetapi lambat menentukan lokasi dari pakan, karena arus air akan
mendifusikan bau makanan ke seluruh aquarium, elver akan segera berenang menjelajah di dasar kolam. Elver menentukan lokasi pakannya
sepenuhnya dengan indera penciuman (eel
yang buta yang ditempatkan di akuarium dapat hidup bertahun tahun) akan memakan
pakan secara rakus jika mendapatkannya.
Elver akan tumbuh
dan dapat terlihat beberapa tumbuh lebih cepat dari pada yang lainnya. Ia akan
mulai terbiasa dengan rutinitas pemberian pakan, segera setelah pakan di
letakan, dengan cepat sidat menciumnya dan secara rakus memakan pasta pakan.
Dapat berlangsung dalam 10 menit. Kandungan protein yang
diperlukan untuk Anguilla japonica
mencapai 44,5%, sedangkan kandungan protein yang diperlukan untuk sidat eropa
berkisar antara 30-48% (Spannhof and Kuhne, 1977; Degani et al., 1984, 1985; Arai et al., 1986).
E. Tempat Pembesaran
Ikan
sidat bersifat katadromous, dimana memijah
di laut dalam jauh dari daerah pembesaran yang umumnya di perairan tawar. Benih
ikan (glass eel) sidat tropis umumnya beruaya anadromous di muara sungai dalam kawanan multi-spesies (Aoyama,
2009). Migrasi ikan sidat ke perairan laut dilakukan secara pasif mengikuti
arus perairan laut. Setelah bermetamorfosis menjadi glass eel, selanjutnya
larva sidat fase glass eel tersebut masuk ke sungai. Larva sidat masuk
ke sungai hanya pada waktu tertentu dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Larva sidat bermigrasi dari kawasan muara ke arah hulu.(Budiharjo,
2010).
Pembesaran ikan sidat yang telah dilakukan saat ini
diperairan tawar dengan berbagai bentuk wadah. Secara praktis ikan sidat dapat
dibudidayakan di kolam tanah berdinding bambu, kolam beton (bak beton), pen dan
keramba jaring apung. Apa pun jenis wadah yang digunakan dalam budidaya ikan
sidat yang harus diperhatikan adalah bagaimana mencegah lolosnya ikan dari
media budidaya (Anonim, 2012).
Budidaya pembesaran
ikan sidat di keramba jaring apung dapat dilakukan dengan mudah. Biasanya Satu
unit jaring apung memiliki empat kolam berukuran 7 x 7 m, dengan jaring
berukuran 7 x 7 x 2,5 m dan mata jaring 2,5 inchi.
Untuk menghindari lolosnya ikan, disekeliling tepian kolam bagian atas diberi
penutup dari hapa dengan lebar 60 cm.
F. Penyakit
Penyakit yang seringkali menyerang ikan
sidat dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yakni penyakit menular yang
sering disebut parasit, disebabkan oleh aktivitas mikro organisme seperti
bakteri jamur, virus dan protozoa. Lalu yang kedua adalah penyakit yang tidak
menular, yaitu penyakit yang bukan disebabkan oleh mikro organisme, tetapi
disebabkan hal lain misal karena kekurangan pakan, keracunan konsentrasi
oksigen dalam air rendah atau penyakit gelembung udara. (Anonim, 2012)
Penyakit
yang menyerang ikan sidat yang dibudidayakan diberbegai Negara maju seperti di
Jepang dan Negara-negara Eropa adalah Anguilla
crassus. A.crassus merupakan
nematode yang telah menyerang berbagai kolam pembesaran ikan sidat di Jepang
dan berbagai Negara Eropa. Serangan A. Crassus
ini biasanya terjadi ketika sidat mulai dewasa dan memasuki perairan tawar.
Kemungkinan hal ini terjadi lantaran perbedaan salinitas sehingga mempengaruhi
sistem dalam tubuhnya. Setelah dapat bertahan di air tawar biasanya kekebalan
terhadap serangan penyakit semakin meningkat. Hal ini dikarenakan sidat mulai
mengembangkan sistem pertahanan non spesifik sehingga menghasilkan antibodi
untuk pertahanan dari serangan penyakit (Kuwahara et al., 1974; Moravec and Taraschewski, 1988).
G. Pemasaran
Sidat biasa dikonsumsi
pada ukuran sekitar 500 gram ke atas, namun ada pula yang mengkonsumsi ukuran
di bawah itu. Ikan sidat yang di ekspor ke Jepang biasanya berukuran antara
250-300 gram. Sebelum dipanen sidat perlu dipuasakan terlebih dahulu. Satu atau
dua hari sebelum pemanenan sidat tidak perlu diberi makan (Anonim, 2012).
Ikan sidat mempunyai banyak
keunggulan. Konon, tekstur dagingnya yang lembut mampu menyembuhkan berbagai
penyakit, terutama penyakit kulit. Di Jepang dan Eropa, sidat digemari karena
memiliki kandungan protein, terutama vitamin A. Kandungan vitamin A sidat 45
kali lipat dari kandungan vitamin A susu sapi. Kandungan vitamin B1 sidat
setara dengan 25 kali lipat kandungan vitamin B1 susu sapi. Kandungan vitamin
B2 sidat sama dengan 5 kali lipat kandungan vitamin B2 susu sapi. Dibanding
ikan salmon, sidat mengandung DHA (Decosahexaenoic
acid, zat wajib untuk pertumbuhan anak) sebanyak 1.337 mg/100 gram
sementara ikan salmon hanya 748 mg/100 gram. Sidat memiliki kandungan EPA (Eicosapentaenoic Acid) sebesar 742
mg/100 gram sementara salmon hanya 492 mg/100 gram. Masih banyak lagi kandungan
zat ajaib yang terkandung dalam tubuh sidat. Tak heran, di Eropa, Amerika,
Taiwan, dan Jepang, konsumsi ikan sidat cukup tinggi (Anonim,2012)
Saat ini
permintaan ikan sidat didunia cukup tinggi yaitu mencapai 300 ribu ton
pertahun. Permintaan sidat terbesar dari negara Jepang yang mencapai 150 ribu
ton/tahun. Budaya orang Jepang mengenai mengkonsumsi sidat mengakibatkan
permintaan ikan sidat cukup tinggi. Selain itu anggapan beberapa orang mengenai
khasiat ikan sidat meningkatkan permintaan sidat untuk kebutuhan konsumsi. Berikut
ini disajikan mengenai permintaan pasar untuk komoditas sidat di Jepang, Cina,
dan Taiwan pada tahun 1985-1999.
Tahun
|
Taiwan
|
|
Cina
|
|
Japan
|
|
Lain
|
|
Total konsumsi
|
|
Berat (ton)
|
%
|
Berat (ton)
|
%
|
Berat (ton)
|
%
|
Berat (ton)
|
%
|
Berat (ton)
|
1985
|
36,170
|
45,11
|
28,44
|
3,55
|
41,094
|
51,25
|
81
|
0,10
|
80,189
|
1986
|
37,044
|
48,19
|
16,75
|
2,18
|
38,025
|
49,46
|
134
|
0,17
|
76,878
|
1987
|
35,157
|
46,61
|
18,79
|
2,49
|
38,311
|
50,79
|
87
|
0,12
|
75,434
|
1988
|
44,133
|
47,08
|
86,39
|
9,22
|
40,893
|
43,63
|
66
|
0,07
|
93,731
|
1989
|
45,850
|
47,92
|
86,01
|
8,89
|
40,976
|
42,79
|
292
|
0,30
|
95,757
|
1990
|
54, 786
|
52,45
|
95,59
|
9,15
|
39,983
|
38,28
|
132
|
0,13
|
104,460
|
1991
|
58,954
|
51,53
|
14,496
|
12,69
|
40,098
|
35,11
|
763
|
0,67
|
14,207
|
1992
|
58,966
|
51,34
|
16,012
|
13,94
|
37,391
|
32,55
|
2491
|
2,17
|
114,860
|
1993
|
49,547
|
43,51
|
25,113
|
22,05
|
34,830
|
30,59
|
4377
|
3,84
|
113,867
|
1994
|
31,471
|
28,29
|
45,073
|
40,52
|
30,380
|
27,31
|
4308
|
3,87
|
111,232
|
1995
|
20,320
|
19,87
|
49,073
|
47,96
|
29,496
|
28,84
|
3407
|
3,33
|
102,264
|
1996
|
18,817
|
16,11
|
66,104
|
56,60
|
29,517
|
25,27
|
2358
|
2,02
|
116,796
|
1997
|
17,331
|
13,25
|
86,188
|
65,90
|
25,031
|
19,14
|
2242
|
1,71
|
130,792
|
1998
|
13,016
|
10,62
|
83,432
|
68,08
|
22,845
|
18,64
|
3255
|
2,66
|
122,548
|
1999
|
8,765
|
6,75
|
92,255
|
73,39
|
23,637
|
18,21
|
2137
|
1,65
|
129,794
|
Tabel 6.
Produksi dan permintaan pasar untuk ikan sidat di Taiwan, Cina, dan Jepang
Sumber: Wu-Chung Lee et al, 2003
III. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
·
Potensi sidat untuk
dikembangkan semakin menjanjikan selain harganya yang tinggi juga karena sumber
daya yang melimpah dan kemudahan teknologi dalam budidaya.
·
Permasalahan yang timbul dalam
budidaya adalah keterbatasan benih, penyediaan pakan, dan penyakit
·
Aspek penting dalam pembesaran
ikan sidat meliputi persebaran benih, wadah pembesaran, pakan, dan penyakit serta
pemasaran.
Saran
Diperlukan penelitian
lebih lanjut khususnya untuk mengupayakan pemebenihan ikan sidat, sehingga
kebutuha benih untuk kegiatan pembesaran dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi,
R. 2001. Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat. Prosiding Seminar Riptek
Kelautan dan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor
Affandi
dan Etty Riani, 1994. Studi adaptasi benih ikan sidat (elver) Anguilla bicolor bicolor pada berbagai tingkat
salinitas. Fakultas Perikanan - IPB. Bogor. 11 hal.
Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 2005. Pakan Ikan. Kanisius :
Yogyakarta. Hal 9-77.
Anonim, 2012. Menjajal Peruntungan
Budidaya Sidat. http://galeriukm.web.id/unit-usaha/perikanan/menjajal-peruntungan-budidaya-sidat
Aoyama
J. (2009). Life History and Evolution of
Migration in Catadromous Eels (Anguilla
sp.). Aqua-Bio Science Monograph (AMSM), Vol. 2, No. 1, pp 1-42.
Bertin,
1942. Les Anguillis. Payot ed. Paris
Budiharjo,
A. 2010. Migrasi Larva Sidat (Anguilla
spp.) Di Muara Sungai Progo. Disertasi UGM. Yogyakarta
Deelder,
C.L. 1981. Expose Synoptique des
DonnesBiologigues Sur L’Anguille, Anguilla L. 1,758. Synop. FAO
De
Nie, H. W. 1982. A Rate on the
Significanse of Dreissena sp. In. The Food of The Ell Anguilla Anguilla in
Tjeukemeer Hydrobiologia.
Ditjen
Pengolahan dan Pemasaran hasil Perikanan (P2HP). 2012. Permintaan Ikan Sidat
Dunia 300 ribu Ton. Kliping Surat Kabar 2012. Dirjen Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Perikanan. Jakarta
Herianti
I. 2005. Rekayasa Lingkungan Untuk Memacu Perkembangan Ovarium Ikan Sidat
(Anguilla bicolor). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
Kuwahara,
A., Niimi, A. and Itagaki, H., 1974. Studies
on nematode parasitic in the air bladder of the eel. 1. Description of Anguillicola
crussa n.sp. (Phimetridae, Anguillicolidae). Jpn. J. Parasitol.,
23(5): 275-279.
Matsui, I. 1982. Theory and
practice of eel culture. AA-Balkema. Rotterdam: 7 – 87
Nontji, A. 1987. Laut nusantara.
Djambatan Press. 368 h.
Sutrisno.
2008. Penentuan Salinitas Air dan Jenis Pakan Alami yang Tepat Dalam
Pemeliharaan Benih Ikan Sidat (Anguilla
bicolor)
Tesch, F. W. 1977. The Eel. Biology and Management of Eels.
Chapmen and hall. London
Tomiyama,
T and T. Hibiya. 1992. Fisheries in Japan
Eel. Japan Marine Product Photo Material Association
Wu-Chung Lee, et al. 2003. The
competitiveness of the eel aquaculture in Taiwan, Japan, and China. Aquaculture.
www.elsevier.com/locate/aqua-online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar