
Di Jawa Timur, seni ini akrab dengan masyarakat di beberapa  daerah, seperti Malang, Nganjuk, Tulungagung, dan daerah-daerah lainnya.
 Memandang sekilas kabupaten Tulungagung  merupakan daerah kecil yang tidak bergaung di tingkat nasional, tetapi  dibalik itu kabupaten Tulungagung sebenarnya daerah yang menyimpan  pesona keindahan alam yang apik dan pantas untuk dinikmati. Di  Tulungagung mempunyai banyak kesenian yang cukup unik dan menarik  diantaranya adalah manten kucing, ritual tiban, jaranan, reog gendang,  jemparing, kentrung, dan waranggana.
 Dalam bahasan kali  ini kami akan mncoba menyajikan salah satu kesenian yang cukup unik dan  menarik srta banyak diminati masyarakat yang tidak hanya berasal dari  Tulungagung melainkan juga dari luar daerah yaitu jaranan. Dalam  sejarahnya jaranan merupakan tarian yang menggambarkan perjuangan  pangaran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda, perjuangan raden  Patah yang dibantu Sunan Kalijaga dalam menghadapi penjajah Belanda,  mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan  Hamengku Buwono I beseta raja Mataram untuk menghadapi pasukan Belanda.
Jaranan biasanya dipertunjukkan pada acara-acara seperti  penyambutan petinggi daerah, syukuran, acara keluarga, bahkan pada saat  memperingati hari besar kenegaraan. Di Tulungagung jaranan merupakan  kesian daerh yang begitu merakyat jadi bagi masyarakat disana bila  mengadakan suatu acara tidak lengkap jika tidak mempertunjukkan jaranan.
 Jaranan sendiri  mempunyai banyak jenis, diantaranya adalah jaranan senterewe, jaranan  campursari, jaranan pegon, jaranan jawa. Di Tulungagung sendiri jaranan  yang biasanaya dipertunjukkan adalah jaranan campur sari. Perlengkapan  jaranan ada beberapa jenisnya dianataranya adalah gandang, kenong, gong,  slompet, kostum dan aksesoris, serta kuda-kudaan.
 Dalam setiap pagelarannya, tari Kuda Lumping  ini menghadirkan 4 fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari  Senterewe, dan tari Begon Putri.
Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja  dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda  menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada  bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau  kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena  kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi  kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak  sadar, mereka terus menari dengan gerakan enerjik dan terlihat kompak  dengan para penari lainnya.
Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang  kerasukan, dalam setiap pagelaran selalu hadir para datuk, yaitu orang  yang memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat dikenali  melalui baju serba hitam yang dikenakannya. Para datuk ini akan  memberikan penawar hingga kesadaran para penari maupun penonton kembali  pulih.
Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung  membawakan tari senterewe.
Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai,  enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian  penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari Kuda Lumping.
Seringkali dalam pertunjukan tari Kuda Lumping, juga menampilkan  atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis,  seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar  diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini  merefleksikan kekuatan supranatural yang pada jaman dahulu berkembang  di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang  dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
Dengan mengatahui begitu unik dan menariknya kesenian daerah  yang ada pada daerah kita masing-masing sebagai generasi penerus yang  berilmu kita wajib melestarikan budaya yang telah diwariskan kepada kita  sebagai harta yang paling berharga untuk kita miliki dan banggakan.


 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar