Laporan Marine
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budidaya laut adalah
suatu kegiatan membudidayakan atau memproduksi organisme perairan di daerah
yang bersalinitas tinggi (30-32ppt). Budidaya laut in cenderung memanfaatkan
perairan laut sebagai media utama (FAO, 2003). Maka dari itu setiap kegiatan
perikanan yang dilakukan di daerah perairan laut atau yang bersalinitas maka
dapat dikatakan bahwa budidaya tersebut adalah budiya laut. Di negara-negara
maju budidaya laut sangat berkembang dan menjadi tumpuan utama dalam pembengunan
perikanan.
Perairan payau atau
brackish water merupakan perairan campuran antara air asin (laut) dan air
tawar. Biaasanya perairan payau memiliki kandungan salinitas yang berfluktuatif
tergantung dari suplay air asin dari laut. Budidaya payau adalah suatu kegiatan
membudidaya organisme diparairan payau sebagai media utamanya. Maka dari itu
budidaya dapat digolongkan berdasarkan jenis perairannya. Perairan yang
memiliki salinitas tinggi (30-32ppt) dapat digolongkan sebagi perairan laut
sedangkan perairan yang salinitas sedang (15-20ppt) dapat digolongkan sebagai
perairan payau. Sebenarnya kedua budidaya tersebut tidak memiliki batas yang
pasti, namun dengan memberikan parameter salinitas dapat dijadikan rujukan
dalam penyebutan budidaya yang dilakukan.
Potensi perikanan laut
Indonesia tahun 2009 adalah 12.545.072 Ha. Saat ini pemanfaatan perairan laut
baik untuk kegiatan budidaya, mauapun pemanfaatan lain masih kecil yaitu
117.649,30 Ha. Potensi perikanan payau Indonesia tahun 2009 adalah 2.963.717.
namun saat pemanfaatannya juga reatif masih minim yaitu 682.857 Ha (Kelauatan
dan Perikanan dalam angka, 2011). Melihat potensi yang sangat besar dan
pemanfaatannya yang masih minim maka sangat membuka pelung untuk pengembangan
kedepan. Pemanfaatan sumberdaya alam yang melimpah ini harus diatur dan
regulasi yang tepat dan dikelola secara terintegrasi oleh pemerintah dan
masyarakat. Harapannya dapat memberikan lapangan pekerjaan yang nyata untuk
masyarakat.
Saat ini komuditas yang
dikembangkan dalam budidaya laut masih minim. Di Indonesia beberapa komuditas
perairan terus dikembangkan seperti Kerapa, Tuna, Abalone, Napoleon, Bawal
laut, Kakap, dan rumput laut. Sebenarnya masih banyak komuditas yang dapat
dikembangkan. Namun saat ini yang memberikan kontribusi cukup besar untuk
kegiatan ekspor adalah Kerapu, Tuna, dan Rumput laut. Berbagai komuditas
tersebut saat ini diekspor ke berbagai negara dunia. Salah satunya adalah
kerapu yang merupakan komuditas ekspor yang ditujukan ke negara-negara Asia
seperti Cina, Taiwan, dan Hongkong. Sedangkan komuditas perairan payau yang
memberikan kontribusi besar dalam kegiatan perikanan di Indonesia adalah
komuditas udang. Hal terlihat dari nilai ekspor yang cukup tinggi. Nilai ekspor
udang Indonesia di tahun 2010 mencapai 1.056.399 juta USD(Sidatik, 2011).
Komuditas udang memiliki kontribusi ekspor terbesar Indonesia daripada
komuditas lainnya seperti Tuna, Cakalang, Kerapu, dll.
Lokasi
merupakan salah satu tempat yang harus dipenuhi dalam kegiatan budiya laut
maupun payau. Pemilihan lokasi sangat penting guna kelangsungan kegiatan
budidaya. Budidaya laut memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan perairan
laut. Biasanya perairan laut yang dapat digunakan untuk budidaya adalah yang
memiliki arus tenang, gelombang kecil, bebas dari limbah industry, dan
aksesibilitas. Sedangkan budidaya payau sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Maka dari itu budidaya payau yang dilakukan di daerah pesisir
sangat diperlukan kajian mengenai kondisi lingkungan. Pada umumnya syarat
lokasi untuk budidaya payau adalah dekat dengan sumber air laut, sarana dan
prasarana, aksesibilitas, dan keamanan.
A. TUJUAN
1. Melakukan
studi banding ke Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo,
2. Mengetahui
teknik budidaya komoditas perairan payau dan
laut sebagai bahan pembanding materi perkuliahan,
3. Menambah
wawasan dan pengetahuan mahasiswa terutama mengenai hal-hal praktis di
lapangan.
B. MANFAAT
Mahasiswa
dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam kegiatan praktikum ini
dan mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat serta mampu untuk
mengatasi setiap permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan budidaya
air payau dan budidaya air laut khususnya dalam pembenihan dan pembesaran
budidaya kerapu, pembenihan dan pembesaran udang vaname serta budidaya rumput
laut sehingga hasil produksi perikanan semakin optimum.
C. WAKTU
DAN TEMPAT
1. Balai
Budidaya Air Payau (BBAP) Pecaron Situbondo
Hari :
Senin
Tanggal : 18 Juni 2012
2. Instalasi
Pembenihan Udang Gelung
Hari :
Senin
Tanggal : 18 Juni 2012
3. Divisi
KJA
Hari : Selasa
Tanggal : 19 Juni 2012
4. Backyard hatchery
Pak Abdurrahman
Hari : Selasa
Tanggal : 19 Juni 2012
5. Kelompok
pembudidaya rumput laut
Hari : Selasa
Tanggal : 19 Juni 2012
II.
PEMBAHASAN
A.
Balai
Budidaya Air Payau Pecaron Situbondo
Balai Budidaya Air Payau Pecaron
Situbondo sebelumnya merupakan proyek dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP)
Jepara. Proyek tersebtu dimulai pada tahun 1988. Pada tahun 1990 proyek
tersebut menjadi sub senter . pada tahun 1995 Sub senter Situbondo berubah
menjadi Lokariset. Ditahun 2001 berubah menjadi Balai sampai sekarang. Tidak
hanya itu, Balai Budidaya Air Pyau (BBAP) Situbondo bahkan telah melahirkan
Balai Karang Asem yang ada di Bali. Awal berdiri Subsenter Situbondo hanya
memiliki 6 bak budidaya dan 4 bak plankton. Seiring berjalannya waktu dan
berkembangnya SubSenter menjadi lokariset dan kemudian menjadi balai maka
sarana dan prasarana yang ada mulai berkembang. Berbagai komuditas telah di
kembangkan di BBAP Situbondo dan merupakan komuditas unggulan untuk pasar
ekspor. Salah satunya adalah komuditas kerapu. Kerapu yang dikembangkan di BBAP
Situbondo merupakan kerapu yang berkualitas baik dan bahkan merupakan komuditas
unggulan Indonesia untuk kegiatan ekspor ke Hongkong, Taiwan, dan Cina.
Balai budidaya Air Payau (BBAP) Pecaron Situbondo terletak di pantai
utara tepatnya masuk dalam kabupaten Situbondo provinsi Jawa Timur. Balai
Budidaya Air Payau Situbondo mempunyai tiga devisi yaitu divisi udang yang
menempati area 0,98 ha terletak di desa Blitok, Kecamatan Bungatan , divisi
budidaya yang menempati area 52 ha terletak di desa Pulokerto, Kecamatan
Kereaton, Kabupaten Pasuruan dan devisi ikan merangkap kantor pusat yang
menempati area 3,2 ha didusun Pecoran, desa Klatakan, Kecamatan Kendit yang
berada sekitar 15 km dari ibukota ke arah barat. Secara geografis, BBAP
Situbondo terletak pada 113 derajat 55’ 56” BT-114 derajat 00’ BT dan 07
derajat 41’ 32” LS-07 derajat 42’ 35” LS yang dipengaruhi oleh dua musim yaitu
musim penghujan (November- Maret) dan musim kemarau (April-Oktober).
Sumber air yang digunakan di Balai
Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo berasal dari pantai Utara. Hal ini
dikarenakan letak balai yang berdampingan langsung dengan Laut Utara jawa. Maka
dalam suplai air laut menggunakan air dip antai utara. Dalam pengambilan air
laut untuk mengisi ke bak-bak tendon ataupun budidaya dengan menggunakan pompa.
Dengan begitu maka akan sangat memudahkan dalam suplai air dan biaya
operasional.
B.
Teknik
dan Manajemen Komoditas Budidaya
1 . Kerapu macan (Epinepheus fuscoguttatus)
Kerapu macan merupakan jenis ikan karnivora yang bersifat kurang aktif
namun sangat mudah dibudidayakan karena memiliki tingkat adaptasi yang tinggi.
Hingga saat ini untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam dan luar negeri,
keberadaan kerapu macan masih didominasi hasil tangkapan yang sangat tergantung
dengan musim. Selain itu kesinambungan produksi tangkapan tidak dapat dijamin
karena daya dukung populasi di alam akan menurun bila terjadi overfishing. Akibat
dari penurunan jumlah produksi penangkapan kerapu macan khususnya untuk ukuran
konsumsi membuat usaha budidaya menjadi salah satu alternatif terbaik serta
mampu memberikan harapan baru. (Anonim, 2011).
Klasifikasi
Ikan kerapu macan (Epinehelus fuscoguttatus) digolongkan pada :
Class : Chondrichthyes
Sub class : Ellasmobranchii
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus
Species : Epinepheus fuscoguttatus (Randall, 1987)
Ikan kerapu macan (Epinehelus fuscoguttatus) digolongkan pada :
Class : Chondrichthyes
Sub class : Ellasmobranchii
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus
Species : Epinepheus fuscoguttatus (Randall, 1987)
Ikan kerapu bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang
memipih dan menajam, maxillarry lebar diluar mata, gigi pada bagian sisi
dentary 3 atau 4 baris, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan
sirip, bintik hitam pada bagian dorsal dan poterior. Habitat benih ikan kerapu
macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulata dan Gracilaria
sp, setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari
pasar berlumpur. Ikan kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makannya
"mencaplok" satu persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai
ke dasar. Pakan yang paling disukai kenis krustaceae (rebon, dogol dan krosok),
selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan belanak).
Di dalam tangki percobaan ikan betina yang telah dewasa bila
akan memijah mendekati jantan. Bila waktu memijah tiba, ikan jantan dan betina
akan berenang bersama-sama dipermukaan air. Pemijahan terjadi pada malam hari,
antara pukul 18.00 sampai pukul 22.00. jumlah telur yang dihasilkan tergantung
dari berat tubuh betina, contoh betina berat 8 kg dapat menghasilkan telur
1.500.000 butir. Telur yang telah dibuahi bersifat "non adhesive"
yaitu telur yang satu tidak melekat pada telur yang lainnya. Bentuk telur
adalah bulat dan transparan dengan garis tengah sekitar 0,80 -0,85 mm. Telur
yang telah dibuahi akan menetas menjadi benih yang aktif berenang. Benih inilah
yang umum tertangkap oleh nelayan. Kelimpahan benih ikan kerapu ini sepanjang
tahun tidak sama. Kelimpahan yang paling tinggi disekitar Teluk Banten terjadi
pada bulan Februari sampai April.
Sarana dan prasarana
yang diperlukan dalam budidaya kerapu macan pada dasarnya sama dengan budidaya
kerap pada umumnya. Di BBAP Situbondo sarana yang diperlukan dalam budidaya
meliputi pompa air, listrik dan tak lupa genset dengan kekuatan 17 PK sebagai
pengganti listrik PLN jika padam.
Sebagai langkah awal
budidaya kerapu macan yang terpenting adalah ketersediaan benih dengan jumlah
dan kualitas yang baik yang dapat diperoleh dari hatchery, karena akan
mampu memenuhi kriteria jumlah, kualitas, ukuran dan waktu sesuai yang
diinginkan. Pada umumnya pembuatan hatchery kerapu bagian dasar kolam adalah
pasir atau karang. Pakan alami yang digunakan dalam pembenihan kerapu macan
berbeda-beda tergantung fase dan umur larva. Larva yang baru menetas biasanya
diberi makan Clorela dan rotifera. Selanjutnya menginjak umur 10 hari pakan
diganti menjadi artemia. Ketika larva berumur 25 hari pakan diganti menjadi
Mysiodopsis/ rebon. Pengelolaan air harus dikontrol guna meminimalisir
perubahan lingkungan yang drastis. Harapannnya akan meningkatkan survival rate
(SR) kerapu macan. Penyakit yang sering muncul dan menyerang kerapu macan
adalah jenis bakteri Vibriosis. Untuk mencapai ukuran sekitar 21 gram maka
diperlukan waktu pemeliharaan 1 bulan.
Kendala yang dihadapi dalam budidaya kerapu macan adalah waktu yang
cukup lama.
Kerapu
macan dapat dibesarkan di bak/ kolam maupun di keramba jaring apung. Syarat
yang terpenting adalah lingkungan yang mendukung dan suplay pakan. Lingkungan
yang baik dan suplai pakan yang mencukupi akan meningkatkan SR dan mempercepat
pertumbuhan.
Tabel 1.
Standar wadah pemeliharaan, padat tebar, ukuran teba- lama pemeliharaan pada
setiap tingkatan pembesaran ikan kerapu macan (Epinephelus fuscogutattus)
No.
|
Kegiatan
|
Ukuran ikan (gram)
|
||
15 – 25
|
50 – 75
|
400 - 500
|
||
1.
|
Wadah pemeliharaan
|
Jaring
|
Jaring
|
jaring
|
2.
|
Penebaran :
- Padat tebar (ekor/m3) |
150
– 200
|
75
- 100
|
20
- 25
|
3.
|
Lama pemeliharaan (bln)
|
1
|
2
|
4
|
4.
|
Sintasan produksi (%)
|
>
80
|
>
85
|
>
95
|
Sumber: Kumpulan SNI Bidang
Pembudidayaan, Ditjen Perikanan Budidaya, 2002
Kepadatan optimum untuk fase pendederan adalah 150-200
ekor/m3 dengan rata-rata panjang ikan 9-12 cm dan berat 15-25 g.
Setelah dibesarkan selama 1-1,5 bulan, kepadatannya dikurangi menjadi 100
ekor/m3. Kepadatan ini harus dipertahankan hingga masa pembesaran 2
bulan, selanjutnya kepadatan menjadi 20-25 ekor/m3 dipertahankan
selama 4 bulan hingga ikan mencapai ukuran konsumsi (400-500 g).Induk betina
yang siap memijah memiliki berat 1, 5 kg sedangkan induk jantan 3 kg.
Table
diatas merupakan hasil dari penelitian mengenai produksi kerapu macan pada
tingkat budidaya yang berbeda.
2. Kerapu Bebek (Cromileptes
altivelis)
Kerapu bebek mempunyai siri dorsal (punggung),
sirip anal (perut), sirip petoral (dada), sirip garis lateral (gurat sisi), dan
sirip caudal (ekor). Selain sirip, dibagian tubuhnya terdapat sisik yang berbantuk
sikloid. Bentuk tubuh bagian punggung meninggi dengan bentuk cembung (concave).
Ketebala tubuh sekitar 6,6-7,6 cm dari panjang spesifik. Sementara panjang
tubuh maksimalnya mencapai 70 cm. Ikan ini tidak memiliki canine (gigi
yang terdapat pada geaham ikan). Lobang hidungnya besar berbentuk bulan sabit
vertical. Kulitnya berwarna terang abu-abu kehijauan dengan bintik-bintik hitam
diseluruh kepala, badan, dan sirip. Pada kerapu bebek muda, bintik hitamnya lebih besar dan sedikit. Perbedaan
antara ikan kerapu jenis lain tidak terlalu berbeda hanya perbedaan warna dan
ukuran tubuhnya (Anonim, 2010).
Tabel 2. Standar wadah pemeliharaan,
padat tebar, ukuran tebar, lama pemeliharaan pada setiap tingkatan pembesaran
ikan kerapu bebek (Cromileptes
altivelis).
No.
|
Kegiatan
|
Ukuran ikan (gram)
|
||
15-25
|
50-75
|
400
- 500
|
||
1.
|
Wadah pemeliharaan
|
Jaring
|
Jaring
|
jaring
|
2.
|
Penebaran :
- Padat tebar (ekor/m3) |
150-200
|
75-100
|
20-25
|
3.
|
Lama pemeliharaan (bulan)
|
3
|
3
|
9
|
4.
|
Sintasan produksi (%)
|
90
|
95
|
95
|
Sumber:
Kumpulan SNI Bidang Pembudidayaan, Ditjen Perikanan Budidaya, 2002
Perbandingan jantan betina kerapu tikus adalah
1:2. Biasanya induk diberi pakan ikan rucah (lemuru, cumi-cumi). Ikan kerapu
merupakan ikan hemeafrodit sehingga dalam budidayanya cukup sulit. Untuk kolam
induk yang digunakan di BBAP Situbondo ber diameter 10 m. pemijahan kerapu
tikus biasanya terjadi pada malam hari yaitu mulai pukul 10 sampai dini hari.
Ikan kerapu memijah secara alami pada bulan-bulan gelap.
Tabel Padat Penebaran, Lama
Pemeliharaan dan Sintasan Produksi dalam Pembesaran Ikan Kerapu Macan dan
Kerapu Bebek.
No.
|
Kegiatan
|
Jenis Ikan
|
|
Kerapu Bebek
|
Kerapu Macan
|
||
1
|
Padat penebaran ekor/m3
|
20-25
|
20-25
|
2
|
Lama pemeliharaan (bulan)
|
12
|
7
|
3
|
Sintasan produksi (%)
|
95
|
95
|
Sumber:
Kumpulan SNI Bidang Pembudidayaan, Ditjen Perikanan Budidaya, 2002
4. Kerapu
kertang
Kerapu
kertang termasuk genus Epinephelus yang mempunyai pertumbuhan sangat tinggi
karena dapat mencapai 2 kg dalam waktu satu tahun. Puja dkk, (2006) melaporkan
bahwa kerapu Kertang ukuran pendederan dan penggelondongan mempunyai laju pertumbuhan
harian sebesar 3,09-3,11%. Disamping pertumbuhan yang cepat kerapu jenis ini
membuatnya harga lebih tinggi dari pada kerapu macan (Epinephelus
fuscogulattus). Berdasarkan data tersebut diatas kerapu kertang merupakan
spesies yang potensial untuk dikembangkan sekaligus mengurangi tekanan terhadap
perusakan populasi sumberdaya perikanan (Minjoyo dkk, 2007). System budidaya
dan manajemen budidaya kerapu kertang pada dasarnya sama dengan budidaya kerapu
secara umum.
5.
Kerapu Hybrid
Pada ikan air tawar, persilangan antar spesies untuk mendapatkan
strain baru serta morfologi yang disukai konsumen telah dilakukan sejak tahun
70-an. Namun pada ikan-ikan laut terutama kerapu, upaya seperti ini belum
banyak dilakukan, hanya sebatas penelusuran genetic melalui analisa enzim dan
protein yang menggambarkan profil beberapa jenis ikan dengan parameter nilai
heterozigositas, jumlah alel per lokus dan presentase loki polimorfik (Muslim,
1999).
Hibridisasi adalah salah satu
metode pemuliaan dalam upaya mendapatkan strain baru yang mewarisi sifat-sifat
genetic dan morfologis dari kedua tetuanya dan untuk meningkatkan
heterozigositas. Semakin tinggi heterozigositas populasi semakin baik sifat-sifat
yang dimilikinya. Hibridisasi pada ikan cukup mudah dan dapat menghasilkan
kombinasi taksonomi yang bermacam-macanm dan luas (Tave, 1988).
Dewasa
ini telah ditemukan beberapa kerapu Hibrid sperti kerapu Hybrid Cantang yaitu
hasil persilangan anatara kerapu macanbetina dengan kerapu kertang jantan.
Hasul hibridisasi telah menghasilkan satu varietas baru yang secara morfologis
mirip dengan kedua spesies induknya, sedangkan pertumbuhannya lebih baik
daripada ikan ekrapu macan dan kerapu kertang itu sendiri.
6.
Bawal Bintang
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Carangidae
Genus : Trachinotus
Spesies : Trachinotus blochii (Lacepede, 1801)
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Carangidae
Genus : Trachinotus
Spesies : Trachinotus blochii (Lacepede, 1801)
Bawal Bintang tergolong
ikan perenang aktif dan mampu hidup dengan tingkat kepadatan cukup tinggi
(Kadari, et.al., 2008). Ikan Bawal Bintang mempunyai ciri-ciri badan berbentuk
pipih melebar dengan sirip ekor bercabang sebagai tanda bahwa ikan bawal
bintang merupakan jenis ikan perenang cepat, mulut kecil terletak di ujung
kepala dengan rahang bergigi, lubang hidung terletak di depan mata, badan tanpa
sisik dengan warna kulit keperak-perakan dengan punggung berwarna hitam (Tim
Balai BudidayaLautBatam,1999).
Budidaya bawal dimulai
denganpemeliharaan didalam bak betonberbentuk bulat dengan volume 50 m3 ,
bak induk dilengkapi dengan sumber oksigen (aerasi) dengan 10 titik dilengkapi
dengan pompa 2 inchi yang dibiarkan mengalir terus menerus untuk mencapai
target pergantian air 300%. Pemtangan gonad dilakukan dengan cara pemberian
pakan induk da manipulasi lingkungan. Pakan induk yang diberikan selama
pemeliharaan berupa ikan rucah sewperti ikan selar, ekor kuning, belanak, dll.
Pemberian ikan rucah sebanyak 3-5% dari total berat induk. Pakan diberikan pada pukul 7 -8 pagi. Selain
itu diberikan multivitamin untuk menjaga kesehatan dan stamina induk.
Manipulasi lingkungan
dilakukan untuk memacu pematangan gonad melalui pengaturan ketinggian air pada
bak induk, yaitu setiap hari setlah pemberian pakan, ketinggian air diturunkan
sekitar 1/3 dari total tinggi bak induk. Perlakuan ini dilakukan setiap hari
selama 8 jam. Proses pemijahan induk dilakukan dengan cara melakukan implantasi
hormone LHRHa untuk memacu pematangan gonade. Implamantasi hormone dilakukan
sebanyak 4 kali berturut-turut setiap bulan pada bulan gelap. Dosis hormone
yang diimplamantasikan sebanyak 50 mikro gram/kg berat ikan.
Setelah
induk matang gonad dilakukan induce spawning (pijah rangsang) dengan
menyuntikkan hormone HCG dan puberogen dengan masing-masing dosis 200 IU dan
150 IU. Telur yang dipijahkan pada malam hari selanjutnya dipanen dan diseleksi
pada pagi hari.
7.
Udang vanamei (L.vannamei)
Gambar : sebelah kiri (
tambak udang beserta kincirnya) sebelah kanan ( tambak udang beserta anco
Usaha
pembenihan udang di dunia, dewasa ini semakin marak selain budidaya udang
vannamei yang sudah menjamur di kalangan para teknis budidaya perikanan, ada
jenis udang spesies lain yang sudah dikembangkan yaitu Litopenaeus
vannamei. Pengenalan udang oleh beberapa negara Asia, yang berasal dari
kawasan sub tropis sekitar perairan negara dikawasan Amerika Latin (Meksiko,
Equador dan Peru) seperti udang Vannamei, potensi dan prospek
bagi dunia usaha perikanan sangat besar sehingga dapat memberikan akses
komoditas udang terhadap pasar internasional.
Klasifikasi
udang vannamei adalah:
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Crustacea
Subkelas : Malacostraca
Seri :
Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo :
Decapoda
Subordo : Dendrobranchiata
Infraordo : Penaidea
Superfamili : Penaeoidea
Famili :
Penaidae
Genus :
Penaeus
Subgenus : Litopenaeus
Spesies :
L.vannamei (Wybandan Sweeney, 1991)
Morfologi
Secara umum tubuh udang penaeid
dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada
(Cephalothorax) dan bagian tubuh sampai ekor (Abdomen). Bagian cephalothorax
terlindung oleh kulit chitin yang disebut carapace. Bagian ujung cephalotorax
meruncing dan bergerigi yang disebut rostrume. Udang putih (Litopenaeus
vannamei) memiliki 2 gigi di bagian ventral rostrum sedangkan di bagian
dorsalnya memiliki 8 sampai 9 gigi (Wyban dan Sweene, 1991).
Udang Vanamei memiliki tubuh yang
beruas-ruas dan tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan yang umumnya
bercabang dua atau biramus. L. vannamei memiliki
karakteristik kultur yang unggul. Berat udang ini dapat bertambah lebih dari 3
gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi (100 udang/m2).
Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram dan diatas berat tersebut, Penaeus
vannamei tumbuh dengan lambat yaitu sekitar 1 gram/ minggu. Udang betina
tumbuh lebih cepat daripada udang jantan. L.
vannamei memiliki toleransi
salinitas yang lebar, yaitu dari 2 – 40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada
salinitas yang lebih rendah, saat lingkungan dan darah isoosmotik (Wyban
dan Sweene, 1991).
Siklus Hidup
Seperti kelompok crustacea lainnya udang
Vanamei memiliki siklus hidup yang sama yaitu :
1.
Nauplius
Stadia Nauplius terbagi atas enam tahapan yang lamanya berkisar 46-50 jam untuk Litopenaeus vannamei, belum memerlukan pakan karena masih mempunyai kandungan kuning telur.
2. Zoea
Stadia zoea terbagi atas tiga tahapan, berlangsung selama kira-kira 4 hari. Stadia zoea sangat peka terhadap perubahan lingkungan terutama kadar garam dan suhu air. Zoea mulai membutuhkan pakan berupa fitoplankton (Skeletonema sp.).
3. Mysis
Stadia mysis terbagi atas tiga tahapan, yang lamanya 4-5 hari. Bentuk udang stadia mysis mirip udang dewasa, bersifat planktonis dan bergerak mundur dengan cara membengkokkan badannya. Udang stadia mysis mulai menggemari pakan berupa zooplankton, misalnya Artemia salina.
4. Post Larva
Stadia larva ditandai dengan tumbuhnya pleopoda yang berambut (setae) untuk renang. Stadia larv bersifat bentik atau organisme penghuni dasar perairan, dengan pakan yang disenangi berupa zooplankton.
Stadia Nauplius terbagi atas enam tahapan yang lamanya berkisar 46-50 jam untuk Litopenaeus vannamei, belum memerlukan pakan karena masih mempunyai kandungan kuning telur.
2. Zoea
Stadia zoea terbagi atas tiga tahapan, berlangsung selama kira-kira 4 hari. Stadia zoea sangat peka terhadap perubahan lingkungan terutama kadar garam dan suhu air. Zoea mulai membutuhkan pakan berupa fitoplankton (Skeletonema sp.).
3. Mysis
Stadia mysis terbagi atas tiga tahapan, yang lamanya 4-5 hari. Bentuk udang stadia mysis mirip udang dewasa, bersifat planktonis dan bergerak mundur dengan cara membengkokkan badannya. Udang stadia mysis mulai menggemari pakan berupa zooplankton, misalnya Artemia salina.
4. Post Larva
Stadia larva ditandai dengan tumbuhnya pleopoda yang berambut (setae) untuk renang. Stadia larv bersifat bentik atau organisme penghuni dasar perairan, dengan pakan yang disenangi berupa zooplankton.
Gambar Siklus hidup udang
Penaeid (Stewart, 2005)
Sistem budidaya udang
Vanamei di Balai Budidaya Air Payau Situbondo adalah dengan menggunakan system
Intensif semi close . sumber air asin didapat dari laut utara dengan cara
dipompa. Air yang telah masuk di lakukan treatment di bak treatmen. Setelah itu
air yag telah di treatment dapat digunakan untuk mengisi bak budidaya. Suplai
air tawar didapat dari pengeboran. Basanya salinitas dari pengeboran ini adalah
5-15 ppt. Terdapat 2 kincir air yang digunakan dalam satu petak tambak. Dalam
setipa bak budidaya memiliki luas 1000m2. Sehingga rata-rata tebar dalam setiap
meternya adalah 100ekor. Kapasitas produksi adalah 5ribu kg.
Budidaya udang vanamei
khususnya di untu induk mortalitas paling besar adalah 1%. FCR paling tinggi
konsumsi adalah 1:1,5. Pemberian pakan pada prinsipnya sama dengan pemberian
pakan di budidaya udang secara konvensional. Untuk mendapatkan biomassa
sehingga dapat meng estimasi jumlah pakan yang diperlukan adalah dengan cara
anco. Jika udang tidak mau makan dalam satu hari berarti pakan harus dikurangi
50%. Selama 3 bulan pemeliharaan minimal SR dalam pembesaran adalah 85%. Jika
terlalu banyak mortalitas maka akan dilakukan penebaran ulang.
Budidaya udang Vanamei
tidak terlepas dari berbagai kendala salah satunya dalah serangan penyakit. Di
Balai Situbondo jarang terjadi serangan penyakit. Biasanya penyakit yang dapat
menyerang adalah Taura Sindrom Virus, WSSV, dan WHN. Di Balai Situbondo
biasanya hanya terjadi perubahan kondisi lingkungan khususnya suhu. Jika
perubahan kondisi lingkungan ini tidak cepat ditangani maka akan berakibat pada
serangan penyakit. Pencegahan dari serangan virus dan penyakit adalah dengan penerapan
pola makan yang tepat dan pemberian probiotik. Jika terjadi perubahan suhu yang
mendadak sepertik suhu yang rendah maka dilakukan pembuangan air kolam, jika
suhu naik maka dilakukan penambahan air pada kolam. Probiotik yang digunakan
adalah seliformis 2x 10 4 .
Pemanenan
dilakukan dengan membuka utlet kolam yang berada di tengah. Setelah dilakukan
pembukaan maka debit air di kolam akan menurun sesuai yang diinginkan. Biasanya
debit air dipertahankan sekitar ¼ bagian. Setelah itu udang digiring ke pojok
kolam dan kemudian dinaikkan untuk dimasukkan kedalam keranjang. Udang yang
telah berada dikeranjang selanjutnya akan disortir sesuai ukurang pasar. Udang
di cuci dan ditiriskan setelah itu baru ditimbang. Maka pada tahap akhir udang
siap untuk di distribusikan.
C.
Rumput
Laut (Eucheuma cottonii)
Gambar : sebelah kiri ( rumput laut yang
sedang dijemur) sebelah kanan (hasil olahan rumput laut)
Rumput
laut merupakan salah satu komuditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah
dibudidayakan dan mempunyai prospek pasar yang baik serta dapat meningkatkan
pemberdayaan masyarakat petani. Saat ini
potensi lahan untuk budidaya rumput laut di Indonesia sekitar 1,2 juta ha,
namun baru termanfaatkan sebanyak 26.700 ha (2,2%) dengan total produksi
sebesar 410.570 ton basah. Budidaya rumput laut tidak memerlukan teknologi yang
tinggi, investasi cenderung rendah, menyerap tenaga kerja yang cukup banyak dan
menghasilkan keuntungan yang relatif besar (Dinas Kelautan dan Perikanan Prov.
Sulawesi Tengah, 2007).
Menurut
Doty (1985), Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah
(Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kapphycus alvarezii karena karaginan
yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Maka jenis ini secara
taksonomi disebut Kappaphycus alverezii (Doty, 1986). Nama daerah “cottonii”
umunya lebih dikenal dan bisa dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun
internasional. Kalsifikasi Eucheuma cottonii menurut Doty (1985) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma alvarezii
Ciri
fisik Eucheuma cottonii adalah mempunya thallus silindris, permukaan licin,
cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau,
hijau kuning, abu-abu atau merah. perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor
lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu
penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan,
1998). Penampilan thalli bercariasi mulai dari bentuk sederhana sampai
kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan
tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan
batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah basal (pangkal). Tumbuh
melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama
dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan cirri-ciri khusus
mengarah kea rah daangnya sinar matahari (Atmadjaya, 1996).
Runput
laut yang dibudidayakan di daerah tersebut adalah dari jenis Eucheuma cottoni. Metode budidaya rumput
laut yang digunakan adalah dengan metode rakit apung. Rakit apung yang dibuat
berasal dari bamboo yang dirangkai dengan rapi. Sebenarnya dalam budidaya
rumput laut dapat menggunakan berbagai metode seperti long line jika lokasi
perairan berkarang dan rakit apung jika perairan tersebut berpasir. Panjang standar rakit adalah 8 x 10 meter.
Jarak ikat masing-masing tali adalah 20 cm dan 15 cm. dalam satu tali rase
berukuran 50 m. di daerah tersebut biasanya satu keluarga memiliki 5 ancak
rakit apung untuk budidaya.
Pembibitan
rumput laut cukup mudah dengan menggunakan bagian ujung rumput laut untuk
dipetik. Bagian ujung tersebut bisa digunakan untuk bibit baru sehingga biaya
dalam pembibitan cukup murah. Pada awal pembibitan, biasanya bibit didapat
dengan cara membeli dengan harga 1 kg/3ribu. Bibit ini basanya berasal dari
luar Situbondo karena kualitasnya yang masih cukup baik. Penanaman rumput laut
dilakukan dengan cara mengikat bibit-bibit tersebut pada tali yang telah
disiapkan. Setelah diikat dan dipasang maka tinggal dibiarkan diperairan laut.
Biasanya kedalaman laut yang dapat digunakan untuk budidaya adalah 1,5 dari
surut terendah.
Pemeliharaan
rumput laut sampai panen membutuhkan waktu tidak begitu lama yaitu 35-40 hari.
Waktu yang singkat inilah yang mengakibatkan rumput laut sering dbudidayakan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir. Terdapat beberapa kendala
yang sering muncul dalam budidaya rumput laut. Pertama, perubahan iklim yang
sangat drastic mengakibatkan kondisi perairan terganggu dan mengakibatkan
kondisi rumput laut menurun dan bahkan mengurangi produktifitasnya. Kedua,
adanya serangan penyakit ice-ice
menjadi kendala tersendiri bagi petani. Biasanya serangan penyakit ice-ice terjadi ketika kondisi perairan
menurun dan banyaknya lumpur yang mengotori thallus. Akibat serangan ice-ice
ini bisasanya ketika rumput laut tersebut dikeringkan hasilnya kurang bagus dan
terlihat bintik-bintik. Jika rumput laut yang berumur lebih dari 40 hari tidak
dipanen maka akan mengalami peremajaan sehingga tidak dapat dipanen. Dalam satu
tahun biasanya dapat dilakukan 8 kali panen dan dilakukan perubahan bibit baru.
Harapannya dari perubahan bibit baru adalah dapat meningkatkan produktifitas.
Pembersihan rumput laut dilakukan terganting situasi dan kondisi. Ketika
perairan banyak terjadi ombak sehingga mengakibatkan material dasar menempel di
thallaus maka tindakan yang dapat dilakukan adalah membersihkannya.
Pemanenan
dilakukan ketika rumput laut berumur 35-40 hari. Pemanenan rumput laut didaerah
tersebut dilakukan dengan system borongna ataupun dengan pribadi. Biaya tarik
rakit dari tengah ke darat adalah sebesar Rp 75.000, sedangkan biaya untuk
panen 25 ribu dan biaya untuk tanam lagi 56 ribu, serta biaya untuk pasang
ketengah laut adalah 75 ribu. Rumput laut yang telah siap untuk dipanen ditark
ke darat dengan menggunakan perahu motor. Setelah sampai darat maka tali-tali
yang melekat pada rakit apung dilepas dan rumput laut dapat dipanen. Harga jual
rumput laut yang telah dipanen adalah 1,5-2 ribu/kg untuk rumput laut basah dan
13 ribu untuk rumput laut kering. Biasanya rumput laut yang dikeringkan kadar
airnya dapat mencapai 30%. Semakin lama penyimpanan rumput laut semakin baik.
Berbagai
produk olahan berbahan rumput laut yang dilakukan didaerah tersebut meliputi
dodol rumput laut, kerupuk, permen, dan stik rumput laut. Saat ini pemasaran
rumput laut didaerah Situbondo masih untuk memenuhi permintaan dalam negeri.
Distribusi hasil panen rumput laut samapi Malang, Sidoarjo, Gresik, Tangerang,
dan Surabaya. Beberapa perusahaan yang telah manampung produksi rumput laut di
daerah tersebut adalah PT Indonesia Togamas Prima, dan PT Sentrum.
D.
Keramba
Jaring Apung
Gambar Konstruksi Keramba Jaring Apung (KJA)
Unit budidaya Balai Situbondo tidak
hanya terfokos pada land base aquaculture namun juga water base aquaculture.
Salah satu water base aquaculture adalah keramba jarring apung yang terletak
diarea balai Pecaron Sitobondo. Keramba Jaring Apung (KJA) tersebut dibangun
dari pendanaan pemerintah untuk digunakan dalam pembesaran kerapu, kakap, dan
bawal bintang. Awal berdirinya keramba jarring apung tersebut pada tahun2012
dan baru beroperasi pada bulan februari. Komuditas yang dibudidayakan adalh
Kerapu macan, kerapu tikus, bawal bintang da kakap putih. Keramba tersebut
memiliki 58 lubang yang kesemuanya dirangkai dengan system yang modern.
Bahan-bahan dalam pembuatan kerangka KJA sudah modern yang terbuat dari plastis
dengan daya tahan 20 tahun. Rangka-rangka tersebut hasil produksi PT Aquatec
Bandung. Untuk menjaga kualitas, maka setiap beberapa bulan dilakukan
pengecekan oleh perusahaan. Harga 1 set rangka dengan terdiri dari 8 lubang
keramba adalah 400juta. Berbeda halnya dengan jika bahan rangka KJA hanya terbuat
dari sterofom ataupun bambu. Dalam satu unit rangkai KJA terdiri dari berbagai
keramba, rumah jaga, tempat penyimpanan pakan, dan perahu untuk transportasi.
Di bagian atas keramba diberi paranet yang berfungsi untuk mengurangi
intensitas cahaya yang masuk kedalam keramba.
Setiap jarring biasanya memiliki
ukuran 3 x 3 meter dan 4 x 4 meter. Biasnaya padat tebar neih kerapu adalah 300
ekor/ petak. Berat jangkar adalah 60 kg dan dengan benatangn tali 100 meter.
Biasnaya dasar perairan berlumpur. Ukuran jarring yang digunakan adalah 1 inch.
Pemberian pakan disesuaikan dengan besaran ikan. Ikan yang berukuran 10 cm
biasanya membutuhkan pakan pellet 50 ons. Pakan diberikan 2 kali sehari pada
pukul 8 dan 4 sore. Tidak hanya pakan pellet, juga dilakukan pemberian pakan
ikan rucah selam 1 bulan sebelum dilakukan pemanenan. Ikan ruch ini memiliki
kelebihan yaitu dapat meningkatkan pertumbuhan. Namun pakan ikan rucah juga
memiliki kerugian yaitu lemak yang
tinggi serta memicu argulus. Maka untuk
menanganinya cukup mudah yaitu dengan melakukan perendaman dengan iar tawar
untuk menetralisirnya. Pengelolaan kualitas air dilakukan satu minggu sekali .
Selama ini belum ditemui kualitas air yang jelek. Dalam pengelolaan adanya
biofauling yang menempel maka pada tiap 2 minggu sekali dilakukan ganti jaring.
Kendala
yang dihadapi adalah ketika terjadi surut biasanya akan berimbas pada bau amis
yang disebabkan oleh ubur-ubur. Jika terjadi serangan wabah penyakit maka akan
segara dilakukan uji lab untuk mengetahui pathogen yang menyerang ikan.
Sedangkan untuk menghindari adanya kerugian dari pencurian adalah dengan
menempatkan hewan jaga berupa anjing dan tidak lupa seorang penjaga tiap
harinya.
Panen
dilakukan dengan cara pengangkatan jaring kemudian menagkap ikan yang berada di
jaring. Biasanya ikan yang telah dipanen dipasarkan didaerah SItubondo ataupun
diluar kota. Ikan-ikan tersebut dipasarkan untuk kebutuhan konsumsi rumah makan
untuk daerah Situbondo. Tidak hanya itu, biasanya panen juga langsung diambil
oleh pembeli yang datang langsung dilokasi.
E.
Hatchery
Pak Abdul Rahman
Gambar : sebelah kiri (konstruksi bak treatment)
sebelah kanan ( bak kultur clorella)
Hatchery
Pak Abdul Rahman pada dasarnya merupakan suatu unit usaha bersama yang berbasis
budidaya ikan khususnya kerapu. Hatchery tersebut didanai oleh beberapa orang
sahabatnya dan juga dari pihak bank. Dengan pengajuan proposal yang tersusum
rapai maka, dana dari bank akan dengan mudah turun untuk kegiatan perikanan.
Hatchery ini terletak tidak jauh dari Balai Pecaron Situbondo.
Konstruksi
kolam tidak kotak namun sedikit melengkung pada bagian ujung-ujungnya.
Tujuannya agar pada bagian suduk kolam tidak mengalami titik mati sehingga
kadar DO perairan meningkat. Bak-bak kolam yang dibangun menggunakan bata
merah. Pembuatan kolam di cor dulu kemudian dibuat dindingnya. Hal berbeda
sekali dengan pembuatan rumah yang dimulai dengan pembuatan dinding kemudian
dicor pada bagian dasarnya. Biasanya dalam pembuatan bangunan kerangka
menggunakan besi namun pada pembuatan kolam kerang yang digunakan adalah
berasal dari bambu. Jika kerangka menggunakan besi maka dikawatirkan akan cepat
mengalami korosi karena adanya salinitas air yang tinggi. Sehingga penggunaan bammbu ini selain
mengirit biaya menjaga kekuatan kolam agar tidak mudah korosi. Bagian atap
menggunakan fiberglaas untuk menjaga kestabilan suhu. Jika suhu perairan stabil
maka akan menghindari terjadinya serangan jamur. Kombinasi atap adalah dengan
60% atap fiber dan 40 % atap esbes. Dinding kolam dibuat sedemikian rupa agar
tidak mudah mengalami kebocoran. Dalam satu unit hatchery tersebut terdapat
beberapa bak yaitu bak larva, bak pakan alami dan bak treatment air. Sumber air
yang digunakan adalah dari air laut yang dipompa masuk kedalam bak-bak
treatment. Air tersebut kemudian ditreatment. Terdapat 3 filter yang digunakan
dalam treatment air sebelum amsuk ke dalam bak-bak budidaya yaitu filter
mekanis, kimiawi, dan mekanis.
Terdapat
beberapa komudiatas yang dibudidayakan yaitu kerapu macan dan tikus dan udang.
Budidaya yang diterapkan adalah dengan mengambil larva dari Balai pecaron
kemudian melakukan pendederan untuk ukuran budidaya pembesaran. Maka dari itu
sebenarnya usaha yang dilakukan oleh Hatchery Pak Abdul Rahman cukup efisien
dan menguntungkan. Pakan yang digunakan untuk pemeliharaan larva adalah pakan
alami berupa mikroalga (Clorella) dan artemia. Pakan-pakan tersebut dikultur
sendiri di bak kultur pakan alami. Clorella dipersiapkan selama 7 hari sebelum
diberikan pada larva. Biasanya untuk pengkayaan clorella dilakukan pemupukan
dengan menggunakan pupuk anorganik.
Kendala
yang sering muncul adalah adanya perubahan lingkungan yang mendadak (suhu) dan
kebersihan sarana dan prasarana. Perubahan suhu yang mendadak ini akan
mengakibatkan kematian pada udang yang telah di budayakan. Sedangkan kebersihan
sarana menjadi penting karena akan mempengaruhi SR ikan. Seperti yang terjadi
ketika ada kematian yang mendadak pada larva yang baru menetas. Kematian
tersebut disebabkan karena selang aerasi yang digunakan tidak dibersihkan.
Akibatnya terjadi kematian masal.
F.
IPU
Gelung
IPU
Gelung merupakan salah satu unit budidaya yang bergerk dalam pembenihan
khususnya udang vanamei. IPU gelung memiliki system budidaya yang cukup modern.
IPU Gelung ini nantinya diharapkan akan mampu mensuplai bibit-bibit udang
vanamei yang berkualitas baik dan tahan terhadap serangan penyakit. IPU Gelung
merupakan dikhususkan untuk penelitian mengenai udnag vanamei dan tidak untuk
produksi komersil.
System
budidaya yang diterapkan sangat modern dengan system intensis dan close system
untuk airnya. Tidak hanya itu, biosecurity diterapkan untuk menjaga khualitas
dan adanya serangan penyakit dari berbagai carier. Dalam system airnya
menggunakan system aliran yang memutar agar tidak ada titik mati pada sudut
kolam. Tidak hanya itu dilakukan oksigenasi untuk meningkatkan kadar oksigen
perairan. Bak kolam terbuat dari polietiline yang memiliki daya tahan lama dan
biasanya digunakan untuk budidaya tambak. System treatment air yang masuk dan
keluar cukup ketat. Tujuannya agar air yang masuk maupun keluar tidak tercemar
oleh perubahan lingkungan.
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teknik
budidaya perairan payau yang diterapkan di Balai Budidaya Air Payau (BBAP)
Situbondo pada dasarnya sama dngan teori yang ada di kuliah. Sehingga dapat
dikatakan bahwasanya budididaya yang diterapkan tergolong cukup baik
2. Pengetahuan
mengenai budidaya perairan payau dan laut di Situbondo sangat member manfaat
khususnya untuk masa depan jika terjun langsgung di lapangan
B. Saran
1.
Kegiatan Kunjunganjadwalnya tidak
menentu. Sehingga praktikan bingung apa yang akan dikunjungi. Sebaiknya untuk
praktikum ke depan jadwal lebih detail agar memudahkan praktikum
Daftar
Pustaka
Afero,
F. 2005. Analisa ekonomi budidaya kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu
bebek (Cromileptes altivelis) dalam keramba jaring apung di Indonesia. Dinas
Kelautan
dan Perikanan Provinsi Aceh, Banda Aceh
Anonim.
2002. Buku Petunjuk Teknis Budidaya Laut (ikan Kerapu). Kementerian Kelautan
dan Perikanan RI
Anonim.
2002. Kumpulan SNI Bidang Pembudidayaan. Ditjen Perikanan Budidaya. Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI
Anonym
2010. Budidaya Kerapu Macan Dalam Keramba Jaring Apung. Jurnal
Budidayaku.blogspot.com
Anonim 2011.
Budidaya kerapu macan. Aquacultur ku. Blogspot.com.
Aslan
L., 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta
Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah, 2007. Grand Strategi
Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Sulawesi Tengah, Palu
FAO Fisheries Department (2003) World
Fisheries and Aquaculture Atlas. CD-ROM. Rome, FAO. 2nd ed.
Kelauatan
dan Perikanan dalam angka. 2011. Potensi dan Sumberdaya Alam Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikan RI
Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI. 2011. Hasil Ekspor Indonesia tahun 2010. Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI
Minjoyo,
H., Yowono, P., Budi, K., 2007. Penggelondongan Kerapu Kertang (Epinephelus
lanceolatus) Dengan Padat Tebar Berbeda di Bak Terendali. Penelitian di Balai
Besar Budidaya Laut Lampung
Muslim,
A.B. dkk. 2009. Pemeliharaan Larva Kerapu Kertang (Epinephelus spp.) Dari Panti
Pembenihan. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang.
Puja, Y., Kurnia, B., Prihaningrum, A., dan Minjoyo,
H. 2006 Pendederan Kerapu Kertang Kertang (Epinephelus lanceolatus) di
Bak Terkendali. Buletin Budidaya Laut No.20 tahun 2006
Tave, D. 1988.
Genetic for Fish Hatchery Managers.
Tim
Balai Budidaya Laut Batam. 1999. Pembenihan Bawal Bintang (Trachinotus blochii,
Lecepede). Balai Budidaya Laut Batam – Departemen Kelautan dan Perikanan.
Batam.
Wyban, J.A. dan Sweeney, J. N. 1991. Intensive Shrimp Production Technology.
The Oceanic Institute. Hawai. USA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar