MEMANUSIAKAN MANUSIA
Banyak orang mengatakan menjadi
pendidik itu gampang. Banyak orang mengatakan bahwa menjadi pendidik itu mudah
dan bahkan tak memeras tenaga. Tapi tidak selamanya itu semua benar atau salah,
semua itu tergantung yang menjalani. Di sini saya akan mencoba menceritakan
betapa susah senangnya menjadi pendidik.
Aku bukanlah lulusan IKIP, STKIP
atau pendidikan yang berbasis guru. Suatu saat di madrasah kampungku butuh guru
ngaji karena guru-guru yang mengajar sudah menginjak usia yang tidak muda lagi
dan bahkan banyak yang berkeluarga. Maka dari itu para pemuda di kampung yang
biasa ke amsjid atau tepatnya anak-anak Remaja Masjid (Remas) diminta takmir
masjid untuk mengajar. Kebetulan rumahku dekat dengan masjid, jadi ya tidak
enak kalau nolak permintaan takmir masjid. Apa boleh buat, harus bantu untuk
menjaga keberlangsungan madrasah. Walaupun ilmuku sangat minim untuk masalah
megajar namun apa boleh buat.
Hikmah yang dapat aku ambil
ketika diminta untuk mengajar anak-anak kecil yang kebanyakan masih SD adalah
pertama aku mulai belajar lagi mengenai tajwid, mengenai cerita nabi, dan tata
cara wudlu dan sholat yang benar. Kedua, aku mulai belajar untuk menjadi
seorang yang dapat ditiru karena posisiku sekarang adalah seorang guru. Seperti
pepatah jawa Guru di gugu lan ditiru. Maka tak etis jika sebagai seorang guru
tidak dapat member contoh yang baik pada anak didiknya. Ketiga, aku mulai
belajar mengenai karakter anak zaman sekarang dan harus bisa menyesuaikannya.
Suatu ketika dikala seorang guru
senior yang ebetulan juga kakak keponakanku belum juga datang aku bingung
mengatasi puluhan murid yang telah siap untuk menerima ilmu. Adzan asar belum
juga berkumandang lantaran guru-gurunya kebetulan pada repot entah aku tak tahu
repot apa. memang kami kurang ada komunikasi untuk masalah ini, namun tak
mengapalah. Aku bingung, dan sejenak aku harus berfikir dengan jernih mengatasi
ini semua. Akhirnya tak ada pilihan lain untuk segera memulai mengajar. Namun
sebelum dimulai biasanya anak-anak diajak untuk solat asar berjamah
bareng-bareng. Ini menjadi masalah tambahan yang harus aku hadapi. Dengan
sedikit pemikiran akhirnya aku putuskan untuk mengumandangkan adzan.
Solat assar pun dimulai dan
dibarengi kegaduhan yang tak terkendali. Karena dibelakang tak ada guru satu
pun yang mengawasi. Akhirnya aku terpaksa jadi imam dan makmumnya mereka semua
dan kegaduhan pasar minggu pun terjadi di masjid. Sungguh aku tak dipedulikan.
Solatku sulit untuk khusuk. Namun yang tambah parah mereka terlihat pada bermain
asik sendiri-sendiri. Sungguh malang bener nasibku, jadi guru ngaji yang
dicuekin oleh murid-muridnya.
Zaman sekarang berbeda dengan
zaman dulu. dulu masih ada perjodohan
ketika zaman sti nurbaya, namun sekarang sudah tak berlaku lagi. Begitu halnya
dengan gaya pendidikan zaman sekarang dengan zaman sekarang. Ketika aku masih
kecil atau bahkan orang tuaku gaya pendidikan terlihat kaku, tegas dan bahkan
sedikit bermain fisik seperti jewer kanan kiri, di hukum bersihin kamar mandi,
atau bahkan disuruh muteri halaman sekolah. Sekarang jiga gaya pendidikan
seperti itu masih ada maka jangan harap guru akan menjadi tenang dan dapat
berleha-leha, besok KOMNAS HAM akan menyambangi kita.
Aku pun merasakannya ketika masih
kecil aku sering dijewer oleh guruku ngaji yang kebetulan juga kakak
keponakanku. Aku juga sering dihukum ketika gaduh didalam kelas. Namun ketika
aku menginjak remaja dan diberi amanah untuk mengajar anak-anak zaman sekarang
gaya mendidik seperti itu tak laku lagi. Aku harus memutar otak. Maka dari itu,
aku sering “nebah dodo” ketika anak-anak pada rame.
Tak ada jalan lain kecuali
mengganti gaya pendidikan kita yang semula masih kolot dengan kekeraasan dengan
gaya pendidikan yang diharapkan oleh Ki Hajar Dewantoro yaitu memanusiakan
manusia. Maka dari itu aku terus belajar mengenai cara mendidik anak-anak.
Memanusiakan manusia adalah cara bijak dalam mengatasi gaya pendidikan zaman
sekarang. Kita harus dapat menghargai setiap apa yang dilakukan oleh anak didik
kita atau orang lain. Menghargai pendapatnya, tindakannya, dan pola pikirnya.
Dengan begitu maka pendidikan adalah sarana untuk mendapatkan ilmu dapat
dicapai.
Tidak hanya itu aku mulai belajar
dekat dengan mereka. Sedikit demi sedikit aku sering menyapanya ketika diluar
jam mengajar, sering mengajak ngobrol, dengan begitu maka mereka akan semakin
merasa aman dengan kita dan akan mematuhi setiap perminataan kita. Dan satu lagi
kita harus memiliki rasa kasih sayang dan memiliki mereka. Dengan begitu kita
tidak dibebani dengan apa yang sedang kita kerjakan malah akan menjadi sesuatu
yang menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar