WpMag

Sabtu, 28 Juli 2012

MEMANUSIAKAN MANUSIA


MEMANUSIAKAN MANUSIA


Banyak orang mengatakan menjadi pendidik itu gampang. Banyak orang mengatakan bahwa menjadi pendidik itu mudah dan bahkan tak memeras tenaga. Tapi tidak selamanya itu semua benar atau salah, semua itu tergantung yang menjalani. Di sini saya akan mencoba menceritakan betapa susah senangnya menjadi pendidik.
Aku bukanlah lulusan IKIP, STKIP atau pendidikan yang berbasis guru. Suatu saat di madrasah kampungku butuh guru ngaji karena guru-guru yang mengajar sudah menginjak usia yang tidak muda lagi dan bahkan banyak yang berkeluarga. Maka dari itu para pemuda di kampung yang biasa ke amsjid atau tepatnya anak-anak Remaja Masjid (Remas) diminta takmir masjid untuk mengajar. Kebetulan rumahku dekat dengan masjid, jadi ya tidak enak kalau nolak permintaan takmir masjid. Apa boleh buat, harus bantu untuk menjaga keberlangsungan madrasah. Walaupun ilmuku sangat minim untuk masalah megajar namun apa boleh buat.
Hikmah yang dapat aku ambil ketika diminta untuk mengajar anak-anak kecil yang kebanyakan masih SD adalah pertama aku mulai belajar lagi mengenai tajwid, mengenai cerita nabi, dan tata cara wudlu dan sholat yang benar. Kedua, aku mulai belajar untuk menjadi seorang yang dapat ditiru karena posisiku sekarang adalah seorang guru. Seperti pepatah jawa Guru di gugu lan ditiru. Maka tak etis jika sebagai seorang guru tidak dapat member contoh yang baik pada anak didiknya. Ketiga, aku mulai belajar mengenai karakter anak zaman sekarang dan harus bisa menyesuaikannya.
Suatu ketika dikala seorang guru senior yang ebetulan juga kakak keponakanku belum juga datang aku bingung mengatasi puluhan murid yang telah siap untuk menerima ilmu. Adzan asar belum juga berkumandang lantaran guru-gurunya kebetulan pada repot entah aku tak tahu repot apa. memang kami kurang ada komunikasi untuk masalah ini, namun tak mengapalah. Aku bingung, dan sejenak aku harus berfikir dengan jernih mengatasi ini semua. Akhirnya tak ada pilihan lain untuk segera memulai mengajar. Namun sebelum dimulai biasanya anak-anak diajak untuk solat asar berjamah bareng-bareng. Ini menjadi masalah tambahan yang harus aku hadapi. Dengan sedikit pemikiran akhirnya aku putuskan untuk mengumandangkan adzan.
Solat assar pun dimulai dan dibarengi kegaduhan yang tak terkendali. Karena dibelakang tak ada guru satu pun yang mengawasi. Akhirnya aku terpaksa jadi imam dan makmumnya mereka semua dan kegaduhan pasar minggu pun terjadi di masjid. Sungguh aku tak dipedulikan. Solatku sulit untuk khusuk. Namun yang tambah parah mereka terlihat pada bermain asik sendiri-sendiri. Sungguh malang bener nasibku, jadi guru ngaji yang dicuekin oleh murid-muridnya.
Zaman sekarang berbeda dengan zaman dulu. dulu masih ada  perjodohan ketika zaman sti nurbaya, namun sekarang sudah tak berlaku lagi. Begitu halnya dengan gaya pendidikan zaman sekarang dengan zaman sekarang. Ketika aku masih kecil atau bahkan orang tuaku gaya pendidikan terlihat kaku, tegas dan bahkan sedikit bermain fisik seperti jewer kanan kiri, di hukum bersihin kamar mandi, atau bahkan disuruh muteri halaman sekolah. Sekarang jiga gaya pendidikan seperti itu masih ada maka jangan harap guru akan menjadi tenang dan dapat berleha-leha, besok KOMNAS HAM akan menyambangi kita.
Aku pun merasakannya ketika masih kecil aku sering dijewer oleh guruku ngaji yang kebetulan juga kakak keponakanku. Aku juga sering dihukum ketika gaduh didalam kelas. Namun ketika aku menginjak remaja dan diberi amanah untuk mengajar anak-anak zaman sekarang gaya mendidik seperti itu tak laku lagi. Aku harus memutar otak. Maka dari itu, aku sering “nebah dodo” ketika anak-anak pada rame.
Tak ada jalan lain kecuali mengganti gaya pendidikan kita yang semula masih kolot dengan kekeraasan dengan gaya pendidikan yang diharapkan oleh Ki Hajar Dewantoro yaitu memanusiakan manusia. Maka dari itu aku terus belajar mengenai cara mendidik anak-anak. Memanusiakan manusia adalah cara bijak dalam mengatasi gaya pendidikan zaman sekarang. Kita harus dapat menghargai setiap apa yang dilakukan oleh anak didik kita atau orang lain. Menghargai pendapatnya, tindakannya, dan pola pikirnya. Dengan begitu maka pendidikan adalah sarana untuk mendapatkan ilmu dapat dicapai.
Tidak hanya itu aku mulai belajar dekat dengan mereka. Sedikit demi sedikit aku sering menyapanya ketika diluar jam mengajar, sering mengajak ngobrol, dengan begitu maka mereka akan semakin merasa aman dengan kita dan akan mematuhi setiap perminataan kita. Dan satu lagi kita harus memiliki rasa kasih sayang dan memiliki mereka. Dengan begitu kita tidak dibebani dengan apa yang sedang kita kerjakan malah akan menjadi sesuatu yang menyenangkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar