REUNI BABAK 2
Aku menatap luasnya pesawahan
yang terhampar di luar sana. Melambai-lambai hijau padi menghiasi pemandangan.
Rimbun, sejuk menyapa ku yang tengah melakukan perjalanan ini. Sungguh begitu
indahnya nan jauh disana.
“akua…akua….canggoreng…..mezon…mezon”
Seorang pedagang asongan menyapa
penumpang yang tengah terlelap dalam perjalanan. Keringat mengalir deras
ditengah panasnya siang. Melewati sela
keriput wajah yang mulai termakan usia. Ubannya memenuhi kepala. Terlihat
rambutnya yang terbaur berwarna tak karuan, hitam putih tak begitu jelaas.
Semangatnya terlihat menyala-nyala seperti panasnya siang ini. Ku lihat
wajahnya yang lusuh. Aku menarawang jauh kebelakang menembus lorong-lorong
waktu. Kuingat sahabatku yang hitam, kecil beleh dibilang, hitam legam bagaikan
warna kopiah bapakku. Lebih bagus kopiah bapakku yang warnanya mulai menguning
“Nyadam” korma. Orang bilang ia memiliki nasab dari orang timur, walaupun
sebenarnya aslinya dari jawa. Jawa tulen. Jika gak percaya coba ajak ngobrol dengan
bahasa Indonesia kagak ngerti. “dlongap-dlongop” seperti orang kehilangan
saudaranya di perantauan. Namanya tak penting disebutkan. Kadang ia bingung apa
arti dari nama yang diberikan ibunya. Terlalu padat namanya, hanya 5 huruf. Ia
kebingungan ketika membuat account FB ataupun email. Hingga nama kampungnya
dipakai. Sungguh sangat tragis mendengarnya.
Kereta berjalan pelan, derit
lokomotif menyayat telinga. aku melihat keluar jendela gerbong. Terlihat
ramainya stasiun Klaten di luar sana. Seorang pedagang asongan menyapaku dengan
ramahnya. Aku tersenyum padanya.
“Mas, mizon …, akua….”
“Akua satu aja pak”
“ini mas”
Aku rogoh saku celanaku. Sebelah
kanan, tak ada dompet, sebelah kiri juga tak ada, di belakang juga tak ada.
Dimana gerangan dompetku. Untuk masalah ini aku gak ingin seperti sahabatku
yang dulu. Ku coba untuk menenangkan pikiranku dulu.
“maaf pak, gak jadi”
“ah, mas kalau gak niat beli
jangan beli”
“maaf pak”
Aku masih sibuk dengan pencarian
domepetku. Ku buka satu peratu kolong saku di tasku. Reslating terdengar
seperti orang teriak….krek…krekkk. masih belum ketemu juga. Aku diam, aku
merenung. Aku masih diam dalam pencarian dompet yang belum juga datang jawaban.
Aku ingat sosok didepanku yang duduk tadi. Dia sudah gak ada. Apa dia sudah turun
disini. Aku lihat diluar sana. Pandangan mata ini beredar disepanjang stasiun
yang ramai dipenuhi manusia. Kulihat orang tua tadi, sembari memegang dompet
yang dari kejauhan mirip sekali dengan dompet milikku. Aku berlari turun daris
stasiun untuk mengejarnya. Berlari terus, hingga terengah-engah.
“mas berhenti” panggilku dari
belakang. Ia pun menoleh me
Melihat aku yang menyapanya ia
langsung berlari terbirit-birit. Aku coba untuk mengejarnya. Walaupun tubuhnya
tua namun ia masih kuat dalam lari. Sementara tubuhku yang semakin subur saja
tak kuat untuk mengejarnya. Orang-orang distasiun hanya memandangi kami yang
sedang saling kejar-kejaran. Mungkin mereka semua mengira bahwa kami sedang
main “kucing-kucingan”.
Sudah hilang sudah semua yang ada
didompet. Mulai dari uang, berbagai kartu nama, KTP maupun ATM. Hilang lenyap
digondol copet……
(bersambung)
Salam hangat persahabatan kita “Keluarga
BDP 09)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar