WpMag

Jumat, 26 Juni 2015

BERTAHAN UNTUK TERUS BERJUANG

BERTAHAN UNTUK TERUS BERJUANG

Pertama kali menginjakkan kaki di sini terasa suhu dingin yang menyeruak. Suhunya mungkin dibawah 10 derajat Celsius. Dinginnya udara membuatku harus sesering mungkin menggerakkan tubuh, menyatukan kedua tangan dan cara lain untuk mengusir dingin yang terus merengkuh. Bahkan untuk berbicara saja kadang terasa sulit karena bibir terus bergemetar.

Inilah tanah yang gemah ripah loh jinawi itu. Semua tanaman dapat dengan mudah tumbuh di sini. Mulai sayuran, buah-buahan dan berbagai bunga dapat dengan mudah tumbuh subur di daerah gunung Wilis. Ketenangan, kesejukan, keramahan masyarakat adalah pemandangan yang setiap hari dapat ditemui. Senyum yang merekah, sapaan hangat adalah cara tersendiri dalam berkomunikasi masyarakat Wilis. Mereka adalah manusia tangguh, pantang menyerah dengan kondisi alam. Karena mereka telah mempelajari dan menghayati setiap pergerakan alam. Mereka telah melakukan adaptasi dengan alam.

Kehidupan kota yang terus bergerak, bising kendaraan yang tak berhenti adalah wajah modernisasi yang disuarakan oleh sistem kapitalis. Namun, di Gunung Wilis inilah kehidupan kota tak ada. Hanya hawa sejuk, ketenangan, dan suara merdu burung terus memainkan ritme alam. Para burung itulah yang menjadi lagu dalam setiap bait kehidupan masyarakat.

Petani yang pergi ke sawah, peternak yang sedang memerah sapi, pelajar yang terus menulis adalah semangat masyarakat akan sebuah kehidupan. Kehidupan yang tenang dan penuh kedamaian. Bukan mengenai materi semata, tapi lebih dari itu kebahagiaan adalah salah satu tujuan hidup mereka.

Dan, aku masih duduk di sini, disebuah gubuk kecil di dataran tinggi ini. Sembari melihat sang merah putih yang berkibar di depan gubuk, suara burung yang bernyanyi dan ladang petani. Ku bulatkan tekat bertahan untuk terus berjuang dalam sebuah kebahagiaan.

Wilis, 26 Juni 2015



Tidak ada komentar:

Posting Komentar